PELIHARALAH RASA LAPAR ANDA – John Bevere (Bagian pertama)

Kita akan sangat menginginkan apa yang kita makan.
                                                                             
Agar seseorang  yang belum diselamatkan dapat mendekat kepada  Allah yang hidup, Tuhan sendiri yang harus pertama-tama menariknya. A. W. Tozer menulis, “Sebelum seseorang berdosa dapat memiliki pikiran yang benar tentang Allah, harus ada karya pencerahan yang dikerjakan di dalam dia.” (They Pursuit of God, hlm.11). Yesus  sendiri memberi tahu kita, “Tidak ada seorang pun yang dapat datang kepadaKu jikalau ia tidak ditarik oleh Bapa yang mengutus Aku” ( Yoh. 6:44). Inilah sebabnya doa syafaat untuk orang lain yang tidak memiliki hubungan dengan Allah melalui Yesus amat sangat penting. Sekalipun Allah “ingin agar semua orang diselamatkan dan mengenal kebenaran” (1Tim. 2:4), dan telah mengusahakan tujuan ini secara konsisten disepanjang sejarah, Ia tetap ingin anak-anak-Nya menangkap belas kasihan-Nya bagi orang berdosa dan berseru kapada Dia untuk kepentingan mereka. Karena alasan ini Yesus berkata, “Tuaian memang banyak, tetapi pekerjaan sedikit. Karena itu berdoalah kepada Tuhan pemilik tuaian untuk mengirimkan para pekerja untuk tuaian-Nya” (Mat. 9:37-38).
Sekali kita sudah diselamatkan melalui pernyataan Yesus, kita memiliki undangan yang terbuka kepada Allah. Ia berkata kepada milik-Nya, “Mendekatlah kepada-Ku.”  Allah telah mengambil langkah pertama melalui undangan-Nya sepanjang masa.  Semak itu sedang menyala…Ia memanggil nama kita…Ia ada di luar perahu! Menanti respons kita!  
Baru-baru ini orang percaya lainnya bercerita,”John,semakin saya Hidup bersama Allah dan melayani Allah semakin saya menyadari kedekatan kita dengan Dia bergantung pada tindakan-Nya untuk menarik kita. Saya menyanggah, “Tidak, itu tidak akurat.” Kemudian ia mengutip kata-kata Yesus bahwa tidak ada seorang pun dapat datang kepada Dia kecuali Bapa terlebih dahulu menariknya.
Saya menjawab, “Ya, ini benar untuk orang-orang yang belum percaya. Tetapi Allah berkata Anda adalah milik-Nya sendiri, dan Ia meminta Anda ‘Mendekatlah kepada-Ku, dan Aku akan mendekat kepada-Mu.’ Ia berfirman dengan jelas bahwa kita dapat mengupayahkan langkah ini kapan saja.”
Ya, ada saat-saat ketika Ia ingin bertemu dengan kita, dan Ia yang memulainya. Namun demikian, bukan berarti kita tidak dapat memulai untuk mendekati Dia. Kita berada dalam hubungan dengan Dia, dan sama seperti hubungan normal mana pun antara ayah dengan anak, ada saat ketika si anak yang memulai kontak dan ada saat ketika sang bapa melakukan hal yang sama.
MENGAPA   TIDAK   LEBIH   BANYAK ORANG   BERESPONS   PADA UNDANGAN – NYA ?
Pernyataan yang mengherankan adalah: Mengapa begitu banyak orang percaya memiliki relasi yang dangkal dengan Allah? Mengapa mereka tidak menjelajah ke dalam suatu relasi yang lebih dalam, lebih konsisten dengan Dia? Apa yang  menahan mereka? Apa yang akan menggerakan dan membuat mereka
berespons pada panggilan-Nya untuk mendekat? Jawabannya kompleks: yaitu kelaparan dan kehausan kita untuk mengenal Dia. Daud berseru,
Jiwaku haus kepada Allah, kepada Allah yang hidup.
Bilakah aku boleh datang dan menghadap Allah?
Air mataku telah menjadi makananku siang dan malam,
Mengapa mereka terus-menerus berkata kepadaku,
 “Di mana Allahmu?”
Ketika aku mengingat hal-hal ini,
Aku mencurahkan isi jiwaku.
(Mzm. 42:3-5 )
Sebelum melanjutkan, bacalah kembali ayat-ayat ini dengan perlahan dan cernalah setiap kata. Perhatikan Daud berkata, “Ketika aku mengingat hal-hal ini, Aku mencurahkan isi jiwaku.” Kata Ibrani untuk mengingat adalah zakar. W. E. Vines memberi tahu kita kata Yunani ini, sama seperti kata bahasa Inggrisnya, berarti: lebih dari sekedar “mengingat”; itu berarti “menyimpan dalam pikiran.” Ini tentunya berlaku di sini. Daud sebenarnya mengatakan, “Ketika aku menyimpan kerinduan kepada Allah dalam pikiranku itu membuatku mencurahkan isi jiwaku.” Ini menciptakan suatu rasa lapar yang tidak pernah terpuaskan terhadap Dia! Rasa lapar ini memanggil kita untuk mendekat, tidak peduli apapun hambatan yang kita hadapi – secara spiritual, mental, atau fisik. Jadi, penting bagi kita untuk menjaga, seperti juga meningkatkan rasa lapar kita akan Dia!
TUHAN,  TAMBAHKAN   RASA   LAPARKU!
Banyak orang berdoa, “Tuhan, tambahkan rasa laparku terhadap Engkau.” Namun ini tidak akurat, kitalah yang menentukan rasa lapar kita, bukan Dia. Orang Amerika atau sebangian dari kita memiliki kelimpahan harta benda, hiburan, kesenangan, dan kekayaan. Satu-satunya untuk menciptakan dan mempertahankan rasa lapar terhadap Allah adalah melindungi jiwa kita dengan memilih makanan yang tepat untuk mengisinya. Amsal 27:7 menyatakan hal itu, “Jiwa yang kenyang menginjak-injak sarang madu.” Secara sederhana, jika jiwa Anda dipenuhi dengan kekwatiran, kesenangan, kecintaan akan harta, atau keinginan-keinginan dunia ini, Anda akan kenyang dan benar-benar memandang rendah sarang madu yang manis dari persekutuan dengan Allah.
  Pikirkan hari Thanksgiving. Kebanyakan orang Amerika berkumpul bersama keluarga dan teman-teman untuk berpesta pada hari raya  ini. Banyak yang melewatkan makan pagi untuk meningkatkan kapasitas mereka untuk makan sesudah itu.  Pesta dimulai; tersajilah kalkun yang besar, hidangan pengisi, kentang manis, sayuran, saus cranberry, pie, dan seterusnya. Kita melahap sejumlah besar makanan karena nafsu makan kita telah diperbesar. Setelah itu, kita mengerang karena kita makan terlalu banyak. Kita kekenyangan! Lalu beberapa jam kemudian kita pergi ke rumah anggota keluarga lainnya. Makanan disajikan lagi dengan segala kelimpahannya! Kali ini resep-resepnya bahkan lebih hebat, tetapi bukannya menginginkan makanan yang istimewa ini, kita merasa mual dan menyingkir. Kita masih begitu kekenyangan karena makanan sebelumnya hingga kita memandang sekilas pada jamuan itu dan tahu kita tidak mungkin menyantapnya. Sekalipun makanan ini mungkin jauh lebih mewah; kita benar-benar memandang rendah pada-nya. Inilah yang sedang dikomunikasikan oleh Amsal.
  Untuk memahami kebenaran ini selangkah lebih jauh, selangkah lebih jauh, kita harus menyadari bahwa ini bersifat proporsional. Jika jiwa  Anda tertekan karena keinginan-keinginan hidup ini, Anda mungkin tidak menghina jamuan itu, tetapi Anda mungkin menyepelehkannya. Jika  Anda tidak kekenyangan, tetapi hanya bersantap secara wajar dua jam sebelumnya, dan Anda menghadapi suatu jamuan, Anda mungkin tidak akan merendahkan jamuan itu; Anda mungkin hanya akan mencicipinya, atau mengabaikannya. Sering kali saya ditawari makanan di restoran-restoran mahal ketika saya tiba di sebuah kota, tetapi saya tidak lapar karena saya makan beberapa jam sebelumnya sehingga saya dengan sopan menolak tawaran tersebut. Pikiran tentang bersantap tidak memuakan saya, seperti yang digambarkan dalam sekenario thanksgiving di atas, hanya saja itu tidak memikat saya. Namun, tawaran yang sama yang diberikan kepada seseorang yang sudah kelaparan selama satu atau dua hari akan memunculkan respons yang sama sekali berbeda. Orang ini akan sangat menginginkan makanan yang Anda pandang dengan enggan. Jadi, kebenarannya adalah seberapa jauh Anda di penuhi oleh soal-soal kehidupan menentukan respons Anda pada panggilannya.
 Terlalu sering orang-orang dalam gereja bersikap acuh tak acuh dalam kerinduan mereka terhadap  Allah. Kebanyakan tidak merendakan kehadiran-Nya, tetapi dibanding dengan orang yang lapar mereka bersikap biasa terhadap jamuan di hadapan mereka. Lagi pula, mereka makan dari meja dunia beberapa jam  sebelumnya dan  merasa puas. Saya telah mengamati, ketika mereka mengatakan mereka menginginkan Dia, tindakan-tindakan mereka mengkhianati kata-kata mereka. Anda memiliki buku ini karena saya percaya  Anda ingin mendapatkan lebih banyak dari-Nya, tetapi apakah jiwa  Anda merindukan Dia? Apakah Anda seperti orang yang belum makan selama berhari-hari, atau pecandu alkohol yang belum minum, atau pencandu yang membutuhkan candu-nya? Inilah jenis kelaparan yang perlu kita pupuk untuk mendekat.
JEMAAT   YANG  ACUH   TAK   ACUH
Berdasarkan penyelidikan yang saksama terhadap kata-kata Yesus kepada jemaat terakhir di kitab Wahyu, Anda menemukan suatu fakta yang mengagumkan. Pertama, pahami bahwa Yesus mengirimkan surat-surat kepada tujuh jemaat di Asia, tetapi pesan-pesan ini bukan dimaksudkan hanya untuk para jemaat historis tersebut, melainkan untuk kita semua. Jika tidak demikian, tentu kita tidak akan memilikinya dalam Kitab Suci. Kenyataan bahwa semuanya itu muncul dalam Kitab Suci menunjukan adanya aplikasi nubuatan atau bahwa pesan itu masih berlaku bagi kita saat ini.
                 Berita-berita nubuat bisa, dan sering kali memang, memiliki banyak aplikasi, makna, atau penggenapan. Bukan hanya setiap surat untuk jemaat membawa sebuah pesan untuk kita saat ini, melainkan bisa saja pesan ini muncul terakhir karena berhubungan dengan jemaat sebelum kedatangan-Nya. Ini bisa dimengerti, sebab pada saat menyelesaikan surat ini Yohanes berkata, “Kemudian daripada itu aku melihat: Sesungguhnya, sebuah pintu terbuka di sorga dan suara yang dahulu yang telah kudengar, berkata kepadaku seperti bunyi sangkakala, katanya: Naiklah kemari” (Why. 4:1, penekanan penulisan). Perhatikan kata sangkakala . Kita tahu pada akhir zaman Tuhan sendiri akan datang kepada
milik-Nya dengan turun “dari sorga dengan suatu seruan, dengan suara dari penghulu malaikat, dan dengan sangkakaladari Allah” ( 1 Tes. 4:16-17, penekanan penulisan). Saya percaya ada penekanan khusus pada berita jemaat ini untuk zaman kita.
  Yesus menyatakan jemaat ini berada dalam keadaan suam-suam kuku; bila diistilahkan dalam istilah-istilah yang lebih modern, mereka kekurangan gelora dan secara biasa memperlakukan apa yang penting bagi-Nya. Mereka jarang menyimpang dari jalan mereka untuk menyenangkan Dia. Apa yang menyebabkan perilaku ini? Ingatlah ini bukan suatu jemaat yang berdiri sendiri yang tidak diakui oleh Allah-Yesus sendiri mengakui mereka. Jawabannya ditemukan dalam cara pandang mereka terhadap kehidupan. Yesus berkata, “Karena engkau berkata :  “Aku kaya dan telah memperkayakan diriku dan aku tidak kekurangan apa-apa”” ( Why. 3:17). Kata-kata ini mengkhianati kealpaan dari kerinduan mereka-karena jiwa mereka kenyang; sayangnya bukan didalam Dia melainkan dalam harta benda.
SEBUAH   DIAGNOSIS  YANG  DANGKAL
Sebagian orang akan berkata masalah mereka adalah memiliki terlalu banyak uang atau harta benda. Ini pada dasarnya akan menjadi suatu penilian yang dangkal terhadap apa yang Yesus katakan. Jika Anda melihat Daud, ia adalah seorang yang memiliki begitu banyak pelayan dan kekayaan. Bahkan ia mewariskan kepada Salomo “empat ribu ton emas, hampir empat puluh ribu ton perak, dan begitu banyak besi dan perunggu” hingga tidak dapat ditimbang (1 Taw. 22:14 NLT). Namun ketika ia menggambarkan dirinya, “sendengkanlah telinga-Mu, ya Tuhan, jawablah aku, sebab sengsara dan miskin aku” (Mzm. 86:1, penekanan penulis). Ia menyebut dirinya sengsara dan miskin! Kini kita tahu ia bukan sekedar berbasa-basi karena Anda tidak dapat menipu ketika Anda menerima inspirasi dari Allah. Ia benar-benar memandang dirinya sengsara dan miskin, sekalipun dengan tumpukan perak! Kebutuhannya adalah kebutuhan akan Allah sendiri; dan itu ditimbulkan oleh rasa lapar yang berasal dari Allah. Dengarkan sekali lagi seruannya, “sendengkanlah telinga-Mu, ya TUHAN, jawablah aku . . .” Ia sangat menantikan jawaban Allah. Ia lapar dan haus akan keintiman! Inilah sebabnya ada kerinduan yang demikian : “Air mataku menjadi makananku siang dan malam, sementara mereka terus-menerus berkata kepadaku, ‘Di mana Allahmu?’” (Mzm. 42:4).
 Masalah jemaat Laodikia bukan persoalan materi, melainkan lebih karena mereka telah membiarkan hal-hal materi memuaskan jiwa mereka. Daud tidak pernah membiarkan ini terjadi. Ia tidak pernah membiarkan kekayaannya yang berlimpah memenuhi kelaparan jiwanya. Kemungkinan besar para anggota dari tubuh jemaat ini memiliki harta yang jauh lebih sedikit dari Daud, tetapi mereka memuaskan diri mereka dengan apa yang mereka miliki dan mereka menjadi kenyang. Ini menghalangi kerinduan di dalam diri mereka terhadap kehadiran dan persekutuan Allah.
SEBUAH  PERBEDAAN  YANG  MENCOLOK
Saya telah begitu sering melihat hal ini selama dua puluh tahun terakhir. Saya ingat suatu kali mengunjungi orang-orang Indian Cree di bagian utara kanada. Mereka adalah suku indian Amirika Utara yang terakhir yang tinggal dalam daerah penampungan. Bahkan, hanya dua puluh tahun sebelumnya suku ini tinggal dalam tepeesementara mereka berpindah mengikuti rute perburuan rusa. Mereka adalah orang-orang sederhana yang memiiki sedikit harta benda. Hanya dalam sepuluh tahun belakangan mereka telah memiliki televisi untuk rumah-rumah mereka yang sederhana.
           Kira-kira seribu orang menghadiri pertemuan-pertemuan itu. Saya berada di sana beberapa hari dan memperhatikan sesuatu yang janggal. Hampir tanpa pengecualian, semua yang berusia di atas dua puluh tahun betul-betul lapar akan segala hal tentang Allah. Mereka begitu bersemangat lebih daripada kebanyakan orang di Amerika Utara. Mereka sangat rindu mengenal Allah. Namun demikian, mereka yang berusia di bawah dua puluh tahun bersikap acuh tak acuh dan tampaknya tidak memiliki rasa lapar apa pun.
Dalam suatu pertemuan, urapan untuk mengajar dan berkhotbah begitu kuat. Orang-orang di tenda besar benar-benar sedang menyimak. Pada suatu saat, saya memperhatikan, di luar tenda, dan di belakang para remaja terlihat sangat bosan dan enggan. Saya tahu manakala khotbah itu membosankan, tetapi bukan itu penyebabnya; ada penyertaan yang luar biasa dari Roh Kudus untuk memberitakan Firman-Nya. Tiba-tiba sebelum saya menyadari apa yang sedang saya lakukan, saya mendapati diri saya berlari melintasi deretan tempat duduk, melewati mereka yang lapar untuk menghampiri  remaja di bagian luar tenda. Saya membujuk mereka untuk masuk dan mendengarkan. Mereka hanya memandangi saya sakan-akan saya sinting dan tidak memiliki pemahaman tentang hidup.
Saat itulah saya memperhatikan baju-baju dan topi-topi bisbol mereka; seakan-akan apa yang tertulis di situ bersinar dan terpancar. Mereka memakai beragam simbol tim basket dan sepak bola profesional. Roh Kudus menunjukan kepada saya mereka telah diracuni dan menjadi kenyang oleh apa yang ada di televisi. Secara menyedikan mereka telah menyerahkan kelaparan jiwa mereka pada apa yang tidak akan menguntungkan mereka! Saya sadar orang-orang yang lebih tua tidak dibesarkan dengan televisi. Ini menjawab keheranan saya tentang kesenjangan antara mereka yang berusia dibawah dan diatas dua puluh tahun.
Tolong pahami apa yang sedang saya komunikasikan. Televisi tidak selalu berbahaya bagi pertumbuhan dan rasa lapar kita, tetapi cara kita menanganinyalah yang berbahaya. Keluarga kami mempunyai televisi sekarang, meskipun ketika kami pertama kali menikah kami tidak memilikinya selama bertahun-tahun. Saya telah diilhami dan dididik oleh berbagai program. Saya dapat tetap mengikuti perkembangan dunia melalui televisi. Namun demikian, Itu bukan suatu yang memberi makan atau mengenyangkan saya. Itu bukan suatu pemuas bagi saya. Saya dapat menontonnya dan tetap merindukan hal-hal tentang Allah dan tetap bersekutu dengan Roh Kudus. Meskipun miskin, para remaja ini telah menyerahkan rasa lapar mereka pada apa yang tidak menguntungkan.
Tidak lama setelah perjalanan ini saya pergi ke bagian barat laut Amerika Serikat. Saya diminta untuk berkhotbah pada jumat malam. Pertemuan itu terbuka bagi seluruh jemaat, tetapi yang mengejutkan saya melihat bahwa lebih dari lima ratus orang dari tujuh ratus orang yang hadir adalah para remaja. Ketika pertemuan itu selesai saya medapati diri saya dikeliligi oleh lusinan remaja yang semuanya mengajukan pertanyaan-pertanyaan tetang hal-hal rohani. Saya melihat jam tangan saya dan jam menunjukkan hampir tengah malam. Kami telah begitu lama berbincang-bincang tentang hal-hal rohani setelah kebaktian. Akhirnya saya mengucapkan, “Saya suka ini! Kalian semua begitu lapar akan Allah!”
Mereka bertanya apakah mereka semua dapat mengajak saya makan siang keesokan harinya sebelum saya pulang. Saya  tidak dapat menolak tawaran mereka sehingga mereka meminjam sebuah ruangan atas yang besar di sebuah restoran dan diskusi itu berlanjut. Itu sungguh mengagumkan dan menyegarkan! Ada suatu kontras yang ironis di antara kedua kelompok remaja tersebut, para remaja yang kaya di barat laut merasa lapar sekalipun mereka memiliki jauh lebih banyak dari pada remaja Indian.
Di dalam gereja di barat laut, mereka yang berusia di atas dua puluh tahun tidaklah selapar para remajanya. Mengapa bukan mereka yang mengelilingi saya?  Mengapa para remaja jauh melampaui semua kelompok usia lainnya yang tergabung dalam kebaktian? Saya percaya jiwa-jiwa jemaat dewasa di bebani dengan kekhawatiran-kekhawatiran dan kesenangan hidup. Hal-hal rohani menjadi bagian dari hidup mereka, tetapi bukan pemuas bagi mereka, sekalipun mereka mengakui ketuhanan Yesus.
Setelah bertemu dengan gembala senior dan remaja di gereja ini menjadi jelas bahwa gembala senior mencerminkan dirinya di dalam jemaatnya, dan gembala remaja telah melakukan hal yang sama. Hosea 4:9 menjadi nyata bagi saya, “Seperti nasib rakyat demikianlah nasib imam’-Karena para imam jahat rakyat juga jahat” (NLT). Itu bisa saja berbunyi,”’seperti nasib jemaat, demikianlah nasib gembala’-jika gembalanya tidak memiliki semangat, jemaatnya menjadi suam juga.” Allah menggerakkan gembala remaja ini, yang begitu penuh dengan visi dan berapi-api, dan kini ia sedang menyentuh kota yang lain dengan cara-cara yang berpengaruh. (BERSAMBUNG)

PELIHARALAH RASA LAPAR ANDA (BAGIAN KEDUA) – selesai

2 komentar pada “PELIHARALAH RASA LAPAR ANDA – John Bevere (Bagian pertama)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *