PUAS DI DALAM TUHAN


RENUNGAN MAZMUR 4
(Ditulis oleh Bp. Peter Bambang Kustiono)
 
                Apa yang kita renungkan dimalam hari sebelum masuk keperaduan? Betapa melelahkan hari itu? Hari yang berat? Membosankan? Atau hari sial? Belajarlah dari Daud sekali lagi. Di malam hari ia berkata dalam hatinya: BETAPA BERUNTUNGNYA HIDUPKU DI DALAM TUHAN!
ORANG-ORANG YANG PATUT DIKASIHANI
                Setelah beraktivitas seharian, Daud masuk ke dalam peristirahatannya dengan berbagai perasaan. Yang pertama, hatinya bersedih karena kehidupan orang-orang di sekitarnya. Di pandangan Daud, mereka “Menodai kemuliaannya, mencintai yang sia-sia, dan mencari kebohongan” (ay. 4). Apa maksudnya? Maksudnya adalah apa yang dipandang mulia oleh Daud sangat berbeda dengan apa yang dipandang mulia oleh sebagian besar orang. Di pandangan orang, kemuliaan adalah jika mereka kaya, terkenal, berkuasa, dsb. Bagi mereka, mengikut Tuhan adalah omong kosong dan hidup berserah pada Tuhan adalah hidup yang paling bodoh. Tetapi Daud tahu bahwa hidup demikian justru sia-sia dan mengejar kebohongan belaka. Mereka tertipu…..dan celakanya mereka tidak tahu mereka tertipu. Sungguh kasihan!

HIDUP YANG DIBEDAKAN
                Berbeda dengan para penyembah sejati. Mereka mengerti dan percaya bahwa : “the Lord has Chosen everyone who is faithful to be his very own” (ay. 4) – Tuhan telah memilih setiap orang yang setia dan mencari Dia menjadi milik kepunyaanNya sendiri! Bagi orang-orang ini Tuhan akan membuat perbedaan. Salah satu perbedaannya : Ia mendengarkan doa-doa mereka (ay. 4b). Sungguh, tidak pernah sia-sia yang mengutamakan Dia. Sekalipun seringkali merasa sendirian dan tidak ada jawaban, tetapi Tuhan ada di pihak orang-orang pilihanNya. Rugilah kiranya mereka yang tidak mengenal dan bergaul karib dengan Dia! Dalam kemarahan dan kesedihan, renungan Daud berlanjut…. (ay. 5). Kini ia memandang pada hidupnya dan menemukan betapa berbedanya hidup seorang penyembah sejati dengan mereka pada umumnya…..
                Hidup penyembah sejati terangkum dalam ayat 6. Penyembah sejati mempersembahkan korban yang benar (yaitu 100% dari hidupnya) dan percaya sepenuhnya bahwa Allah tidak akan pernah meninggalkan atau mengecewakan dia. Mereka yang masih tertipu dengan daya tarik dunia ini, tidak akan pernah menyerahkan hidup sepenuhnya kepada Tuhan. Sebagian saja itu sudah cukup. Mereka berpikir, bagaimana mungkin mempertaruhkan hidup pada sesuatu yang tidak kelihatan. Tetapi saat musibah datang dan tiada jalan keluar, mereka mencoba berlari kepada Tuhan yang telah mereka tinggalkan. Terkadang dalam kemurahan kasihNya, Tuhan masih mempedulikan. Tetapi jelas bukan itu yang menyenangkan hatiNya.
Di tengah perjalanan hidup dalam kesia-siaan dan kebohongan, pada akhirnya mereka akan berseru, “Adakah yang baik dalam hidup kita? Adakah yang memuaskan?” Half-hearted always be disappointed! Mereka yang setengah hati pasti kecewa dan merana. Manisnya hidup hanya ada dalam persekutuan hidup dengan Tuhan. Di saat-saat seperti itu, kita memiliki apa yang orang dunia tidak punyai.
SUKACITA DAN DAMAI SEJAHTERA YANG BERLIMPAH
                Ya, di dalam hidup yang dipersembahkan kepada Tuhan justru ada 2 perkara yang sebenarnya dicari manusia di dunia. Dunia haus akan kesenangan, tetapi penyembah sejati berlimpah ruah dalam sukacita (ay. 8). Sukacita itu jauh melebihi mereka yang sedang untung besar dan kelimpahan harta benda! Mengapa? Karena sumber sukacita kita adalah kekal dan selamanya : “di hadapanNya ada sukacita berlimpah-limpah…..” (Maz. 16:11).
Ketenangan dan ketentraman. Tidur dengan aman. Di manakah itu terdapat? Suite room hotel berbintang? Kamar mewah dengan AC, peralatan termutakhir, bantal guling terbaik? Tentu saja tidak. Sebab semuanya itu – sama seperti sukacita yang berlimpah itu – hanya didapat dalam persekutuan yang manis dengan Tuhan, dimana hidup kita telah dipersembahkan seluruhnya kepadaNya dan kita menaruh harap hanya pada Dia.
Renungkan sekali lagi perkataan terakhir sebelum tidur ini : “Dengan tentram aku mau membaringkan diri, lalu segera tidur. Sebab hanya Engkaulah, ya Tuhan, yang membiarkan aku diam dengan aman.” Saya berharap kita merenungkan hal yang sama dengan Pemazmur. Selamat tidur, kita aman dalam lindungan Tuhan. Amin….    

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *