Oleh Peter B, MA
(Apa yang saya sampaikan di sini adalah pokok-pokok pikiran dan poin-poin penting mengenai menguji pesan-pesan nubuatan sesuai petunjuk dalam Alkitab. Pembahasan mendetail mengenai hal ini akan ditulis dalam sebuah tulisan terpisah yang dibagikan secara eksklusif di waktu-waktu ke depannya)
MENGUJI NUBUATAN ADALAH PERINTAH TUHAN DAN TANGGUNG JAWAB KITA
1) Kita diperintahkan untuk menguji segala sesuatu (1 Yohanes 4:1; Efesus 5:9-10)
2) Kita diperintahkan bukan untuk menolak atau memandang nubuatan tidak berlaku, tetapi dipanggil untuk menguji nubuatan-nubuatan itu (1 Tesalonika 5:19-21)
3) Tuhan ingin supaya kita mengusahakan mencari kehendak-Nya (Efesus 5:17) dan Tuhan menyatakan kehendak-Nya, salah satunya, melalui karunia dan pelayanan bernubuat (1 Timotius 1:18; 4:14)
4) Nubuatan yang tidak teruji berpotensi menyesatkan dalam level pribadi maupun secara korporat bahkan hingga seluruh bangsa (1 Raja-raja 22:1-40; Yeremia 23:30-40)
5) Nubuatan yang teruji akan membawa pribadi atau korporat masuk dalam kehendak dan rencana Tuhan yang sempurna sehingga terjadi terobosan di alam rohani yang berdampak pada alam jasmani (Kisah Para Rasul 11:27-30; 13:1-3)
3 PRINSIP DASAR SEBAGAI LANGKAH AWAL YANG SANGAT KRUSIAL DALAM MENGENALI KEOTENTIKAN SEBUAH NUBUATAN
1) PRINSIP PERTOBATAN, HIDUP BAGI TUHAN DAN MENGASIHI TUHAN
Hidup yang lebih dahulu diserahkan dan dipersembahkan kepada Allah, meninggalkan pola pikir duniawi, mengalami pertobatan dan pembaharuan pola pikir dari waktu ke waktu menjadikan diri kita terbuka akan pengaruh dan pimpinan ilahi karena kita jauh lebih sedikit dipengaruhi keinginan duniawi atau semakin tidak terbiasa dengan pola pikir duniawi (Roma 12:1-3)
– Pikiran dan logika kita harus diubahkan supaya bisa memahami logika ilahi (1 Korintus 1:18-25)
– Pikiran duniawi mengenali jalan-jalan dunia ini. Pikiran Kristus mengenali pikiran Kristus dan jalan-jalan Tuhan (1 Korintus 2:16; Filipi 2:5)
– Mengenali suara Tuhan dan mengetahui kehendak Tuhan yang disampaikan melalui nubuatan sebenarnya sama dengan belajar mendengar suara dan kehendak Tuhan secara pribadi. Sebab keduanya sama-sama mengenali dan memastikan bahwa yang berbicara kepada kita secara pribadi atau melalui orang lain yang bernubuat adalah Tuhan sendiri (Roma 12:3)
– Merelakan dan merendahkan diri untuk belajar, memiliki hati seorang murid merupakan sesuatu yang vital dan mendasar (Matius 11:28-30; Mazmur 119:71,73; Yesaya 50:4). Demikian pula untuk hidup mengasihi Tuhan dengan segenap hati, segenap jiwa, segenap akal budi dan segenap kekuatan (Matius 22:37; Markus 12:30). Tanpa itu semua, kita selalu akan memprioritaskan dan memilih pesan-pesan rohani yang menyenangkan dan sesuai dengan kondisi, keamanan dan kenyamanan kita, yang dengan demikian menutup pintu dan segera menolak pesan-pesan yang tidak cocok dengan pikiran dan pandangan kita yang masih fokus pada diri kita sendiri.
– Mencari dan memikirkan Kerajaan Allah dan kebenaran-Nya adalah prioritas utama kita (Matius 6:33, Kolose 3:1-3). Dengan cara demikianlah kita dapat mengetahui lebih jelas mana yang merupakan jalan-jalan Tuhan yang adalah kebenaran sejati dan mana yang bukan.
– Sebelum kita benar-benar rela dan memberikan diri kita setiap hari menjadi seorang murid DAN MENYEDIAKAN DIRI HIDUP DALAM JALAN-JALAN-NYA SERTA MELAKUKAN KEHENDAK-NYA, kita akan selalu mudah jatuh dalam sikap maupun dosa kesombongan, yaitu merasa tahu seluruh kebenaran dan menolak ketika Tuhan berbicara mengenai suatu kebenaran sejati yang belum pernah kita ketahui sebelumnya (Kisah Para Rasul 10:1-24). Itu jualah yang akan menghalangi kita memahami apakah suatu pesan berasal dari Tuhan atau bukan.
– Hati yang tertuju pada Tuhan untuk melakukan kehendak-Nya menjadikan kita siap menerima apapun yang Tuhan hendak sampaikan dan perintahkan kepada kita. Sebaliknya, hati yang tidak tertuju pada Tuhan dan kehendak-Nya untuk hidup dalam jalan-jalan-Nya, akan terus meragukan pesan-pesan murni dari Tuhan yang menghendaki kita menaatinya.
2) PRINSIP HUBUNGAN PRIBADI DENGAN TUHAN
Hubungan pribadi dengan Tuhan yang dilanjutkan dengan suatu gaya hidup yang bergaul dengan Tuhan menjadikan kita semakin jelas, peka dan terbiasa dengan suara dan cara Tuhan berbicara
– Bertujuan belajar mengenal suara Tuhan sebab hanya dengan orang yang bergaul karib atau memiliki hubungan dekat, kita dapat mengenali warna suaranya dan gaya bahasanya (Mazmur 25:9,12,14)
– Domba-domba belajar mengenal suara gembalanya sehingga tidak keliru mengikuti pimpinan sang gembala (Yohanes 10:14,27)
– Tuhan masih berbicara kepada kita secara pribadi hingga kini. Melalui berbagai cara dan media. Bahkan sebenarnya lebih dahsyat daripada masa sebelumnya. Jika Ia tidak lagi berbicara, maka tidak perlu kita mengadakan dan menjalin hubungan dengan Dia. Sebagai contoh, kita dapat melihat di akhir masa para rasul, Tuhan masih berpesan kepada gereja-Nya (Wahyu 2-3). Roh Kudus diutus untuk memimpin kita dalam seluruh kebenaran dan hal-hal yang akan datang sesuai rencana Allah (Yohanes 16:13)
– Bukankah mengherankan jika orang-orang Perjanjian Lama mendengar Tuhan berbicara dan tidak keliru, mengapa kita yang ada dalam Perjanjian Baru yang telah menerima pencurahan dan didiami Roh Kudus, tak lagi merasakan dan mendengar Tuhan berbicara? Mengapa pula kita menjadi takut untuk keliru sedangkan kita punya panduan Kitab Suci yang memberikan petunjuk yang sangat limpah pada kita mengenai Tuhan kita?
– 1 Samuel 23:1-5; 2 Samuel 2:1-4; 2 Samuel 5:17-25 menunjukkan bahwa Tuhan berbicara secara pribadi terkait hal-hal yang praktis yang memerlukan pimpinan Tuhan secara langsung, bukan hanya melalui taurat atau firman tertulis pada waktu itu yang hanya petunjuk-petunjuk tentang hal rohani secara umum yang diperuntukkan bagi seluruh umat Tuhan
– Di sisi lain, Daud menerima pesan kehendak Tuhan yang disampaikan oleh nabi Natan (1 Samuel 7:1-17) yang menunjukkan bahwa selain mendengar secara pribadi, kita dapat mengetahui kehendak Tuhan melalui pesan-pesan nubuatan dari mereka yang Tuhan urapi menyampaikan pesan dari-Nya
– Seharusnya kita telah cukup berpengalaman mendengar suara Tuhan secara pribadi dan menguji serta memastikannya berasal dari Dia, sebelum kita bermaksud menguji suara Tuhan yang disampaikan oleh orang lain. Pengenalan kita akan bunyi dan bahasa yang digunakan Tuhan akan menolong kita mengenali lebih mudah dan lebih cepat suara Tuhan yang sejati.
3) PRINSIP HATI YANG BERSIH
Hati yang bersih dari segala ego, kepentingan,tujuan dan maksud-maksud demi kepentingan pribadi membuat hati dan pikiran kita jernih dan mudah menerima pesan Tuhan secara apa adanya
– Hati yang motifnya tidak murni cenderung mendengarkan apa yang ingin didengarkannya daripada mendengarkan apa yang didasari fakta dan yang merupakan kebenaran. Hati seringkali begitu licik dan dapat menipu kita (Yeremia 17:9). Lebih-lebih jika diliputi pengaruh kuasa-kuasa kegelapan (Yohanes 13:2; Kisah Para Rasul 8:18-24)
– Hati yang mengasihi dan mengabdi pada Tuhan saja yang dapat mendengar dengan jelas mana yang berasal dari Tuhan dan mana yang bukan (lihat Yohanes 7:14-18)
– Hati yang menginginkan hal-hal dan tertuju bukan kepada kehendak Allah dapat menjadi saluran bagi sumber yang lain, yaitu emosi, pikiran, kehendak pribadi maupun kehendak roh-roh jahat
– Karena sifat manusia yang kerap merasa dirinya benar, maka kita dapat salah menangkap apa yang ada di pikiran dan di hati kita sebagai sesuatu yang keliru atau tidak tepat. Dan karena manusia seringkali mencari keuntungan dan kepentingan pribadinya, maka apabila ia tidak sungguh-sungguh bebas dari kepentingan dirinya, Tuhan dan firman-Nya dapat dijadikan dasar alasan sebagai pembenar dan bahwa yang dirasakannya dalam hati itu sebagai suara dan kehendak Tuhan.
– Seperti menggunakan kaca mata dengan warna tertentu, dimana hasil dari penglihatan kita akan diwarnai oleh warna lensa kaca mata kita yang berwarna itu, begitu pula ketika kita mendengar suatu pesan firman atau nubuatan dengan sudut pandang kepentingan kita sendiri. Kita tidak bisa memperoleh kejelasan dan kejernihan dari pesan Tuhan itu.
– Singkatnya, jika hati kita tidak benar-benar bersih dari kepentingan dan keinginan sendiri, pada saatnya, kita dapat disesatkan atau menyesatkan orang lain dengan menerima atau menyampaikan pesan nubuatan yang benar di pandangan kita sendiri dan yang bersesuaian dengan tujuan-tujuan kita sendiri. Yeremia 6:13-14; 14:13-14 menunjukkan betapa banyak umat Tuhan yang mudah dikelabui oleh nabi-nabi palsu dengan pesan nubuatan, penglihatan dan rekaan mereka. Oleh karena apa? Karena banyak orang lebih suka prediksi dan nubuatan yang menyampaikan hal-hal yang baik, yang menyenangkan hati dan telinga pendengarnya.
– Jika kita bermaksud menguji suatu nubuatan, introspeksi diri menjadi suatu dasar persiapan yang merupakan keharusan dan keniscayaan agar kita tidak tertipu oleh hati kita sendiri. Hanya dengan kejujuran diri sendiri menilai apakah kita netral, bening, transparan dan tidak dicemari kepentingan-kepentingan kita pribadi sehingga kita berhenti dari fokus dan mendengar apa yang ingin kita dengar saja, maka kita dimampukan mengenali secara jelas itu merupakan suara dan pesan dari Tuhan.
KESIMPULAN
– Menguji pesan-pesan nubuatan yang pada umumnya selalu diklaim berasal dan diterima dari Tuhan sendiri membutuhkan suatu kondisi yang tepat dan siap untuk mengenali dan memastikannya.
– Tanpa kondisi awal yang tepat dan tanpa dasar-dasar yang benar, maka kemungkinan besar pengujian hanya merupakan sesuatu yang membuang-buang waktu saja bahkan bisa berpotensi semakin menyesatkan diri kita sendiri oleh sebab meleset dalam menafsir suatu pesan profetik. Yang bukan berasal dari Tuhan akan kita terima sebagai pesan dari Tuhan tetapi yang sesungguhnya merupakan isi hati Tuhan kita tolak sebagai sesuatu yang salah dan sesat.
– Faktor kerohanian kita (penyerahan hidup, hubungan pribadi dengan Tuhan dan kejujuran pada diri kita sendiri di hadapan Tuhan) menentukan sejauh mana kita akan melangkah ke tahap selanjutnya : tahap-tahap menguji dan memastikan suatu pesan nubuatan dari Tuhan atau bukan.
Salam revival!
Hamba sahaya di Ladang Tuhan
SERI PENGAJARAN TERKAIT MENGUJI NUBUAT: