“Beginilah firman TUHAN: Bukankah dengan nyata Aku menyatakan diri-Ku kepada nenek moyangmu, ketika mereka masih di Mesir dan takluk kepada keturunan Firaun?
Dan Aku telah memilihnya dari segala suku Israel menjadi imam bagi-Ku, supaya ia mempersembahkan korban di atas mezbah-Ku, membakar ukupan dan memakai baju efod di hadapan-Ku; kepada kaummu telah Kuserahkan segala korban api-apian orang Israel.
Mengapa engkau memandang dengan loba kepada korban sembelihan-Ku dan korban sajian-Ku, yang telah Kuperintahkan, dan mengapa engkau menghormati anak-anakmu lebih dari pada-Ku, sambil kamu menggemukkan dirimu dengan bagian yang terbaik dari setiap korban sajian umat-Ku Israel? “
~Pesan Tuhan bagi imam Eli dan anak-anaknya dari abdi Allah yang tak disebutkan namanya (1 Samuel 2:27-29)
“Para pencuri dan perampok hidup di tempat persembunyian dan gua-gua. Yudea merupakan wilayah yang dipenuhi tempat-tempat semacam itu. Di dalam sarang mereka, para pencuri merencanakan dan melakukan kejahatan. Para pembeli dan penjual (di bait suci) menyerupai mereka. Mereka menjadikan bait suci sebagai tempat mencari keuntungan; mereka berbuat curang dan melakukan penipuan; mereka mengambil untung dari orang-orang miskin, dan, karena keharusan untuk membeli benda-benda itu untuk mempersembahkan korban, mereka “merampok” orang-orang itu dengan menjual dagangan mereka dengan harga yang sangat tinggi.”
~Albert Barnes tentang sarang penyamun
“Saya yakin bahwa satu alasan mengapa gereja Tuhan saat ini hanya memiliki pengaruh yang kecil atas dunia ialah karena dunia mempunyai pengaruh yang terlalu besar atas gereja”
~ Charles H Spurgeon
Tidak hanya sekali tetapi dua kali, Yesus menyucikan bait Allah. Yang pertama di awal pelayanan-Nya (Yoh. 2:13-16) dan yang kedua mendekati akhir pelayanan-Nya (Mat. 21:12-13; Mrk. 11:15-17; Luk. 19:45-46). Yang pertama Yesus menegaskan supaya orang-orang tidak menjadikan rumah Bapa sebagai tempat berjualan. Yang kedua, Yesus berbicara lebih keras lagi.
Kita sudah sering membaca pernyataan yang keras ini:
“Ada tertulis: Rumah-Ku akan disebut rumah doa. Tetapi kamu menjadikannya SARANG PENYAMUN” (Mat. 21:13).
(huruf besar ditambahkan penulis untuk penekanan)
Jelas itu suatu tuduhan yang serius. Terhadap orang-orang yang mengadakan aktivitas rohani di Bait Allah, Yesus menuding mereka sebagai orang-orang yang menjadikan tempat untuk beribadah pada Allah itu serupa tempat berkumpulnya para penjahat.
Rumah yang seharusnya menjadi tempat dimana doa, pujian dan penyembahan pada Tuhan semesta alam, di mata Yesus (dan di mata Bapa sorgawi, sebab Yesus dan Bapa itu satu) tempat kudus itu telah berubah wujud dan fungsi sebagai tempat berlindung para begal.
Sungguh tuduhan yang tidak main-main. Jika itu dilakukan oleh seseorang hari ini terhadap gereja Tuhan, maka orang tersebut akan mengalami serupa dengan yang dialami Kristus. Dipandang sebagai guru sesat dan terlalu lancang memberikan pernyataan yang menghakimi, para pemimpin agama akhirnya sampai pada titik kesabarannya menghadapi Sang Anak Manusia. Setelah peristiwa itu, mereka mematangkan rencana untuk membunuh Yesus (Luk. 19:47-48; Mark. 11:18).
Ribuan tahun berlalu, Firman itu tetap tertulis sebagai perenungan bagi kita semua. Jika kita tidak memahami maksud hati Tuhan dan belajar akan jalan-jalan-Nya, kita akan jatuh di lubang yang sama. Rumah doa menjadi sarang penyamun masih akan menjadi tegoran yang bergema hingga kini atas gereja-Nya. Melalui pesan ini, sesungguhnya Tuhan hendak menyampaikan bahwa suatu tempat yang semula didirikan untuk menyembah dan memuliakan Tuhan dapat berubah menjadi sarang kejahatan -dan tidak banyak yang menyadarinya atau memandangnya sebagaimana yang Tuhan lihat. Adalah biasa kita memandang gereja sebagai tempat kudus dan pasti demikian karena nama Tuhan disebut-sebut di sana. Tapi firman Tuhan berkata tidak selalu demikian gereja di pemandangan Tuhan. Tempat suci menurut manusia bisa menjadi tempat kejahatan, itulah yang Yesus katakan sendiri.
ADA APA DENGAN SARANG PENYAMUN?
Den of robbers. Sarang dari para perampok. Serupa itulah Yesus memandang dan menyebut bait suci yang digunakan beribadah pada waktu itu. Itu mengacu pada gua-gua di lereng-lereng gunung Israel yang digunakan para perampok untuk bertemu khususnya sebelum dan sesudah melakukan kejahatan mereka.
Jika direnungkan dengan seksama, maka setidaknya hal-hal inilah yang kemungkinan kita dapati dari apa yang disebut “sarang penyamun” itu:
1. Suatu tempat yang gelap, dingin dan tidak layak didiami manusia tanggapannya baik sesuai tanggapannya diciptakan menurut gambar Allah;
2. Di sana berkumpul orang-orang yang sangat egois, keji, buas dan tak mengenal belas kasihan, yang tidak segan melakukan yang jahat pada orang lain demi memperoleh keinginannya;
3. Merupakan tempat penyimpanan dan persembunyian hasil kejahatan mereka;
4. Di tempat itu, para pencoleng membagi-bagi hasil rampasannya, bercanda ria atau bertengkar satu sama lain bahkan merencanakan aksi-aksi kejahatan mereka selanjutnya, satu tempat yang tidak mengenal Tuhan maupun memiliki takut akan Tuhan;
5. Banyak yang yakin bahwa gua-gua itu juga semacam tempat kediaman orang-orang yang memberontak pada pemerintahan yang ada
Masalahnya, mengapa tempat ibadah bagi Tuhan disamakan dengan itu?
BUKAN TEMPATNYA, TETAPI ORANG-ORANG DI DALAMNYA
Yesus berkata “Rumah-Ku akan disebut rumah doa, TETAPI KAMU MENJADIKANNYA sarang penyamun.” Rumah Tuhan menjadi markas penyamun bukan karena kondisi fisik atau tampilan luarnya yang seperti itu. Itu menjadi serupa dengan tempat kumuh dan terpencil itu karena perbuatan orang-orang di dalamnya. Tindakan merekalah yang menistakan bahkan mengubah rumah Tuhan menjadi sumber perbuatan-perbuatan jahat.
Dari yang disampaikan Matius, Markus dan Lukas, kita tahu bahwa Yesus mengatakan hal itu setelah Ia masuk ke Bait Allah dan mengusir semua orang yang berjual beli di halaman Bait lalu membalikkan meja-meja penukar uang dan bangku-bangku pedagang merpati (menurut Matius dan Markus). Yesus pun melarang orang membawa barang-barang masuk ke halaman Bait Allah (menurut Markus). Selanjutnya Lukas menyebutkan dengan singkat bahwa Yesus mengusir “para pedagang” yang ada di sana.
Satu lagi, menurut kesaksian Yohanes, Yesus menyerukan keinginan-Nya supaya mereka tidak membuat rumah Bapa-Nya sebagai tempat berjualan (Yoh. 2:16).
Meskipun seolah menyiratkan bahwa tempat ibadah tidak boleh menjadi tempat berjualan atau melakukan jual beli, pada dasarnya bukan itu yang dikecam oleh Yesus. Sebab jika demikian, semua transaksi yang melibatkan pertukaran barang dengan uang sepenuhnya dilarang dalam kegiatan rohani, yang mana hal tetap terjadi hingga sekarang (dalam bentuk toko buku atau kantin gereja).
Dan seharusnya kita menyadari bahwa ketika Tuhan berurusan dengan kita, pertama-tama, Ia selalu melihat hati kita terlebih dahulu. Perkataan-perkataan dan perbuatan-perbuatan kita selanjutnya hanya merupakan pembuktian dan praktek lanjutan dari apa yang Ia temukan di hati kita. Hati manusialah yang dihakimi Tuhan. Bukan sekedar perbuatannya. Sebab jika hatinya benar, perbuatannya pasti benar dan sebaliknya. Hati yang tidak benar, disertai motif-motif mementingkan dan mengutamakan diri sendiri, yang penuh dengan berbagai dosa dan keinginan jahat, meski ditutupi dengan perbuatan sesaleh dan sebaik apapun, tetap itu merupakan perbuatan yang salah di hadapan Tuhan. Pada satu titik, justru itulah kejahatan yang besar di hadapan Tuhan karena bersikap munafik. Mencoba menipu manusia dan Tuhan.
Jadi, yang dipersoalkan Tuhan ialah apa yang ada di hati orang-orang yang berjualan di Bait Suci itu. Dan bukan itu saja. Termasuk yang dihakimi Yesus ialah motif di hati pemuka-pemuka agama yang mengijinkan sebagian dari halaman bait menjadi tempat mencari keuntungan. Juga setiap orang yang datang ke sana untuk beribadah tetapi memanfaatkan keadaan dan sistem yang ada untuk memperoleh keuntungan pribadi.
Yang ada di hati mereka, yang kemudian ditampilkan dalam bentuk dan cara yang merendahkan rumah Tuhan itulah yang menjadikan tempat milik Tuhan bagai sarang penyamun.
Betapa tidak. Rumah Tuhan, yang didirikan supaya atasnya orang menaikkan penyembahan, pujian dan doa, menjadi ramai didatangi dengan tujuan mencari keuntungan materi. Motivasi mereka adalah uang. Semangat mereka ialah menjadikan tempat ibadah sebagai sumber penghasilan dan laba. Harapan mereka diletakkan bukan pada Tuhan tapi pada bisnis yang mereka jalankan. Demikian pula dengan setiap orang yang menggunakan tempat yang semula dikhususkan bagi Tuhan namun kemudian dipergunakannya untuk tujuan-tujuan pribadinya masing-masing. Inilah kekejian di hadapan Tuhan. Memanfaatkan komunitas peribadatan yang semestinya mencari kehendak dan visi Tuhan bagi umat-Nya, mengubahnya menjadi ajang pemenuhan dan pemuasan kepentingan diri sendiri. Lebih-lebih demi pengejaran sesuatu yang tidak abadi atau malah yang duniawi semata.
Para penyamun mengejar keuntungan sendiri tanpa peduli hak dan keadaan orang lain. Tujuan mereka semata-mata memperoleh keinginan mereka apapun caranya. Itu sesuatu yang melanggar hukum di belahan dunia manapun. Betapa jahatnya hal semacam itu saat dilakukan terhadap Tuhan! Tanpa memperhatikan apa yang menjadi pikiran dan hati Tuhan, namun mengikuti keinginan dan nafsu mereka sendiri, orang mencari, mengharapkan dan mengusahakan apa yang yang dianggapnya benar di rumah Tuhan.
Kediaman dimana nama Tuhan diserukan, ditinggikan dan dimuliakan justru dipenuhi percakapan-percakapan kosong, tawar menawar bahkan perdebatan sengit yang tidak perlu untuk memperoleh keuntungan diri semaksimal mungkin. Pembicaraan yang tidak rohani yang hanya merancang acara kesenangan sendiri telah membuat hadirat Tuhan menyingkir dari sana. Mungkinkah sang raja segala raja datang untuk menengok pedagang-pedagang berjualan di rumah-Nya? Bukankah para pedagang yang melanggar peraturan mengenai tempat berdagang akan ditertibkan oleh pemerintah kota? Bagaimana mungkin para pedagang bertransaksi sembarangan di kediaman Sang Mahakudus?
Lebih parah lagi, sebagaimana para penyamun menyembunyikan kejahatan dan hasil kejahatan mereka, maka kegiatan di gereja dan kesibukan pelayanan telah dan masih dipergunakan untuk menyamarkan kehidupan yang pada dasarnya mengingkari jalan-jalan Tuhan. Tampilan, bahasa tubuh, tutur kata dan perilaku yang tampaknya baik dan rohani di hadapan orang dilatih dan dibiasakan untuk dimanfaatkan sebagai topeng menutupi kebopengan wajah rohani orang-orang yang mengaku sebagai pelayan-pelayan Tuhan semesta alam. Lidah bibir yang menyebut dan memuji nama Tuhan tetapi hatinya digerakkan oleh tujuan-tujuan pribadi telah memuakkan Tuhan.
Ditambah dengan pertengkaran dan perselisihan di antara jemaat atau pemuka rohani terkait hal-hal yang tidak selayaknya terjadi di kalangan jemaat yang mengaku umat Tuhan dan pengikut Kristus seperti perebutan jabatan dan posisi kepemimpinan atau masalah harga diri yang terluka masalah, pemakaian keuangan gereja atau terkait hal-hal sepele dalam perbedaan pendapat sampai hubungan-hubungan yang tidak wajar di antara pekerja-pekerjanya. Semua yang seharusnya hanya terjadi di antara perkumpulan para penjahat yang memperebutkan hasil kejahatannya jika dilangsungkan di tengah-tengah komunitas yang menamakan diri-Nya sebagai umat pilihan Tuhan maka tidak mengherankan itu menimbulkan murka Tuhan.
Itulah kekejian di hadapan-Nya. Suatu sarang penyamun di mata-Nya.
Dua pasal setelah Matius 21, di pasal 23 Injil Matius dimana hampir seluruh pasal digunakan untuk menyampaikan pesan kepada satu kelompok orang saja, Yesus memberikan pernyataan yang paling keras sepanjang pelayanan-Nya di bumi. Ya, pesan itu ditujukan bagi ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, pemimpin atau permukaan agama pada waktu itu. Yesus menuding mereka berkali-kali sebagai orang-orang munafik, pemimpin-pemimpin buta, orang-orang bodoh dan buta bahkan ular-ular dan keturunan ular beludak. Mereka mementingkan apa yang tampak luar yaitu yang di hadapan manusia daripada yang di hadapan Tuhan, yang mengetahui apa sesungguhnya yang mereka lakukan di balik yang diketahui banyak orang. Mereka inilah yang pengajarannya disebut oleh Yesus sebagai ragi, yang penyebarannya begitu cepat mempengaruhi yang lain pada jalan kesesatan yang tidak sesuai dengan kebenaran dan kehendak Tuhan (Mat. 16:6-12; Luk. 12:1).
Menghubungkan ini dengan keadaan Bait Suci maka inilah kelompok yang bertanggung jawab membuat rumah Tuhan menjadi sarang penyamun. Merekalah kepala dan pemimpin para penyamun itu. Orang-orang yang menggunakan cara-cara yang tampak rohani dan sesuai dengan hukum-hukum Tuhan tetapi sebenarnya memanfaatkan ayat-ayat perintah Tuhan demi “melegalkan” kepentingan mereka sendiri. Bukan kehendak Tuhan yang mereka cari tetapi kehendak mereka sendiri dengan mengatasnamakan kehendak Tuhan yang dikutip sebagai pembenaran atas tindakan mereka. Dengan cara demikian, mereka membalikkan apa yang benar menjadi salah dan yang salah menjadi benar dengan menafsirkan secara sembarangan ketetapan-ketetapan Tuhan yang seharusnya digunakan demi tujuan-tujuan Tuhan dan kemuliaan kerajaan-Nya.
“… sebab terhadap engkaulah pengaduan-Ku itu, hai imam!
Engkau akan tergelincir jatuh pada siang hari, juga nabi akan tergelincir jatuh bersama-sama engkau pada malam hari; dan Aku akan membinasakan ibumu.
UMAT-KU BINASA KARENA TIDAK MENGENAL ALLAH; karena ENGKAULAH YANG MENOLAK PENGENALAN ITU maka Aku menolak engkau menjadi imam-Ku; dan karena engkau MELUPAKAN PENGAJARAN ALLAH-MU, maka Aku juga akan melupakan anak-anakmu.
Makin bertambah banyak mereka, makin berdosa mereka kepada-Ku, kemuliaan mereka akan Kutukar dengan kehinaan.
Mereka MENDAPAT REZEKI DARI DOSA UMAT-KU dan MENGHARAPKAN UMAT-KU ITU BERBUAT SALAH.
Maka seperti nasib rakyat demikianlah nasib imam: Aku akan menghukum dia karena tindakan-tindakannya dan Aku akan membalaskan perbuatan-perbuatannya kepadanya”~Hosea 4:4-9
Sebagaimana imam, demikian pula rakyatnya. Sebagaimana pemimpin rohani, demikian pula jemaatnya. Jika pendeta atau pelayan Tuhan menyimpang, jemaat pun menyimpang. Itulah yang menjadikan mereka bagai sekumpulan penyamun di hadapan Tuhan: orang-orang yang berkumpul bersama untuk melakukan sesuatu menyimpang dari hati-Nya.
MENYIMAK NABI YANG PESANNYA SANGAT JARANG DIKHOTBAHKAN
Tidak dapat dipungkiri jika tegoran Yesus mengenai rumah Tuhan telah menjadi sarang penyamun sebenarnya dikutip Yesus dari pesan nubuat nabi Yeremia.
Berikut pesan lengkapnya:
(Huruf besar ditambahkan penulis untuk penekanan dan fokus perenungan)
Firman yang datang kepada Yeremia dari pada TUHAN, bunyinya:
“Berdirilah di pintu gerbang rumah TUHAN, serukanlah di sana firman ini dan katakanlah: Dengarlah firman TUHAN, HAI SEKALIAN ORANG YEHUDA YANG MASUK MELALUI SEMUA PINTU GERBANG INI UNTUK SUJUD MENYEMBAH KEPADA TUHAN!
Beginilah firman TUHAN semesta alam, Allah Israel: PERBAIKILAH TINGKAH LANGKAHMU DAN PERBUATANMU, maka AKU MAU DIAM BERSAMA-SAMA KAMU DI TEMPAT INI.
JANGANLAH PERCAYA kepada PERKATAAN DUSTA yang berbunyi: Ini bait TUHAN, bait TUHAN, bait TUHAN,
melainkan jika KAMU SUNGGUH-SUNGGUH MEMPERBAIKI TINGKAH LANGKAHMU DAN PERBUATANMU, jika kamu sungguh-sungguh MELAKSANAKAN KEADILAN di antara kamu masing-masing,
tidak menindas orang asing, yatim dan janda, tidak menumpahkan darah orang yang tak bersalah di tempat ini dan tidak mengikuti allah lain, yang menjadi kemalanganmu sendiri,
maka Aku mau diam bersama-sama kamu di tempat ini, di tanah yang telah Kuberikan kepada nenek moyangmu, dari dahulu kala sampai selama-lamanya.
Tetapi sesungguhnya, KAMU PERCAYA KEPADA PERKATAAN DUSTA YANG TIDAK MEMBERI FAEDAH.
Masakan kamu MENCURI, MEMBUNUH, BERZINAH dan BERSUMPAH PALSU, MEMBAKAR KORBAN KEPADA BAAL dan MENGIKUTI ALLAH LAIN YANG TIDAK KAMU KENAL,
kemudian KAMU DATANG BERDIRI DI HADAPAN-KU di rumah yang atasnya nama-Ku diserukan, SAMBIL BERKATA: KITA SELAMAT, supaya dapat pula melakukan segala perbuatan yang keji ini!
SUDAHKAH MENJADI SARANG PENYAMUN di matamu rumah yang atasnya nama-Ku diserukan ini? Kalau Aku, AKU SENDIRI MELIHAT SEMUANYA, demikianlah firman TUHAN.
~Yeremia 7:1-11
Disiratkan di sana bahwa Tuhan tidak berkenan hadir di tengah-tengah ibadah mereka. Dia hanya bersedia hadir jika mereka memperbaiki tingkah langkah mereka. Di hadapan-Nya, mereka bagaikan sekumpulan perampok. Meskipun mereka tampaknya beribadah tapi Tuhan mengetahui hati dan hidup mereka sehari-hari. “Aku sendiri melihat semuanya”, firman-Nya. Karena itulah Tuhan tahu bahwa mereka bukan orang-orang yang beribadah kepada-Nya. Mereka datang untuk memberikan hiburan bagi hati mereka bahwa meskipun mereka berbuat jahat dan gaya hidup mereka melawan Tuhan dengan tinggal dalam dosa, melalui kehadiran mereka di tempat milik Tuhan mereka yakin mereka akan selamat. Tuhan berfirman bahwa itu merupakan dusta!
Dia yang Mahakudus rindu umat-Nya datang dalam kekudusan. Dengan hati yang hancur dan roh yang benar. Dalam penghormatan dan takut akan Dia. Tuhan ingin melihat kegentaran akan Dia di hati kita saat kita menghadap-Nya. Bukan sekedar mempersiapkan pelayanan yang semarak dan megah yang disukai orang-orang yang hadir dalam ibadah tetapi kualitas kehidupan kita menjadi ukuran-Nya bagi penyembahan kita. “Perbaikilah tingkah langkahmu dan perbuatanmu, maka Aku mau diam bersama-sama kamu di tempat ini” Bukan tingkah laku saat berada dan beraktivitas di rumah Tuhan itu tetapi tingkah laku dan perbuatan sehari-hari yang sebenarnya merupakan ibadah utama kita di hadapan-Nya. Tanpa suatu ibadah sejati, peribadahan di rumah Tuhan hanya menjadikan kita sekumpulan para pelaku kejahatan saja. Sukar dipercaya bagaimana bisa yang tampak beribadah bisa disamakan dengan itu tapi itulah yang dikatakan firman Tuhan sendiri. Tanpa tedeng aling-aling!
Telah sering kita dengar klaim serupa Yeremia 7:5 bahwa ini “tempat kudus Tuhan, ini rumah-Nya, ini bait-Nya, barangsiapa yang datang ke sini dan berkumpul di sini pasti diberkati secara luar biasa. Pasti menjadi kepala dan bukan ekor, pasti sukses bersama Tuhan Yesus dan sebagainya”.
Sayangnya, Tuhan sendiri yang mengatakan bahwa jika hidup mereka tidak dalam pertobatan, dalam ketaatan akan kehendak-Nya, namun hanya mencari tujuan dan keuntungan pribadi, hanya menyombongkan diri serta mengasihi dirinya sendiri tapi bukan Tuhan dan sesama, bahkan tidak segan untuk mencuri (termasuk korupsi dalam segala bentuknya) atau membunuh (dimana membenci saja sama dengan membunuh-1Yoh. 3:15) atau membakar korban kepada Baal (lambang kemakmuran dunia yang menguasai dan menggerakkan banyak orang untuk mengejar dan mengorbankan diri) -jika itu semua yang dikerjakan oleh orang-orang yang datang beribadah kepada-Nya maka adalah DUSTA jika kita akan diberkati, diselamatkan atau dipulihkan karena kita telah datang ke rumah-Nya! Itu adalah kebohongan. Jangan pernah percaya akan semua pernyataan kosong itu!
TUHAN tidak akan memberkati jemaat, pemimpin rohani atau perhimpunan yang demikian. Sebaliknya, Dia akan mengajar dan menegur mereka dengan kerasnya. Satu kali semuanya itu akan dibongkarbalikkan-Nya. Sebab rumah Tuhan harus diisi oleh penyembah-penyembah sejati-Nya, yang menyembah dalam roh (bukan tampilan luar) dan dalam ketulusan serta kebenaran sejati.
RUMAH DOA AKAN BERDIRI
Semakin mendekat waktu kedatangan Kristus yang kedua kalinya, Tuhan akan mewujudnyatakan maksud-Nya supaya sebuah rumah doa bagi segala bangsa berdiri di muka bumi. Tetapi sebelum itu, Dia akan berurusan sekali lagi dengan mereka yang menajiskan rumah-Nya. Dia akan menjalankan penghakiman-Nya demi penyucian bait-Nya, yaitu gereja-Nya.
Inilah yang akan dilakukan-Nya:
“Karena sekarang telah tiba saatnya penghakiman dimulai, dan pada rumah Allah sendiri yang harus pertama-tama dihakimi?” (1 Petrus 4:17a)
“Siapakah yang dapat tahan akan hari kedatangan-Nya? Dan siapakah yang dapat tetap berdiri, apabila Ia menampakkan diri? Sebab IA SEPERTI API TUKANG PEMURNI LOGAM dan SEPERTI SABUN TUKANG PENATU.
Ia akan duduk seperti orang yang memurnikan dan mentahirkan perak; dan Ia MENTAHIRKAN ORANG LEWI, menyucikan mereka seperti emas dan seperti perak, SUPAYA MEREKA MENJADI ORANG-ORANG YANG MEMPERSEMBAHKAN KORBAN YANG BENAR KEPADA TUHAN.
Aku akan mendekati kamu untuk menghakimi dan akan segera menjadi saksi terhadap tukang-tukang sihir, orang-orang berzinah dan orang-orang yang bersumpah dusta dan terhadap orang-orang yang menindas orang upahan, janda dan anak piatu, dan yang mendesak ke samping orang asing, dengan tidak takut kepada-Ku, firman TUHAN semesta alam. ” (Maleakhi 3:2-3,5)
Setelah itu, “maka persembahan Yehuda dan Yerusalem akan menyenangkan hati TUHAN seperti pada hari-hari dahulu kala dan seperti tahun-tahun yang sudah-sudah” (Mal. 3:4).
Itulah saatnya rumah Tuhan akan menjadi rumah doa. Tempat dimana orang mencari Dia dengan segala hasrat dan kerinduan. Tempat para penyembah yang suka akan hukum-hukum-Nya bersujud dalam takut akan Tuhan. Tempat pecinta-pecinta-Nya mengagumi dan melayani-Nya. Tempat dimana kasih dan keadilan bercium-ciuman. Tempat yang tidak hanya disebut kudus melainkan benar-benar tahta suci-Nya. Tempat dimana semua orang yang ingin mengikat janji untuk hidup bagi Dia selama-lamanya mengabdikan diri bagi kepentingan-kepentingan kerajaan-Nya. Tempat yang adalah sorga di bumi. Dilayakkan untuk kehadiran-Nya. Tempat dimana kemuliaan-Nya bersinar dan mengusir kegelapan dunia. Tempat dimana mempelai-Nya siap menyambut kedatangan-Nya kali kedua.
“… Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan diri-Nya baginya
untuk menguduskannya, sesudah Ia menyucikannya dengan memandikannya dengan air dan firman,
supaya dengan demikian Ia menempatkan jemaat di hadapan diri-Nya dengan cemerlang tanpa cacat atau kerut atau yang serupa itu, tetapi supaya jemaat kudus dan tidak bercela” ~Efesus 5:25-27
“Semoga Allah damai sejahtera menguduskan kamu seluruhnya dan semoga roh, jiwa dan tubuhmu terpelihara sempurna dengan tak bercacat pada kedatangan Yesus Kristus, Tuhan kita”~1 Tesalonika 5:23
Selagi berharap melihat rumah doa itu menjadi kenyataan, mari menjadi bagian dari proses pembangunan rumah doa itu. Seperti Daud yang tidak diijinkan membangun bait suci yang megah bagi Allahnya, ia membangun sebuah kemah sederhana yang dibangun sesuai pola kemah suci Musa. Perbedaannya, ada puji-pujian yang tulus dan kerinduan yang berkobar-kobar bagi Allah di antara para penyembah yang datang ke sana terus menerus 24 jam sehari selama bertahun-tahun lamanya. Tuhan menyebutnya Pondok Daud (Am. 9:11; Kis. 15:16) Tommy Tenney menyebutnya “rumah kesukaan Tuhan”.
Biarlah pertemuan dan persekutuan doa kita menjadi kesukaan Tuhan.
Entah di rumah, di sekolah, di bangunan yang sederhana atau gedung yang megah kiranya itu menjadi tempat suci dimana meski dua atau tiga orang yang hadir, tetapi nama Tuhan saja yang ditinggikan, pasti Kristus akan hadir dan melawat kita.
Jadi, rumah doa atau sarang penyamunkah pertemuan-pertemuan ibadah Anda?
SALAM REVIVAL.
INDONESIA PENUH KEMULIAAN TUHAN!