Saya tidak menyadari bahwa Tuhan memiliki rumah kesukaan sampai liburan musim panas bersama keluarga saya dalam sebuah “tur warisan” keluarga saya ketika saya masih kecil. Bagaimana pun kami harus pergi ke kota kelahiran saya West Monroe, Louisiana, untuk menemui kakek saya. Karena kami sudah berada di kota tersebut, pada suatu siang yang panas di Louisiana, saya mengumpulkan keluarga saya ke dalam mobil van kami untuk sebuah tur di daerah tempat tinggal saya dahulu dan rumah di mana saya dibesarkan.
Beberapa orang akan berkata bahwa tidak ada yang istimewa di West Monroe, namun bagi saya tidak demikian karena itu adalah rumah saya. Kami tinggal di sebuah rumah papan berwarna putih di 114 Slack Street. Pohon magnolia yang besar di salah satu ujung halaman depan masih ada di sana (pohon tersebut adalah pohon terbaik untuk dipanjat oleh anak-anak lelaki kecil), namun pohon ek (oak tree) yang terletak di satu ujung lainnya telah lama tiada (pohon ini tidak begitu bagus untuk dipanjat). Setiap sudut jalan tampak memiliki sebuah memori yang kuat, yang ingin saya bagikan kepada kéluarga saya yang merasa tertarik ketika kami melewatinya. Saya menunjukkan tempat di mana ayah mereka bersekolah dan menceritakan segala sesuatu yang kami lewati dalam sepanjang tur kami (benar-benar terlupa pada pendengar saya yang terkantuk-kantuk).
Ketika kami menepi di depan rumah, saya menunjukkan selokan di mana anak nakal di daerah kami, Clint, dan saya berkelahi setelah ia mengolok-olok saudara perempuan saya. Pada saat itu perkelahian tersebut tampak seperti sebuah pertempuran alkitabiah, namun versi singkat dan perkelahian tersebut adaah saya memukul hidung Clint dan ia memukul perut saya, dan kami berdua pulang ke rumah sembari menangis.
Saya menyukai rumah dimana saya tinggal dan dibesarkan, dan secara alami saya mengasumsikan bahwa anak-anak saya akan menyukainya juga. Tampak jelas bagi saya bahwa tidak seorang pun di rumah siang itu, namun di kota-kota Louisiana utara kami memiliki persahabatan yang karib dan sebuah kode tak tertulis yang memungkinkan “tur warisan”. Saya tidak tahu siapa pemilik rumah itu sekarang, namun saya pikir tak ada orang yang akan marah jika keluarga Tenney datang ke rumah milik mereka dahulu.
Saya Memiliki Ingatan yang Kuat dan Rumah Kesukaan Saya
Tur hebat tersebut dimulai dan halaman depan (dengan cukup banyak kisah tentang halaman depan, yang kira—kira membutuhkan waktu 30 menit). Saya memiliki banyak kenangan tentang apa yang terjadi di rumah kesukaan saya di 1 1 4 Slack Street, dan saya ingin anak-anak saya memiliki perasaan warisan dan hubungan historis dengan rumah tersebut.
Dengan perlahan kami mengelilingi rumah itu sementara saya menunjukkan tempat-tempat historis yang terpenting dan mengenang kehidupan di “surga”. Ketika kami melewati pagar di dekat serambi belakang, saya menceritakan kepada anak-anak saya mengenal anjing yang menggigit tukang pengantar. Saya belum pernah melihat seorang tukang pengantar yang menari dengan begitu terampil dengan bungkusan di tangannya. Anjing saya bukanlah anjing yang benar-benar besar, namun ia memberikan cukup inspirasi untuk memotivasi pria itu untuk melangkah lebar-lebar di sepanjang halaman belakang tersebut. Secara pribadi, saya pikir itu adalah sesuatu yang sangat lucu, namun pria itu tidak terlalu senang dengannya.
Keluarga Saya Meninggalkan Saya
Saya menceritakan rumah bermain di halaman belakang dan ayunan pohon buatan saya sendiri di mana saudara perempuan saya berhasil memenuhi nubuatan ibu saya dengan patahnya lengannya. Saya benar-benar mulai merasa senang dengan tur tersebut ketika, sekitar tiga perempat perjalanan mengelilingi rumah tersebut, saya menengok ke belakang dan tidak melihat seorang pun di sana. Saya berpikir, Yah, mereka telab menemukan sesuatu yang benar-benar menarik, dan mereka masih, terpesona dengannya. Saya baru saja menunjukkan tempat di mana saudara perempuan saya dan saya mengubur binatang kesayangan kami, jadi saya berpikir bahwa mungkin mereka merasa sedih atau mungkin terpesona dengan kebun bunga di mana ibu saya mengajari saya bagaimana cara menanam bunga.
Ketika saja menelusuri kembli langkah-langkah saya, saya menyadari bahwa keluarga saya telah meninggalkan saya. Saya akui bahwa saat itu adalah tengah hari di Louisiana yang panas, dengan 95 derajat Fahrenheit di luar dan 100 persen kelembaban, namun tidakkah mereka memahami bahwa itu adalah harga yang sangat murah untuk berada di “surga”? Sebenarnya mereka yakin hahwa saya telah terhilang di “negeri antah-berantah”. Mereka telah kembali ke mobil, dimana mereka dapat merasakan dinginnya pendingin udara. Wajah mereka menunjukkan kebosanan yang amat sangat ketika mereka berdebat soal kaset apa yang akan mereka putar “sementara Ayah melakukan perjalanan kenangannya”.
Ketika saja menelusuri kembli langkah-langkah saya, saya menyadari bahwa keluarga saya telah meninggalkan saya. Saya akui bahwa saat itu adalah tengah hari di Louisiana yang panas, dengan 95 derajat Fahrenheit di luar dan 100 persen kelembaban, namun tidakkah mereka memahami bahwa itu adalah harga yang sangat murah untuk berada di “surga”? Sebenarnya mereka yakin hahwa saya telah terhilang di “negeri antah-berantah”. Mereka telah kembali ke mobil, dimana mereka dapat merasakan dinginnya pendingin udara. Wajah mereka menunjukkan kebosanan yang amat sangat ketika mereka berdebat soal kaset apa yang akan mereka putar “sementara Ayah melakukan perjalanan kenangannya”.
Saya merasa terluka. Tidak, saya merasa lebih dan sekadar terluka. Saya marah. “Apa masalah kalian?” saya berkata. “Saya berusaha menunjukkan semuanya ini kepada kalian…”
“Kami bosan…” sela Andrea, anak perempuan termuda saya. “Yah, rumah mi tidak berarti apa pun bagi kami,” anak perempuan tengah saya, Natasha, menimpali.
Untuk sejenak, saya nyaris mengharapkan melihat halilintar menyambar mobil kami. Bagaimanapun, Anda tidak berbicara tentang tanah suci dengan cara demikian. Tindakan tersebut nyaris melanggar susila! Kemudian anak perempuan tertua saya yang tidak ada sangkut pautnya dengan hal tersebut berkta, “Yah, satu-satunya alasan rumah mi berarti bagi Ayah adalah karena kenangan-kenangan yang Ayah miliki. Kami tidak memiliki kenangan apapun yang berhubungan dengan rumab itu.”
Saya terhenyak, anak perempuan saya benar. Keluarga saya tidak harus tertarik dengan rumah di 114 Slack Street dengan cara yang sama seperti saya. Saya bisa menceritakan kisah-kisah tentang kehidupan di rumah itu, namun kisah-kisah tersebut lebih dan sekadar kisah bagi saya. Kisah-kisah tersebut adalah kehidupan saya yang terkunci dalam kenangank-kenangan akan rumah kesukaan saya.