Tabernakel Daud adalah tabernakel yang unik. Ditempat penyembahan yang lain dimana tabut perjanjian hadir, para penyembah harus menyembah sesuatu yang berada di balik tirai tanpa mengetahui atau melihat dengan persis apa yang ada di sana. Hanya imam besar yang dapat masuk ke balik tirai — dan itu bahkan hanya sekali dalam setahun. Namun dalam tabernakel Daud, kemuliaanTuhan bisa dilihat oleh semua orang — apakah mereka para penyembah, orang-orang yang lewat, maupun para penyembah berhala. Penyembahan yang tidak terse1ubung memberikan pandangan yang tak terintangi!
Mukjizat “rumab kesukaan Tuhan” dapat ditelusuri hingga ke kerinduan Daud akan hadirat Tuhan. Ia berkata, “Bagaimana aku bisa membawa tabut Tuhan kepadaku?” Ia bertindak untuk memenuhi kerinduan tersebut dengan segala keberadaannya. Usaha pertamanya untuk membawa tabut perjanjian ke Yerusalem berakhir dalam bencana; dan mengakibatkan perubahan total dalam metode-metode Daud dalam “menangani yang kudus”. Ketika akhirnya Daud dan arak-arakannya yang terdiri dan kaum Lewi dan para penyembah mencapai Yerusalem setelah perjalanan kaki yang meletihkan sejauh 15 mil, Daud menari-nari karena lega sekaligus gembira: “Kita berhasil!”
Dalam proses membawa tabut dan memuja Tuhan itu, Daud mulai menghargai hal-hal yang dihargai oleh Tuhan. Namun sebaliknya, istrinya Mikhal lebih mementingkan gengsi dari Tuhan. Kutukan kemandulan menimpanya, walaupun fakta bahwa ia tidak memiliki anak dapat dihubungkan dengan kerenggangan hubungannya dengan Daud.
Secara manusia, terkadang perjumpaan yang intim dengan Tuhan memalukan. Kekristenan Amerika dikotori oleh gereja-gereja mandul yang telah memalingkan din mereka dan keintiman penyembahan. Mereka adalah Mikhal-Mikhal modern yang juga telah memilih untuk lebih mementingkan gengsi ketimbang keintiman dengan Tuhan.
Ingatlah bahwa Daud tidak mengejar emas; ia memiliki cukup banyak emas. Ia tidak mengejar peti tabut; ia bisa membuat peti-peti yang lain. Ia tidak tertarik pada barang-barang yang terdapat dalam peti tabut itu; barang-barang tersebut adalah kenang-kenangan yang indah dan penampakan Tuhan kepada manusia jauh sebelum ia dilahirkan, namun barang-barang tersebut tidak membuatnya tertarik. Daud mengejar nyala api biru kemuliaanTuhan. Dengan tindakan-tindakannya, Daud berkata, “Aku harus belajar bagaimana cara membawa nyala api biru itu.”
Kita bisa membangun gedung-gedung yang lebih indah, kita bisa memiliki kelompok paduan suara yang lebih besar, kita bisa menggubah musik yang lebih merdu, dan kita juga bisa mengkhotbahkan khotbahk hotbah yang lebih hebat — kita bisa melalukan segala sesuatu yang lebih baik dan sebelumnya. Namun jika kita tidak membawa “nyala api biru,” maka Tuhan tidak akan merasa senang. Dan Ta akan memastikan bahwa gereja-gereja “yang tidak menyala” menjadi tidak penting bagi manusia sebagaimana itu tidak penting bagi-Nya. Tidak ada “nyala” menunjukkan tidak ada api, yang pada akhirnya akan menghasilkan bangunan-bangunan yang tandus dan hati-hati yang kosong. Seseorang harus berkata, “Di sini dingin — itulah sebabnya semua orang pergi. Marilah kita menyalakan kehangatan penyembahan.”
Daud Melangkah Melampaui Selubung Pemisah
yang Membawa Kematian
Entah bagaimana, dalam proses membawa tabut Daud mempelajari sesuatu yang menolongnya melangkah melampaui keterbatasan keimaman Harun dan peraturan-peraturan keimaman Musa. Entah bagaimana si gembala yang penyembah ini telah melangkah melampaui selubung pemisah yang menakutkan dan membawa kematian, untuk memasuki sebuah dunia keintiman dengan Tuhan yang baru. Hal ini mengubah seluruh konsep penyembahannya.
Ketika orang-orang Lewi yang kelelahan pada akhirnya mencapai kemah sementara yang telah didirikan oleh Daud untuk tabut perjanjian di Bukit Sion, Daud berkata, “Kamu tahu, suatu hari nanti aku berharap bisa melakukan sesuatu yang lebih baik, namun sekarang ini beginilah cara kita akan menyembah.” Para imam dengan sukacita menurunkan tabut perjanjian dan bahu-bahu mereka yang letih dan meletakkannya. Namun ketika beberapa orang Lewi itu hendak meninggalkan tempat itu, Daud menghentikan mereka dan berkata, “Tidak, tidak, kamu tidak boleh pergi.”
“Tetapi, Daud, kami baru saja berjalan bermil-mil dengan memikul tabut tersebut di pundak kami. Kami telah mempersiapkan dan mempersembahkan ribuan binatang kepada Tuhan. Belum selesaikah tugas kami? Lagi pula, tidak ada selubung atau Tempat Yang Mahakudus!”
Daud memberi tahu mereka, “Tidak. Aku tidak akan membiarkan tabut ini terabaikan di sini sebagaimana ia telah terabaikan di Silo. Kenakanlah kembali efodmu. Keluarkan kembali alat-alat musik dan harpamu. Beberapa diantaramu bisa beristirahat makan siang, tetapi yang lain tetap tinggal di sini.”
Daud memberi tahu mereka, “Tidak. Aku tidak akan membiarkan tabut ini terabaikan di sini sebagaimana ia telah terabaikan di Silo. Kenakanlah kembali efodmu. Keluarkan kembali alat-alat musik dan harpamu. Beberapa diantaramu bisa beristirahat makan siang, tetapi yang lain tetap tinggal di sini.”
“Baiklah, untuk siapa kami tetap di sini, Raja Daud? Apakah engkau ingin mendengarkan kami bermain musik?”
“Tidak, tidak. Bukan untukku — melainkan untuk Tuhan; Ia yang akan menjadi Pendengar. Ia menginginkan kita untuk menyembah-Nya senantiasa.”