RELA UNTUK TAAT, TAAT DENGAN RELA

Oleh: Peter B, MA





“Dengan rela hati aku akan mempersembahkan korban kepada-Mu, bersyukur sebab nama-Mu baik, ya TUHAN.”
-(Mazmur. 54:8)-


“Tetapi Paulus menjawab: “Mengapa kamu menangis dan dengan jalan demikian mau menghancurkan hatiku? Sebab aku ini rela bukan saja untuk diikat, tetapi juga untuk mati di Yerusalem oleh karena nama Tuhan Yesus.”
-(Kis. 21:13)-

Inilah yang menjelaskan mengapa pada waktu penghakiman di akhir zaman, TUHAN bisa saja menolak orang-orang yang telah melakukan “pekerjaan-pekerjaan besar” bagi Dia di dunia. Mereka berkata, “Bukankah kami bernubuat demi nama-Mu, dan mengusir setan demi nama-Mu, dan mengandakan banyak mujizat demi nama-Mu juga?” (Mat. 7:22) tetapi pada waktu itu TUHAN akan berterus terang kepada mereka, “Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari pada-Ku, kamu sekalian pembuat kejahatan!” Dapatkah kita menerima dan mempercayai kata-kata ini? Jelas ini kata-kata Yesus Kristus sendiri dan tidak dapat dipungkiri lagi.

KERELAAN DAN KERINDUAN UNTUK TAAT
Sesungguhnya yang dicari Tuhan adalah mereka yang “melakukan kehendak Bapa yang di Sorga” (Mat. 7:21). Bukankah Bileam telah melakukan kehendak Tuhan? Benar, tetapi ia tidak melakukannya dengan kerelaan, ia melakukannya dengan terpaksa. Mungkin bagi  beberapa orang yang otoriter dan makhluk lainnya semacam iblis, yang penting adalah ketaatan mutlak, tidak perduli dengan apakah itu dilakukan dengan terpaksa atau tidak. Tetapi ini berbeda dengan Allah kita, IA TAHU SEGALA SESUATU. Tuhan mengenal setiap hati manusia yang terdalam. Tuhan tidak hanya mencari ketaatan mutlak tetapi Tuhan juga mencari hati yang rela dan mau taat, dengan sukacita dan kerinduan melakukan kehendakNya, tanpa paksaan apapun.

Jika direnungkan, bukankah saat seseorang melakukan apa yang kita suruh tetapi tidak dengan hati yang rela (setengah hati) atau dengan perasaan terpaksa, kita seringkali menolaknya dan memilih untuk orang tersebut sebaiknya tidak melakukannya? Bagaimana perasaan seorang majikan jika ia mengetahui pegawainya melakukan tugas-tugasnya dengan hati yang melawan kepadanya? Bagaimana perasaan seorang suami yang dilayani oleh istrinya tanpa kerelaan dan cinta? Bagaimana perasaan seorang bapa yang melihat anak-anaknya taat tetapi tidak dengan kerelaan dan sukacita?

Bagi beberapa orang, mungkin saja ini tidak begitu berarti; bagi mereka yang penting patuh, itu cukup. Tetapi tidak demikian dengan Bapa kita yang penuh kasih. Tuhan merindukan anak-anakNya taat sepenuhnya kepadaNya tetapi tidak hanya itu, Tuhan mau anak-anakNYA taat dengan alasan yang benar yaitu karena mengasihi dan rindu menyukakan hatiNya.

Suatu kali Yesus memberikan perumpamaan mengenai hal ini. Ada dua orang anak, sulung dan bungsu. Bapa dari dua orang anak ini suatu kali menyuruh anak-anaknya untuk mengerjakan kebun anggur (lihat Mat. 21:28-31). Yang sulung menanggapi perintah bapanya dengan sikap yang ‘kelihatannya’ baik dan rela. Ia menjawab, ”Ya, bapa”; tetapi ia tidak pergi melakukan apa yang diperintahkan bapanya itu. Yang bungsu menanggapi dengan cara yang berbeda; ia menolak untuk melakukan perintah bapanya itu. Si bungsu menjawab. ”Aku tidak mau”; tetapi ia akhirnya pergi untuk melakukan perintah bapanya itu. Manakah yang lebih baik? Kita semua tahu, apa yang dilakukan oleh si bungsu lebih baik daripada yang dilakukan oleh si sulung. Si bungsu tidak bersikap munafik; semula memang ia tidak mau tetapi akhirnya hatinya tergerak dan ia kemudian  memilih untuk taat. Semula ia tidak mau taat tetapi kemudian ia mau taat. Tetapi jika ditanyakan manakah yang TERBAIK? Apa jawaban Anda? Ya, benar. Yang terbaik tidak ada dalam cerita itu.

Yang terbaik adalah seharusnya kita menanggapi dan menyambut perintah Bapa seperti anak sulung dan kita melakukan perintah itu seperti anak yang bungsu. Mulut kita mengucapkan, ”ya” dan tindakan kita mengatakan hal yang sama. Pada awalnya kita memang rela untuk taat, dan kemudian kita bertindak dalam ketaatan itu dengan sukacita, bukan terpaksa. Selayaknyalah Tuhan menerima yang TERBAIK dari hidup kita.

Allah mencari di tengah-tengah anak-anaknya dan hamba-hambaNya suatu hati yang rindu dan rela untuk taat kepadaNya, suatu hati yang lamban untuk mengutamakan dan mengejar kepentingan sendiri tetapi tidak pernah merasa berat dan terpaksa untuk melakukan perintah-perintahNya. TUHAN MENCARI HATI YANG RELA DAN CEPAT UNTUK TAAT. Ketaatan karena terpaksa dan tanpa kesediaan hati yang tulus bukanlah suatu hubungan yang baik, manis dan akrab. Ketaatan seperti Bileam bukanlah penyembahan sejati. Sekalipun Bileam seorang pelayan Tuhan, ia bukan penyembah yang sejati. Apakah artinya melayani Dia tetapi tidak diinginkan oleh Dia? Apalah artinya beribadah dan melakukan sesuatu bagi Tuhan tetapi kemudian semuanya itu tidak dikenalNya? Ingatlah sekali lagi dengan jelas: Bapa mencari penyembah-penyembah yang sejati! (Yoh. 4:23-24). Penyembah-penyembah palsu menyembah dengan hati yang tidak tulus, iri hati, sombong, dan penuh  dengan kepentingan diri sendiri tetapi penyembahan yang sejati berasal dari hubungan yang intim, akrab, mendalam, kuat dan dipenuhi kasih satu dengan yang lainnya. Pertama-tama adalah kasih dan dari situ ketaatan muncul sebagai kepastian.

Penyembah sejati tidak memiliki kerinduan yang lain semata-mata untuk mendahulukan dan menyenangkan hati Tuhannya. Penyembah sejati meletakkan Tuhan di tempat yang paling atas dan dirinya sendiri di tempat  yang jauh di bawahnya. 

Kita tahu sekarang mengapa Bapa mencari penyembah-penyembah sejati: karena penyembah sejati senantiasa rindu untuk taat dan melakukan setiap  kehendakNya. Semuanya untuk kebaikan kita sendiri pula. Jangan lagi menjadi Bileam-Bileam tetapi berdoalah, _“… tetapi bukanlah kehendakKu, melainkan kehendakMulah yang terjadi”._ Amin. SELESAI

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *