Oleh Peter B
“Anda tidak mungkin mengharapkan mencapai tujuan-tujuan yang baru atau bergerak melebihi keadaan Anda yang sekarang kecuali Anda mau berubah”
~ Les Brown
Perubahan. Tidak semua orang senang mendengar kata-kata itu. Bahkan tidak sedikit yang secara terang-terangan maupun diam-diam menolak adanya perubahan. Mereka yang anti terhadap perubahan seringkali adalah mereka yang telah cukup merasa nyaman dan puas dalam keadaannya yang sekarang. Kondisi atau status kehidupan yang mereka jalani telah dipandang sebagai sesuatu yang pas dan membawa keuntungan bagi mereka sehingga mereka menolak adanya perubahan sekecil apapun. Dengan sekuat tenaga, orang-orang yang anti perubahan ini berusaha mempertahankan posisi atau keadaannya yang sekarang. Pokoknya, tidak ada perubahan. Entah itu kemunduran atau kemajuan, apakah itu penurunan atau kenaikan.
Rasa aman setiap orang tidak selalu sama. Hal itu relatif sifatnya. Beberapa orang merasa telah mencapai targetnya dan kemudian menolak perubahan ketika ia telah menjadi kaya raya dan terpandang. Beberapa orang lain menetapkan rasa amannya pada saat mereka telah memiliki penghasilan tetap, hidup cukup sandang, pangan dan papan -meskipun tidak terlalu mewah. Tetapi beberapa orang lagi benar-benar berbeda. Mengenai hal ini, ada satu pemandangan yang bagi saya cukup menyedihkan. Kegalauan hati saya semakin bertambah karena ternyata ini terjadi dan telah menjadi fakta sehari-hari yang dijumpai di antara penduduk Indonesia. Hal itu adalah kenyataan bahwa cukup banyak prosentase orang Indonesia yang bahkan merasa puas dan menolak perubahan sekalipun hidup mereka masih jauh dari standard hidup yang layak. Dengan penghasilan perkapita yang jauh lebih rendah dari negara-negara tetangan se-Asia, orang-orang Indonesia cukup banyak yang tidak memiliki pikiran untuk maju. Mereka lebih suka bersikap nerimo terhadap kenyataan dan keadaan hidup mereka. Belasan bahkan puluhan tahun mereka lewatkan untuk hidup dalam taraf kemiskinan dan berkekurangan. Namun begitu, jarang terbersit keinginan untuk berubah. Sungguh, tirani rasa aman melumpuhkan jiwa-jiwa manusia yang semestinya dapat berbuat dan mencapai lebih banyak daripada yang telah mereka raih selama ini. Mungkin saja, di antara bangsa-bangsa di dunia, orang-orang Indonesia merupakan salah satu kaum yang paling menolak perubahan.
Masalahnya bersumber dari sifat dasar perubahan. Kenyataan sejatinya adalah perubahan itu ternyata tidak mungkin dielakkan. Perubahan itu pasti dan selalu terjadi apakah kita menyukai atau tidak. Seperti kata seorang filsuf, “Tidak ada sesuatu yang abadi selain perubahan….” Perubahan itu tidak dapat dihindari, ditolak atau dihambat sedikitpun. Jika kita menolak untuk berubah, maka perubahan itu akan tetap terjadi. Kita akan bertambah tua, menjadi semakin lamban, lebih kurang dalam pengetahuan dan seterusnya.
Menurut pengamatan saya, ada dua hal yang memang tidak dapat berubah : Tuhan dan perubahan itu sendiri. Mengenai Tuhan, Kitab Suci jelas mengatakan kepada kita bahwa Yesus Kristus tetap sama, baik kemarin, hari ini sampai selama-lamanya (Ibrani 13:8). Dan bahwa tidak ada bayang-bayang perubahan pada Bapa kita di Surga yang baik itu (Yakobus 1:17). Mengenai perubahan, sesungguhnya semua yang ada di dunia pasti akan berubah menuju satu titik akhir yaitu ren-cana penghakiman Tuhan atas bumi dan seisinya. Bahkan iblis satu kali akan mengalami perubahan total atas kekuasaannya di dunia sekarang ini. Ya, kelak iblis beserta seluruh pengikut-pengikutnya akan berakhir di api yang kekal, kematian yang kedua (Wahyu 20 :10-14)
Mengetahui kebenaran ini, seharusnya kita dapat mengambil keuntungan atasnya. Apabila kita menyadari benar bahwa pada akhirnya dunia ini akan berubah menjadi seperti apa yang telah ditetapkan Allah atas dunia ini, maka kita seharusnya tidak mengikuti arus dunia yang akan binasa ini. Kita harus ada di pihak Allah supaya tidak binasa. Lebih daripada itu -selama kasih karunia masih diberikan kepada dunia- kita mengambil bagian dalam rencana Allah mendatangkan keselamatan atas dunia.
Jadi, hidup orang Kristen di tengah-tengah dunia yang terus menerus berubah tidak lain harus dijalani dengan perubahan terus menerus di dalam tingkat kerohaniannya sebagai antisipasi arus dunia yang tanpa henti berusaha menggilas kita. Dan tidak hanya itu. Mereka yang bergerak bersama Allah untuk mengerjakan visiNya bukan hanya mahir mengantipasi perubahan melainkan juga menciptakan perubahan itu sendiri. Inilah perubahan yang dikehendaki oleh Allah. Perubahan ke arah perbaikan, pertobatan, pemulihan, keselamatan bangsa-bangsa.
Oleh karena itu, seorang visioner illahi tidak boleh menjauhi perubahan. Visioner-visioner illahi yang sejati merangkul perubahan, hidup di tengah-tengah perubahan, mengilhami dan mengusahakan perubahan ke arah tujuan-tujuan Allah. Inilah salah satu sisi kehidupan seorang visioner illahi : VISIONER ILLAHI SIAP HIDUP BERSAMA ALLAH DALAM PERUBAHAN YANG TERUS MENERUS.
PERUBAHAN : INTI DARI VISI
Seorang visioner adalah seorang yang hidup setiap hari untuk men-gantisipasi perubahan bahkan lebih daripada itu. Para visioner adalah mereka yang merencanakan dan mengusahakan perubahan di masa yang akan datang. Secara sederhana, memiliki visi adalah memiliki tujuan. Dan mencapai suatu tujuan berarti berpindah dari posisi di mana sekarang kita berada bergerak kepada tujuan kita. Dan, bukankah perpindahan posisi dari tempat semula kita berada kepada tujuan itu merupakan suatu perubahan? Karena itu, memiliki dan hidup bagi sebuah visi sama dengan pergerakan terus menerus ke arah perwujudan visi itu. Pergerakan terus menerus tidak lain adalah pe-rubahan yang berkesinambungan.
Visi adalah gambaran masa depan penuh harapan. Visi illahi terlebih lagi. Masa depan dari Allah adalah masa depan yang terbaik yang dapat diraih dan dinikmati oleh manusia di dunia. Nah, mengerjakan atau mengusa-hakan visi tidak lain adalah usaha mencapai masa depan itu. Dan inti dari usaha pencapaian masa depan itu tidak lain adanya perubahan yang terus menerus ke arah yang diinginkan. Jadi, mereka yang mengaku memiliki visi tetapi menolak perubahan pada dasarnya hanya bermulut besar saja.
Pro status quo vs. Anti status quo. Istilah ‘status quo’ cukup populer beberapa tahun yang lalu menjelang berakhirnya masa pemerintahan Presiden kedua Indonesia, Soeharto. Para demonstran dan tokoh-tokoh reformasi menggerakkan massa dan menggalang dukungan untuk mendesak Soeharto turun dari jabatannya saat itu. Sang Presiden terlama di Indonesia itu dituding bersama para pejabat-pejabat pembantunya sebagai seorang yang pro status quo-yang artinya orang-orang yang tidak menghendaki perubahan ke arah yang lebih demokratis. Sebaliknya, mahasiswa dan jutaan rakyat yang turun ke jalan mengklaim diri mereka anti status quo-yang artinya menolak keadaan yang ada dan menginginkan perubahan. Dari sudut pandang ini, kira-kira dimanakah posisi para visioner?
Mereka yang menyebut dirinya anti status quo tidak selalu adalah pribadi-pribadi yang visioner. Bisa jadi mereka hanya bersikap meledak-ledak sesaat karena emosi dan kekecewaan yang sangat. Atau mungkin saja karena mereka memiliki karakter sebagai orang-orang yang suka memberontak dan gemar melawan penguasa. Ini berkebalikan dengan para visioner. Jika tidak setiap orang yang anti status quo itu visioner maka setiap visioner pasti orang yang anti status quo. Para visioner itu anti kemapanan dan rasa aman sebelum cita-cita mereka berhasil diwujudkan. Mereka tidak akan berhenti berjuang, berusaha, bergerak, berkreasi, bekerja keras, membuang segala rasa nyaman hingga tujuan mereka tercapai.
Visioner-visioner illahi pun demikian. Mereka tidak puas dengan keadaan rohani mereka atau sekeliling mereka. Hati mereka hancur mengeta-hui kenyataan bahwa dirinya sendiri belum mencapai target Allah dan banyak orang jauh dari sasaran keselamatan yang dari Tuhan, Visioner-visioner illahi tidak pernah puas dengan keadaan diri mereka sebelum hidup mereka diubahkan hari demi hari semakin serupa Kristus. Mereka pun tidak dapat tenang menjalani hidup mereka sebelum setiap rencana Allah dalam hidup mereka dipenuhi dan tujuan-tujuan Allah selama hidup mereka tercapai.
Mungkin Anda pernah membaca kalimat-kalimat berikut ini. Jika demikian renungkanlah kembali. Temukan dan resapi pesan mendalam yang tersirat di dalam setiap untaian kalimat dari dan mengenai hamba-hamba Tuhan sejati ini :
“Sesungguhnya aku tidak akan masuk ke dalam kemah kediamanku, tidak akan berbaring di ranjang petiduranku,
sesungguhnya aku tidak akan membiarkan mataku tidur atau membiarkan kelopak mataku terlelap,
sampai aku mendapat tempat untuk TUHAN, kediaman untuk Yang Mahakuat dari Yakub”
(Mazmur 132:3-5)
Karena bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan.
Tetapi jika aku harus hidup di dunia ini, itu berarti bagiku bekerja memberi buah. Jadi mana yang harus kupilih, aku tidak tahu.
Aku didesak dari dua pihak: aku ingin pergi dan diam bersama-sama dengan Kristus — itu memang jauh lebih baik;
tetapi lebih perlu untuk tinggal di dunia ini karena kamu.
Dan dalam keyakinan ini tahulah aku: aku akan tinggal dan akan bersama-sama lagi dengan kamu sekalian supaya kamu makin maju dan bersukacita dalam iman,
sehingga kemegahanmu dalam Kristus Yesus makin bertambah karena aku, apabila aku kembali kepada kamu.
(Filipi 1:21-26)
Tetapi apa yang dahulu merupakan keuntungan bagiku, sekarang kuanggap rugi karena Kristus.
Malahan segala sesuatu kuanggap rugi, karena pengenalan akan Kristus Yesus, Tuhanku, lebih mulia dari pada semuanya. Oleh karena Dialah aku telah melepaskan semuanya itu dan menganggapnya sampah, supaya aku memperoleh Kristus, (Filipi 3:7-8)
Tetapi aku tidak menghiraukan nyawaku sedikit pun, asal saja aku dapat mencapai garis akhir dan menyelesaikan pelayanan yang ditugaskan oleh Tuhan Yesus kepadaku untuk memberi kesaksian tentang Injil kasih karunia Allah. (Kisah Para Rasul 20:24)
Setelah merenungkan pernyataan-pernyataan di atas, tahukah Anda siapa saja yang mengatakannya? Adakah Anda menemukan persamaan di antara kali-mat-kalimat tersebut di atas? Dapatkah Anda menemukan nada-nada yang sama dari pesan-pesan mereka?
Tentu saja. Mereka semua adalah visioner-visioner illahi yang hidup bagi visi mereka. Selama mereka belum melihat visi itu menjadi kenyataan MEREKA MENOLAK SEGALA RASA AMAN. Mereka tidak akan pernah berpuas diri sebelum visi Tuhan dalam hidup mereka menjadi kenyataan. Karena itulah mereka bergerak, bergerak dan terus bergerak bagi Allah. Mereka bukan hanya terbiasa dengan perubahan dan ketidaknyamanan, malahan mereka mengharapkan perubahan itu sendiri -perubahan yang dari Allah.
Perjalanan yang Penuh Tantangan dan Perubahan. Visi yang hendak dicapai bukan saja membawa perubahan, tetapi perubahan-perubahan. Ada satu keadaan yang jauh berbeda antara keadaan kita sekarang dengan masa depan yang diidamkan dalam visi kita. Itu merupakan suatu perubahan yang besar. Masalahnya adalah perubahan dari keadaan sekarang menjadi kondisi visi yang menjadi kenyataan itu tidak terjadi sekejap mata. Itu tidak terjadi hanya satu hari atau dalam waktu yang singkat. Itu membutuhkan suatu proses yang mungkin saja memakan waktu bertahun-tahun bahkan seumur hidup kita. “Visi seringkali hidup lebih lama daripada pemiliknya” demikian kata pakar kepemimpinan George Barna. Karena panjang dan lamanya perjalanan menuju kenyataan dari suatu visi, perubahan terjadi secara bertahap. Dan setiap tahapan membutuhkan satu tingkat perubahan demi satu tingkat perubahan. Oleh karena itu, dalam perjalanan kita mengerjakan visi, perjumpaan dengan banyak tantangan dan berbagai-bagai perubahan tidak dapat dielakkan lagi sebagaimana dikatakan oleh Madame Marie Curie, penemu plutonium: “saya diajar bahwa perjalanan demi kemajuan itu tidak pernah ringan dan mudah.” Inilah sebabnya, setiap visioner harus terbiasa dengan perubahan demi perubahan di dalam dan sekitar kehidupannya.
Mari saya berikan dua contoh. Bangsa Israel dan Yesus Kristus. Israel dibebaskan Tuhan dari perbudakan di Mesir menuju visi masa depan mereka : suatu negeri yang penuh susu dan madu, subur dan berkelimpahan. Kanaan menjadi visi mereka. Hati mereka kini diarahkan kepada Tanah Perjanjian. Sayangnya, perjalanan mereka menuju visi bukan merupakan perjalanan yang singkat lagi mudah. Mereka menempuhnya hingga 40 tahun lamanya. Dan selama perjalanan mereka menemukan tantangan dan kesulitan yang tidak terhitung banyaknya. Mulai ketiadaan sumber air, makanan, ancaman bangsa-bangsa lain, para perampok, dan cuaca yang berubah-ubah. Ini belum termasuk gaya hidup mereka yang serba tidak menentu dan berpindah-pindah sesuai dengan komando Tuhan melalui tiang awan atau tiang api (Bilangan 9:16-23). Dapatkah Anda membayangkannya? Ini sama sekali bukan suatu perjalanan yang mudah untuk dijalani. Mau tidak mau segenap Israel harus membiasakan diri untuk hidup dalam perubahan setiap hari.
Contoh berikutnya dapat kita teladani dari Tuhan kita sendiri. Sebelumnya, cobalah renungkan kira-kira berapa lama dan berapa panjangkah Allah kita menempuh usaha dan perjalanan untuk menjangkau dunia untuk diselamatkan? Demi menyelamatkan manusia ciptaanNya, Ia menempuh perjalanan menembus ruang dan waktu, mengambil rupa seorang manusia yang terbatas, menjalani kehidupan yang sama sekali tidak dapat dibandingkan dengan keberadaan sejatiNya (kehidupan alam roh sangat berbeda dengan kehidupan jasmani), merasakan lapar, haus, mengantuk, lelah dan sebagainya. Dan tidak hanya itu, Allah merelakan diriNya dilecehkan, diolok, dihina, direndahkan sebagai golongan orang yang miskin dan tidak berpendidikan. Selama pelayananNya, Ia kerap tidak sempat makan, beristirahat atau memiliki tempat berteduh sekalipun. Puncaknya, Yesus dihajar, dipukuli dan diinjak-injak oleh ciptaanNya sendiri hingga akhirnya mati secara memalukan di atas salib yang dipikulNya sepanjang Via Dolorosa. Semuanya demi keselamatan dunia -yang sangat dikasihiNya.
Sungguh panjang dan berat perjalanan mencapai visi. Betapa hiruk pikuknya kehidupan mereka yang hendak mencapai suatu masa depan yang indah. Oh, betapa kita harus siap hidup di dalamnya! Kita harus membiasakan diri menangani segala situasi dan cakap menanggung segala sesuatu bersama Tuhan. Kehidupan demikian mungkin saja tidak banyak dicari dan di inginkan sebagian besar orang yang mencari rasa aman selama hidupnya. Namun bersama Tuhan, kehidupan yang seperti itu adalah kehidupan yang layak dijalani. Sesungguhnya tidak ada yang lebih pasti dan membahagiakan selain hidup di dalam pusat kehendakNya.
Orang-orang yang Berkomitmen pada Perubahan. Faktor lain yang menunjukkan betapa eratnya hubungan antara visi dengan perubahan adalah faktor pelaksana-pelaksana visi tersebut. Visioner adalah orang-orang yang mendambakan perubahan. Adalah hal yang menggelikan apabila seseorang mengaku merindukan perubahan tetapi dirinya sendiri tidak mau berubah. Artinya, perubahan dalam kapasitas yang besar seperti perubahan atas komunitas, organisasi, suatu kota atau bangsa -pada dasarnya pasti diawali dan ditampakkan dari kehidupan pribadi mereka sendiri. Tidak ada seorangpun yang hendak mencuci baju kotor dengan air comberan yang keruh dan berbau. Atau mereka yang bermaksud menyapu debu-debu yang ada dengan sapu yang ber-lepotan kotoran. Jika kita menginginkan perubahan, itu harus nampak pertama-tama dari diri kita sendiri. Dari sanalah orang-orang yang melihat dan mendengar menjadi percaya bahwa kita sungguh-sungguh mengharapkan perubahan. Seorang jenderal Cina satu kali pernah berkata, “Jika hendak mengatur dunia, negara saya yang harus pertama diubah. Jika mau negara saya diubahkan, kampung halaman saya harus dibenahi. Jika kampung halaman saya hendak ditata kembali, keluarga saya yang pertama-tama harus dibetulkan. Jika keluarga saya harus diperbarui, saya sendirilah yang pertama-tama harus berubah”
Sebelum terangkat naik ke surga, Yesus mengatakan bahwa murid-muridNya akan menjadi saksi-saksiNya. Dari Yerusalem, seluruh Yudea, Samaria, hingga ke ujung bumi (Kisah Para Rasul 1:8). Perhatikanlah urutannya. Bukan dari ujung bumi menuju ke Yerusalem melainkan sebaliknya. Ini menunjukkan kepada kita bahwa perubahan itu harus dimulai dari diri kita sendiri. Allah menjanji-kan kita akan sanggup menjadi saksiNya hingga ke ujung-ujung bumi apabila kita telah menjadi saksi di lingkup yang lebih kecil.
Gaya hidup perubahan seharusnya menjadi ciri-ciri utama dari mereka yang hidup bagi visi Tuhan. Mereka yang hidup dalam visi Tuhan seringkali harus menghadapi bukan hanya perubahan-perubahan yang terjadi di luar diri mereka tetapi harus siap sedia mengikuti perubahan-perubahan dan penyesuaian-penyesuaian yang dituntut oleh Tuhan demi mempersiapkan kita untuk menjadi alatNya yang bekerja bagi visiNya. Inilah yang seringkali kita sebut sebagai proses Tuhan.
Hamba-hamba Tuhan, para visioner illahi, selalu mengalami pemrosesan dari Allah. Hari ke sehari, langkah demi langkah, tahap demi tahap, Tuhan menuntun hamba-hambaNya menjadi pribadi yang mulia yang semakin menyerupai Dia. Semakin kita merelakan diri untuk berubah, semakin leluasa Tuhan bekerja dalam hidup kita dan memakai kita menjadi saluran berkatNya bagi dunia. Sebaliknya, mereka yang menolak proses Tuhan dan enggan untuk berubah akan mengalami kerugian yang sangat besar. Hidup mereka sia-sia selama di dunia. Itulah sebabnya 11 murid Yesus memiliki nasib yang berbeda dengan Yudas Iskariot. Tidak ada yang lebih menakutkan daripada menjalani kehidupan yang mengenaskan seperti Yudas Iskariot. Semuanya karena ia memilih tidak mau berubah dan berbalik kepada Allah yang penuh kasih karunia. Kesebelas murid Yesus -bahkan Thomas, si peragu sekalipun- mau merendahkan diri, bertobat dan merelakan hidupnya diubahkan oleh Tuhan. Sekalipun mereka mati sebagai martir namun hidup dan jiwa mereka dimuli-akan serta mengilhami lebih banyak lagi orang percaya.
Salah satu hal menarik yang pernah saya baca adalah mengenai definisi ‘kegilaan’. Menurut beberapa kamus psikologi, salah satu tanda kegilaan adalah terus melakukan secara berulang-ulang hal yang sama sambil mengharapkan hasil yang berbeda. Mungkin itu yang dilakukan oleh be-berapa orang yang didiagnosis telah mengalami kegilaan. Seharusnya adalah bahwa apabila satu cara telah gagal memperoleh hasil yang diinginkan seharusnya itu ditinggalkan dan mencari cara lain yang lebih baik. Ironisnya,banyak orang telah tertipu dengan mengharapkan masa depan yang lebih baik menurut cara mereka sendiri. Telah terbukti bahwa cara dan usaha dari kekuatan serta pikiran manusia tidak pernah memperoleh hasil yang maksimal dalam pekerjaan Tuhan. Hanya cara dari Tuhanlah yang akan berhasil. Dan itu menuntut perubahan terus menerus dari hidup kita. Karakter kita harus diolah, dibentuk, ditajamkan, diperindah sesuai dengan standardNya. Sampai kita siap dan tepat untuk menangani otoritas yang lebih besar.
Pada beberapa bidang, penolakan akan perubahan pada dasarnya hanya akan menghasilkan kekalahan, kemunduran, dan kegagalan. Kebalikannya pun benar. Mereka yang terus menerus mau melatih dirinya untuk belajar dan mengubah diri akan menjadi orang-orang yang paling berhasil di muka bumi.
Dari semua pemimpin yang dimiliki oleh Amerika Serikat, Theodore Roosevelt (TR) adalah salah satu presiden yang terkuat -baik secara fisik mau-pun mental. Tetapi ia tidak memulainya demikian. Koboi Amerika yang pernah menjabat sebagai presiden ini dilahirkan di Manhanttan di sebuah keluarga kaya yang terkemuka. Sebagai seorang anak, ia sangat mungil dan sakit-sakitan, memiliki penglihatan yang kurang baik, dan sangat kurus. Orang tuanya tidak yakin ia akan bertahan hidup.
Ketika ia berusia 12 tahun, ayah Roosevelt berkata kepadanya, “kamu memiliki otak yang cerdas tetapi tidak memiliki tubuh yang sehat. Tanpa bantuan tubuh, otak tidak dapat bekerja sejauh yang dapat ia lakukan. Kau harus memiliki tubuh yang sehat.” Dan ia melakukannya. TR mulai meluangkan waktu setiap hari membangun tubuhnya juga otaknya, dan ia melakukannya sepanjang hidupnya. Ia berlatih angkat berat, mendaki, ice skating, berburu, mendayung, menunggang kuda, dan bertinju. Ketika TR lulus dari Harvard ia telah siap untuk menghadapi dunia politik.
Roosevelt tidak menjadi seorang pemimpin besar dalam semalam. Jalannya menuju kursi kepresidenan sangat lambat, namun tumbuh secara terus menerus. Sementara ia menjalani posisi yang bermacam-macam, dari Komisaris Polisi di kota New York sampai Presiden Amerika Serikat, ia terus belajar dan bertumbuh. Ia meningkatkan dirinya dan pada waktunya ia menjadi seorang pemimpin yang kuat.
Daftara prestasi Roosevelt sangat mengagumkan. Di bawah kepemimpinannya, Amerika Serikat muncul menjadi kekuatan dunia. Ia membantu negaranya mengembangkan AL (Angkatan Laut) yang terbaik. Ia melihat bahwa Teluk Panama sedang dibangun. Ia mengadakan perundingan damai antara Rusia dan Jepang, memenangkan hadiah Nobel dalam proses perdamaian tersebut. Ketika orang-orang meragukan kepemimpinan TR-ia berkampanye dan terpilih kembali dengan dukungan mayoritas terbesar dari seluruh presiden sampai saat ini.
Pada 6 Januari 1919, di kediamannya di New York, Theodore Roosevelt meninggal dalam tidurnya. Ketika mereka memindahkannya dari tempat tidurnya, mereka menemukan sebuah buku di bawah bantalnya. Sampai pada akhir hayatnya, TR masih terus berjuang untuk belajar dan meningkatkan dirinya. Tidak mengherankan ternyata apabila TR dikenal sebagai presiden paling dikagumi sepanjang sejarah Amerika Serikat.
Perubahan itu sesuatu yang mutlak bagi mereka yang mengerjakan visi Allah, Kita harus membiasakan hidup di dalamnya, mengadakan perbaikan terus menerus dalam setiap aspek hidup kita, dan menampakkan kemajuan yang nyata di hadapan Allah dan manusia. Amin.