MENJADI MURID (1)

Oleh: Peter B, MA
Menjadi murid adalah bagian dari mengiring Yesus. Ia menghendaki kita  mengikuti teladan-Nya dan menjadi murid-murid-Nya. Kerumunan massa yang banyak itu tidak menarik minat-Nya. Simpatisan yang bergerombol di sekeliling-Nya tak membuat hati-Nya berbunga. Apalagi yang sekedar mencari Dia untuk mendapatkan sesuatu dari-Nya. Ya, Ia berbelas kasihan pada mereka. Siapa saja yang percaya dijamah dan ditolong-Nya. Mujizat-mujizat dilakukan-Nya bagi mereka. Tapi Yesus mencari yang lebih dari itu. Ia mencari pengikut-pengikut. Yang setia dan mau melanjutkan pekerjaan dan meneruskan ajaran-Nya. Ia mencari murid-murid.
Keempat Injil menyebutkan sangat banyak mengenai murid-murid.  Yesus memanggil secara khusus ke-12 murid-Nya. Dan hampir keseluruhan Injil merupakan catatan mengenai interaksi Yesus dengan para murid-Nya, yang kemudian direkam dan dicatat oleh murid-murid-Nya itu. Melalui murid-murid Yesus pula kita memiliki Injil bahkan Alkitab Perjanjian Baru kita. Dan melalui murid-murid Yesus jugalah berita Injil dengan segala kedalaman serta kemuliaan ajaran Kristus kita terima dan ikuti hingga kini. Murid-murid adalah bagian penting dari kekristenan. Tokoh-tokoh utama dalam kegerakan Tuhan waktu demi waktu hingga akhir segala zaman dan sampai Yesus Kristus datang kedua kalinya. Saya percaya murid-murid Kristus yang sejatilah yang memastikan tempat mereka di sorga sebab seumur hidup mereka telah menjadikan panggilan dan pilihan Tuhan dalam hidup mereka semakin teguh dan tak tergoyahkan (2 Pet. 1:3-11) oleh karena komitmen mereka pada ajaran Kristus dan karena mereka mengikut Dia kemanapun Ia pergi dan berada.
Menjadi murid Tuhan ialah salah satu tahap panggilan utama dalam hidup kita. Setiap orang percaya dikehendaki-Nya melangkah lebih lanjut menjadi murid-murid Sang Mesias. Menjadi murid berarti mengambil keputusan untuk mengikut Dia dan meneladani kehidupan-Nya. Menjadi orang yang menetapkan iman dan hatinya untuk meninggalkan segala sesuatu lalu mempercayakan hidup untuk melakukan kehendak Bapa. Mengikuti teladan kehidupan Yesus, hidup para murid tidak pernah sama lagi. Bukan saja menjadi ciptaan baru tetapi benar-benar hidup sebagai manusia-manusia yang baru yang menjalani cara dan hidup yang berbeda dengan dunia yang belum mengenal Allah. Hidup para murid dibaharui sehari demi sehari makin serupa dengan Sang Guru Agung mereka, Yesus Kristus.
Patut disayangkan bila kekristenan modern nyatanya cukup puas dengan tahap orang-orang Kristen sebagai “orang percaya”. Meskipun Tuhan menghargai setiap orang yang datang kepada-Nya, namun menerima panggilan Tuhan dan hidup dalam panggilan mengikut Tuhan jelas sesuatu yang berbeda. Percaya pada ketuhanan Kristus dengan mempercayakan diri lalu tunduk pada ketuhanan Kristus bukan satu hal yang sama. Orang-orang percaya melewati berbagai hal dapat kembali menjadi orang-orang yang tidak percaya atau murtad. Namun murid Kristus selangkah lebih maju. Bagaikan akar tanaman yang mendesak masuk lebih dalam menembus ke dalam tanah, begitulah para murid di pemandangan Tuhan. Meskipun seorang murid dapat undur, namun prosesnya tidak semudah mereka yang sekedar mengaku percaya. Menjadi murid adalah langkah awal menikmati sebuah perjalanan penuh petualangan yang baru dan luar biasa di dalam Tuhan. Murid-murid sangat berharga bagi Tuhan dan juga bagi hamba-hamba-Nya yang dahulu pernah dimuridkan. Seperti yang Paulus katakan,
“Dan karena itulah kami tidak putus-putusnya mengucap syukur juga kepada Allah, sebab kamu telah menerima firman Allah yang kami beritakan itu, bukan sebagai perkataan manusia, tetapi — dan memang sungguh-sungguh demikian — sebagai firman Allah, yang bekerja juga di dalam kamu yang percaya. 
Sebab kamu, saudara-saudara, telah menjadi penurut jemaat-jemaat Allah di Yudea, jemaat-jemaat di dalam Kristus Yesus, karena kamu juga telah menderita dari teman-teman sebangsamu segala sesuatu yang mereka derita dari orang-orang Yahudi.
Sebab siapakah PENGHARAPAN kami atau SUKACITA kami atau MAHKOTA KEMEGAHAN kami di hadapan Yesus, Tuhan kita, pada waktu kedatangan-Nya, kalau bukan kamu?
Sungguh, kamulah KEMULIAAN kami dan SUKACITA kami.”(1 Tes. 2:13-14,19-20).
Persoalannya, di era penyesatan besar-besaran ini, banyak orang merasa dan memandang dirinya telah menjadi murid Kristus. Beberapa memang murid sejati. Sebagian yang lain adalah murid-murid palsu, yang mengaku-ngaku sebagai murid Tuhan -entah mereka sengaja maupun tidak. Oleh sebab itu, adalah penting untuk memastikan bahwa diri kita adalah murid sejati.
Yesaya 50:4 memberikan beberapa petunjuk kepada kita mengenai bagaimana seorang murid itu.
“Tuhan ALLAH telah memberikan kepadaku lidah seorang murid, supaya dengan perkataan aku dapat memberi semangat baru kepada orang yang letih lesu. Setiap pagi Ia mempertajam pendengaranku untuk mendengar seperti seorang murid.”
Ada dua bagian yang disebut murid di sana. Pertama “lidah seorang murid” lalu “mendengar seperti seorang murid”. Apa yang dimaksud dalam nats di atas sebenarnya cukup sulit dipahami. Namun dengan melihat beberapa terjemahan Alkitab yang lain, pesannya akan terlihat makin terang.
Seperti misalnya Terjemahan Lama Bahasa Indonesia menyebutkan “lidah seorang murid” diterjemahkan sebagai “lidah orang fasih” atau “kemampuan menjadi juru bicara Tuhan” (dalam terjemahan New English Translation/NET) dan “lidah orang-orang yang diajar” (dalam terjemahan Authorized Standard Version/ASV).
Begitu pula frasa “mendengar seperti seorang murid” diterjemahkan sebagai “mendengar seperti orang yang diajarkan” (TL), “mendengarkan dengan penuh perhatian seperti seorang murid” (NET) dan “mendengar seperti orang-orang yang telah diajar” (ASV).

Jadi, “lidah seorang murid” memiliki pengertian “lidah yang terpelajar, berhikmat, yang perkataan-perkataannya tidak sembarangan dan asal bunyi, yang lahir dari suatu proses diajar dan belajar, yang kemudian perkataan-perkataan itu memberikan kekuatan dan semangat bagi yang letih lesu dalam hidupnya”.

Dengan kata lain, inilah perkataan yang membawa berkat, yang membangkitkan jiwa dan roh yang lemah sehingga dikuatkan kembali dalam Tuhan melalui apa yang disampaikannya itu.

Lidah yang demikian lahir dan merupakan hasil dari “telinga yang terbuka, terjaga, yang ditajamkan oleh Tuhan; yang mau diajar oleh Tuhan; yang sebelumnya telah menempatkan dirinya tiap-tiap hari sebagai seorang murid”

Sebelum membahas lebih jauh mengenai hubungan frasa-frasa itu, kita dapat melihat poin-poin penting yang dapat kita pelajari di sini:
1. SEORANG MURID ADALAH SEORANG YANG BELAJAR. DAN MURID TERBAIK ADALAH MURID YANG PALING GIAT BELAJAR.

Setelah menjadi percaya, kita melangkah dalam tahap rohani selanjutnya sebagai murid Yesus. Bahkan masih ada tahap-tahap yang lain setelah itu. Rick Joyner mengatakan bahwa tahapan dalam proses mengikut Yesus ada lima tingkatan: menjadi petobat atau orang percaya, menjadi murid, menjadi hamba, menjadi sahabat Tuhan dan puncaknya menjadi anak yang serupa dengan Bapanya. Ketika kita melangkah maju atau naik dalam tiap tahapan, kita tidak berhenti melakukan tahap sebelumnya. Bagaikan anak tangga yang harus dinaiki setingkat demi setingkat, tahap sebelumnya harus tetap ada (dalam hal ini tetap dikerjakan) karena merupakan dasar bagi tahap selanjutnya. Oleh karena itu, ketika menjadi murid, kita tidak berhenti menjadi orang percaya. Kita tetap orang percaya yang sekarang menjalani kehidupan seorang murid. Dan ketika kita melangkah lebih jauh untuk menjalani kehidupan seorang hamba (bukan menjadi pendeta tapi cara hidup seorang hamba, lihat 1 Korintus 7:22b) kita tidak berhenti menjadi murid tetapi kita kini menjadi murid yang hidup menghamba pada Tuhan. Dan seterusnya.
Seorang murid ditandai dengan ciri utama yaitu BELAJAR. Dan selama kita mengikut Kristus, kita yang adalah seorang murid dan tidak pernah berhenti menjadi seorang murid, seharusnya TIDAK PERNAH BERHENTI UNTUK BELAJAR. Menjadi seorang murid berarti memiliki sikap hati dan gaya hidup yang bersedia untuk belajar, diajar, dituntun, diarahkan dan dibimbing oleh Tuhan demi mengenal dan memahami jalan-jalan-Nya. Sikap ini tidak boleh berubah atau mengalami penurunan selagi proses pengenalan kita akan Tuhan terus berlangsung. Dan karena mustahil kita dapat memahami keseluruhan pribadi Tuhan maupun jalan-jalan-Nya, maka sesungguhnya TIDAK AKAN PERNAH ADA KATA CUKUP ATAU SELESAI DALAM HAL MENJADI PEMBELAJAR DAN MURID.
Dengan kata lain, tidak boleh terjadi ada orang yang merasa dirinya telah cukup pandai, telah lulus, telah banyak tahu dan paham secara tuntas dalam perkara-perkara rohani yang berhubungan dengan Tuhan kita lalu merasa tidak perlu belajar lagi, tidak perlu mendengarkan pengajaran atau nasihat-nasihat dari orang lain, atau lebih lanjut lagi merasa lebih tahu, lebih mengerti dan lebih paham sehingga menuntut orang lain harus tunduk dan taat pada apa yang diajarkan dan disampaikannya!
Kita semua adalah murid Kristus. Hanya saja, pertumbuhan kita berbeda-beda. Namun semakin pesat pertumbuhan kita, jika kita memang benar-benar murid sejati, maka Roh Kristus itupun seharusnya nyata di dalam kita dan tampak melalui hidup kita. Itulah roh kerendahan hati. Seperti Bapa, Yesus dan Roh Kudus yang mencipta dan berkuasa atas semesta namun memilih menjangkau dan melayani kita, maka roh kerendahan hati yang sama akan dimiliki murid-murid sejati-Nya. Semakin rohani kita bertumbuh secara benar maka semakin nyata rupa Kristus itu dalam hidup kita. Dan sebagai murid kita harus dengan rendah hati bersedia belajar dari siapapun dan apapun yang Tuhan pakai untuk mendidik dan mengajar kita. Entah itu dari orang yang lebih muda, anak-anak sekalipun atau dari seorang pelayan Tuhan yang tampak biasa bahkan dari orang yang baru bertobat sekalipun. Jika kita memilih-milih cara kita belajar dan diajar, jelas hati seorang murid belum terbentuk dalam diri kita.
Seorang murid senantiasa membawa hati yang siap dan terbuka untuk diajar. Ia akan belajar dari gurunya melalui berbagai sarana yang dipakai oleh sang guru untuk mendidiknya. Entah belajar dalam kelas atau di luar kelas, di ruang laboratorium atau di lapangan sekolah, mengerjakan PR atau mendengarkan presentasi -semuanya harus diikuti seorang murid dengan seksama supaya ia menyerap ilmu yang sedang diajarkan.
Sikap hati seorang murid dalam prakteknya -yang juga merupakan ciri-ciri murid sejati- nyata dalam hal-hal berikut ini:

ia tidak merasa dirinya tahu atau telah mampu;

•ia tidak berpikir untuk membantah atau segera meragukan pelajaran yang diterimanya;

•ia memberikan telinganya untuk mendengarkan sebaik-baiknya untuk dapat mencerna dan mempelajari apa yang hendak disampaikan kepadanya;

•ia merendahkan diri sampai pada posisi dimana ia siap untuk diajari, bukan untuk berdebat, berbantah-bantahan atau bahkan balik mengajari gurunya;

•ia bersedia mengikuti proses belajar dengan penuh kerelaan dan kesungguhan karena ia percaya pada gurunya;

•ketika ia tidak mengerti atau belum memahami apa yang diajarkan kepadanya, ia akan terus mempelajarinya lebih lanjut. Jika kemudian ia tetap belum menangkap yang dimaksudkan, ia akan bertanya dengan cara yang penuh hormat dan sikap rendah hati penuh penundukan supaya jangan sampai ia terasa menyalahkan atau merendahkan gurunya. Dan guru yang baik akan menjawab dengan senang hati karena guru yang baik bersuka melihat kerinduan untuk belajar dari muridnya itu.

•selesai menerima pelajaran, ia tidak berdiam diri melainkan terus memperdalam dengan merenungkan bahkan mempraktekkan apa yang telah dipelajari itu supaya pengetahuan yang diperolehnya menjadi bagian hidupnya dan ia kemudian menjadi sama dengan gurunya.
Kerelaan dan semangat kita untuk menerima pengajaran menentukan kualitasnya sebagai seorang murid. Murid yang baik dan yang akan berhasil ialah ia yang menaruh perhatian yang besar pada apa yang diajarkan dan dipelajarinya. Ketaatan dan penundukan diri pada sang guru ialah kunci untuk menjadi murid yang mewarisi pengetahuan, ilmu dan kemampuan dari sang guru. Demikian pula jika kita ingin menjadi seperti Guru Agung kita, maka kesungguhan kita untuk dengar-dengaran akan Dia lalu mengikuti pimpinan dan teladannya harus nyata dalam kehidupan batin yang juga ditampakkan dari sikap hidup sehari-hari yang mencerminkan ajaran dan nilai-nilai yang ada pada pribadi Kristus itu sendiri. 
Keberhasilan seorang murid ditentukan oleh dua hal. Kualitas sang guru dan kualitas sang murid. Guru yang hebat dengan murid yang malas berakhir dengan kesia-siaan. Guru yang payah tapi mengajari murid yang brillian hanya menghambat kemajuan sang murid saja. 
Nah, Guru kita bukan saja luar biasa dan hebat. Dia Guru Agung. Tak ada kekurangan pada-Nya sebagai pembimbing kita. Bagaimana sikap kita terhadap Allah yang siap sedia membimbing kita menuju pada keberhasilan? Akankah kita menolak, ragu-ragu, masih pikir-pikir atau setengah hati untuk belajar dari Dia?
2. MENJADI MURID TUHAN BERARTI MENERIMA PENGAJARAN DAN DIDIKAN DARI TUHAN SENDIRI, BUKAN HANYA MENERIMA DIDIKAN DARI ORANG LAIN.

Nats Yesaya 50:4 memberikan petunjuk mengenai hal ini: 
“Tuhan ALLAH telah memberikan kepadaku lidah seorang murid, supaya dengan perkataan aku dapat memberi semangat baru kepada orang yang letih lesu. Setiap pagi Ia mempertajam pendengaranku untuk mendengar seperti seorang murid.”
Perhatikan.
Adalah TUHAN sendiri yang memberikan lidah yang dapat membagi berkat itu. Dia pula yang membangunkan kita untuk belajar serta mempertajam pendengaran kita hingga kita mengerti perkara-perkara dari-Nya.

Sesungguhnya Dialah yang mengajar kita. Menuntun kita dan memampukan kita mengerti seluruh kebenaran, pikiran dan jalan-Nya (Yoh. 16:13-15). Tanpa Dia membimbing, pastilah kita sesat dan gagal mengenal Dia (Ef. 1:16-17).
Kesalahan fatal dari banyak orang percaya baru ialah bahwa meskipun sebagai bayi-bayi rohani memang benar membutuhkan perawatan, perhatian dan bantuan dari yang sudah lebih dewasa rohaninya akan tetapi setiap orang percaya harus melanjutkan pertumbuhannya untuk dapat berjalan bersama dengan Tuhan secara pribadi, BUKAN TERUS BERGANTUNG PADA FIGUR ROHANI TERTENTU dalam kehidupan rohaninya. Kita menghargai kakak-kakak, senior kita atau bapa-bapa rohani yang ada. Namun ketika kita terus bergantung pada “orang tua” rohani sehingga kita terhalang memiliki pengalaman bergantung secara pribadi dengan Tuhan, maka itu telah menjadi sesuatu yang kurang sehat. Itu berarti pertumbuhan kita tidak normal, terhambat, tidak sesuai dengan yang sewajarnya. Sebab, pernahkah Anda melihat seorang pria berusia 25 tahun masih tidak dapat tidur jika tidak minum susu dari botol bayi dan ditemani tidur ibunya? Apa pendapat Anda tentang orang yang demikian? Akankah kita menyebut hal itu wajar dan normal? Tentu tidak.  Serupa itu, kita menjadi abnormal ketika terus menerus menolak untuk memiliki hubungan pribadi dan mandiri secara rohani dengan Tuhan.
Bapa rohani sejati mengarahkan anak-anak rohaninya kepada Pribadi Bapa sorgawi, supaya mereka memiliki hubungan yang benar, kuat dan dalam dengan Allah. Bapa rohani palsu menarik orang pada dirinya dan membuat anak-anak didiknya bergantung dan terikat padanya. Kepada para pembimbing semacam ini, kita semestinya waspada. 
Selagi menolong kita bertumbuh, mereka yang sudah dewasa rohani memberikan teladan dari hidup mereka yang mengikuti jejak Kristus atau setidaknya, mereka memiliki roh yang sama dengan yang ada pada Kristus, yaitu roh kasih dan kerendahan hati. Paulus berkata kepada jemaat Korintus “Jadilah pengikutku, sama seperti aku juga menjadi pengikut Kristus” (1 Kor. 11:1). Ini berarti bahwa hanya mereka yang mengikuti jejak Kristus yang seharusnya kita jadikan pembimbing rohani kita (bukan seseorang yang terlihat rohani atau punya jabatan maupun gelar-gelar rohani saja) dan bahwa pembimbing sejati PADA AKHIRNYA membawa murid-murid-Nya menjadi pengikut Kristus juga oleh karena ia sebelumnya juga telah mengikut Kristus. Pun yang penting dalam hal ini ialah, hanya seseorang yang benar-benar membuktikan bahwa dirinya pengikut Kristus sejati yang dapat meminta yang lain untuk meneladaninya.
Jika kita dituntun untuk mengikuti teladan seseorang tetapi tidak dibawa untuk mengalami didikan pribadi dari Tuhan, maka kita sedang menjadi murid dari manusia, bukannya murid Tuhan. Murid Tuhan sejati dilatih dan diajar oleh Roh Kudus sendiri dengan nasihat serta dorongan dari saudara-saudara yang telah lebih dewasa rohaninya. 
Ada perbedaan ketika kita belajar dari manusia dengan belajar sebagai murid Tuhan sendiri.
Belajar dari manusia berarti belajar dari apa yang terbatas. Manusia tidaklah sempurna. Pengetahuannya sedikit dan tidak sebanding dengan hikmat Tuhan semesta alam. Manusia juga seringkali keliru menilai dan mempercayai sesuatu. Baik sang guru atau murid adalah manusia-manusia yang bisa keliru. Guru bisa salah mengajar, murid bisa salah menangkap dan gagal dalam belajar. Pada titik inilah nyata perbedaan saat kita belajar dari Allah Roh Kudus yang telah diutus untuk menjadi guru kita saat ini  sebagaimana diungkapkan dalam 1 Yohanes 2:27 :
“Sebab di dalam diri kamu tetap ada pengurapan yang telah kamu terima dari pada-Nya. Karena itu tidak perlu kamu diajar oleh orang lain. Tetapi sebagaimana pengurapan-Nya mengajar kamu tentang segala sesuatu — dan pengajaran-Nya itu benar, tidak dusta — dan sebagaimana Ia dahulu telah mengajar kamu, demikianlah hendaknya kamu tetap tinggal di dalam Dia.”
Pengurapan itulah Roh Kudus yang berdiam dalam kita dan menyertai kita untuk menuntun kita berjalan pada seluruh kebenaran yang hendak Tuhan ajarkan selama kehidupan kita mengikut Dia.
Belajar dari Tuhan sendiri berarti belajar dari Pribadi yang sempurna, yang tidak mungkin keliru, yang tahu segala sesuatu dan tidak ada keraguan dari apa yang diajarkan-Nya. Pengajaran Tuhan itu murni sebab firman-Nya teruji. Ia tidak akan pernah dibingungkan oleh pertanyaan-pertanyaan kita ataupun menjadi marah dengan sikap kritis kita. Kelambanan kita tidak melelahkan-Nya. Kesulitan kita dalam belajar tak membuat-Nya putus asa. Salomo justru mengingatkan kita: “Hai anakku, janganlah engkau menolak didikan TUHAN, dan janganlah engkau bosan akan peringatan-Nya” (Ams. 3:11) yang menunjukkan bahwa masalah utama dalam hal belajar dan menjadi seorang murid ialah dari kita sendiri. Kitalah yang kerap menolak didikan Tuhan atau menjadi bosan bahkan muak untuk belajar dan diajar. 
Bagaimana kita dapat belajar dari Tuhan sendiri?
Yesus berkata, “Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah kepada-Ku” (Mat. 11:29). Ada syarat untuk belajar dan menjadi murid Kristus. Sebelum kita memikul kuk yang Ia berikan maka kita sukar belajar dari Dia. Kuk adalah kayu yang dibebankan atau diletakkan pada punggung sapi yang hendak dikerahkan menarik bajak untuk menggemburkan tanah sawah. Kegunaan kuk adalah untuk memudahkan mengarahkannya berjalan pada jalur tanah yang akan dibajak sehingga selanjutnya memudahkan penanaman bibit padi atau gandum. Serupa dengan itu Tuhan mengumpamakan kita belajar pada-Nya. 

Bersedia memikul kuk berarti kerelaan untuk menerima beban dan pengendalian atasnya. Tidak lagi memberontak tetapi bersedia untuk taat. Tak lagi melawan tapi tunduk dan ikut. Hanya hati yang telah direlakan untuk taat pada petunjuk dan pengajaran Tuhan bahkan pada pimpinan Tuhan sendiri, maka kita akan dengan cepat belajar hidup dalam jalan-jalan-Nya. Taat berarti memilih untuk melakukan perintah dan ketetapan Tuhan daripada mengikuti keinginan apalagi hawa nafsu sendiri. TIAP-TIAP HARI Tuhan akan hadir dan membimbing kita UNTUK TAAT DI JALAN-NYA. Jika kita mendengarkan bimbingan dan tuntunan yang disampaikan lewat hati (nurani) kita itu dan melangkah dalam kepatuhan, maka kita sedang menjadi murid-murid-Nya selagi Tuhan menuntun kita langkah demi langkah dalam kehidupan kita.

Misalkan, saat hati kita terluka dan ingin melakukan pembalasan, kita akan diajar untuk mengampuni. Seorang murid yang baik akan merelakan dirinya untuk mengampuni sesuai ajaran dan teladan gurunya daripada bertindak menurut caranya sendiri. Begitupun dalam hidup sehari-hari, sesukar apapun seorang murid akan tetap mengikuti ajaran dan pedoman yang diberikan guru kehidupannya, baik dalam hal berkata-kata, bertindak, sampai dalam hal berpikir dan merasa. Murid sejati meneladani gurunya dalam segala hal karena ia rindu menjadi sama dengan sang guru.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *