Oleh: Bpk. Peter B, MA
Hidup di masa dimana informasi disajikan secara masif dan hampir tanpa batas, kita seolah dapat melihat makin jelas bagaimana hati manusia itu sebenarnya.
Dahulu orang berpikir bahwa orang menjadi bodoh karena kurang pendidikan dan pengetahuan. Karena tidak mampu bersekolah dan kurang biaya untuk menuntut ilmu. Sekolah, hanya dapat diakses oleh sebagian orang yang punya kesempatan dan sumber daya. Ternyata itu hanya sebagian benar.
Hari ini, dimana seorang anak Papua direkrut menjadi staf di Badan Angkasa Luar AS, kesempatan untuk belajar dan menimba ilmu sesungguhnya terbuka sangat lebar. Jika ADA KEMAUAN. Seseorang tidak perlu menyeberangi benua untuk memperoleh pengetahuan. Asalkan ia memiliki akses internet, informasi apa saja ditemukan dengan mudah. Begitu pula dengan berbagai pendapat, opini, ulasan, analisa serta pandangan dalam berbagai bidang ilmu. Mulai dari teori hingga ilmu praktis. Mulai dari pengetahuan duniawi sampai rohani. Mulai dari cara memasak dan membersihkan noda hingga merakit bahan peledak. Dari dunia maya, kita bukan saja mendapat informasi tetapi bahkan kebanjiran berbagai data yang dapat dibuktikan menjadi fakta.
Begitu pula dengan kondisi bangsa kita yang sedang diharubiru dengan berbagai isu. Dengan berbagai data dan fakta yang terbentang di depan mata, beberapa kebenaran sebenarnya dapat ditemukan dan disimpulkan dengan mudah. Tapi, mengapa suara² sumbang, kritik yang tidak proporsional, pernyataan² yang ngawur, dan komentar² yang jelas² menunjukkan kebodohan, kecerobohan dan kecongkakan diri?
Dari semua ini, kita seharusnya tahu bahwa menjadi bodoh itu adalah pilihan, bukan karena sifat bawaan atau kurangnya kesempatan.
Yesus Kristus, tidak dikenal sebagai alumni bahkan sekedsr lulusan dari suatu sekolah bergengsi. Yesus belajar dari alam, budaya bangsa dan Bapa-Nya. Dari sana Ia menjadi manusia berhikmat yang melebihi Salomo, pangeran yang kemudian menjadi raja dari sebuah negara adidaya di zamannya (Mat. 12:42; Luk. 11:31). Yesus menunjukkan bahwa hikmat dapat diperoleh darimanapun asalkan kita memiliki kerinduan untuk menjadi bijak dalam kehidupan.
Jika kita mau membuka hati untuk hikmat sejati, maka kita akan memperolehnya. Untuk itu kita harus jujur dan rendah hati. Sebab hanya hati yang demikianlah akan belajar dan berubah secara terus menerus. Berpindah dari kebodohan kepada pengertian dan kebijaksanaan. Dari kesesatan kepada pengenalan akan Allah dan kehendak-Nya.
#IntrospeksiDiri
#JanganTinggalDalamKebodohan
#JadilahBijak
#KenaliKehendakTuhan
#BenarVsHampirBenar