Amsal 18:11 mengatakan :
Kota yang kuat bagi orang kaya ialah hartanya dan seperti tembok
yang tinggi menurut anggapannya
Dan dari membaca uraian
terjemahan Alkitab versi yang lain, maknanya menjadi jelas bagi kita
:
– Orang yang kaya menyangka atau memandang bahwa harta
bedanya itu seperti benteng dan pagar tembok yang tinggi (untuk
melindunginya dari berbagai bahaya) :
Bahwa pada sangka
orang kaya harta bendanya baginya akan kota benteng dan akan pagar
tembok yang tinggi (versi TL)
benteng bagi orang kaya adalah hartanya, dan seperti tembok yang
tinggi menurut sangkaannya (versi SB2010)
kaya menganggap kekayaan sebagai benteng yang tangguh, sebuah tembok
tinggi yang aman (versi FAYH)
– Orang kaya percaya
hartanya akan melindunginya sehingga ia merasa aman karenanya :
Orang kaya menganggap hartanya akan melindunginya. Mereka
menganggapnya seperti benteng yang kuat (versi VMD)
orang kaya menyangka hartanyalah yang melindungi dia seperti tembok
tinggi dan kuat di sekeliling kota (vsi BIMK)
Ini persis
serupa dengan yang disampaikan oleh Yesus dalam perumpamaannya
tentang orang kaya yang bodoh dalam Lukas 12:16-19 :
Kemudian
Ia mengatakan kepada mereka suatu perumpamaan, kata-Nya: “Ada
seorang kaya, tanahnya berlimpah-limpah hasilnya.
Ia bertanya
dalam hatinya: Apakah yang harus aku perbuat, sebab aku tidak
mempunyai tempat di mana aku dapat menyimpan hasil tanahku.
Lalu
katanya: Inilah yang akan aku perbuat; aku akan merombak
lumbung-lumbungku dan aku akan mendirikan yang lebih besar dan aku
akan menyimpan di dalamnya segala gandum dan barang-barangku.
Sesudah
itu aku akan berkata kepada jiwaku: Jiwaku, ada
padamu banyak barang, tertimbun untuk bertahun-tahun lamanya;
beristirahatlah, makanlah, minumlah dan bersenang-senanglah!
Jelas
sekali. Orang-orang yang berharta banyak (juga mereka yang berhasrat
mengumpulkan harta) memiliki pola pikir yang sama. Harta berupa
materi yang dilihat dan dirasakan oleh indera jasmani -dalam pikiran
banyak orang yang kaya dan ingin kaya- merupakan suatu jaminan dan
perlindungan, yang membawa rasa tenang dan aman dalam hidup
mereka.
Itu bagai sebuah benteng.Tempat berlindung dari banyak
tekanan dan bahaya yang mengancam. Juga seperti tembok yang tinggi
yang menghalangi masuk segala yang hendak mengincar dan menyerang
mereka.
Tidak sepenuhnya salah. Memang ada benarnya. Harta
benda dapat menjadi perlindungan. Orang-orang yang berharta bertahan
lebih lama menghadapi berbagai tantangan dan problema kehidupan
daripada mereka yang miskin dan kekurangan. Dengan kekayaan materi
yang mereka miliki, mereka dapat mengusahakan berbagai cara untuk
bertahan hidup atau mencapai tujuan-tujuan mereka.
Sangat
mungkin karena alasan di ataslah, banyak orang berpikir keadaan
orang-orang berharta akan lebih baik daripada tidak kaya. Dan oleh
sebab itu, sangat banyak orang menjadikan pengejaran, pengumpulan dan
penimbunan harta sebagai tujuan hidup mereka selama di dunia ini.
Semata-mata hanya supaya dapat merasa aman dan tenang menjalani
tahun-tahun hidupnya.
Pertanyaan yang patut direnungkan adalah
: seberapa kuatkah benteng harta kekayaan yang bersifat materi itu
mejadi tempat pelarian dan persembunyian? Dapatkah itu selalu
diandalkan dalam segala situasi kehidupan?
Mari kita
meneliti lebih dalam.
DAMPAK MENGANDALKAN HARTA UNTUK
DEMI MERASA AMAN DALAM HIDUP
Demi memiliki ketenangan dan
kenyamanan hidup, manusia seringkali fokus pada pengejaran materi
selama hidupnya. Ada yang berhasil mencapai level tinggi dan menjadi
kaya raya secara luar biasa. Ada yang berhasil mengumpulkan harta
untuk hidup yang lebih dari cukup, Namun, ada pula yang seumur
hidupnya tak pernah berhenti berjuang demi sesuap nasi, tanpa pernah
berkesempatan mengumpulkan harta yang banyak itu.
Apapun yang
diperoleh manusia dalam perjuangannya mengumpulkan harta,
sesungguhnyaada bahaya yang kerap kali tidak disadari dalam
mengusahakan harta benda selama hidupnya.
Pertama, entah
karena sibuk bekerja mengumpulkan materi atau karena kelimpahan
materi sehingga ia berusaha menikmatinya selama hidup, orang yang
hidupnya fokus untuk mengumpulkan harta cenderung LUPA AKAN JIWANYA.
Urusan sehari-harinya adalah urusan materi. Kebendaan. Yang berkutat
dengan hal-hal yang berlangsung di dunia ini belaka. Yang berkaitan
dengan kebutuhan, keinginan dan kenyamanan jasmani semata. Yang
jarang bersinggungan dengan kebutuhan rohani dan sorgawi yang
sebenarnya lebih sifatnya kekal. Mereka yang mengejar kekayaan materi
tak jarang lupa akan perkara rohani, akan kesementaraan hidup di
dunia, akan adanya kekekalan setelah waktunya di dunia ini telah
habis.
Selanjutnya, fokus manusia pada harta benda membuat ia
TIDAK PEDULI AKAN TUHAN DAN JALAN-JALAN-NYA. Yang mereka ketahui
hanyalah apakah mereka akan untung atau rugi secara materi. Baik dan
buruk diukur dari seberapa kaya dan terpandang seseorang di
hadapannya. Benar atau salah dinilai dari seberapa banyak kekayaan
yang dimiliki orang. Hubungan-hubungan dijalin berdasarkan level
keuntungan materi yang bisa diperoleh atau yang nanti diperkirakan
akan diperoleh di waktu-waktu mendatang. Di sisi lain, kebenaran
firman diabaikan. Ukuran-ukuran yang dikehendaki Tuhan dinafikan.
Cara dan jalan Tuhan tak dipedulikan atau diperhatikan apalagi
dipertimbangkan sebagai pegangan hidup namun sebaliknya, dipandang
remeh dan hina oleh karena kerap kali dipandang sebagai penghalang
tujuan mereka untuk menjadi orang-orang kaya.
Satu hal lagi.
Dengan bertambahnya harta, hati manusia semakin meninggi. Mereka yang
belum kaya namun berlagak kaya saja (Amsal 13:7) telah menampilkan
suatu gaya hidup yang pongah. Dan meski tidak semua orang yang kaya
sombong kelakuannya, jauh di dalam hatinya banyak orang kaya
memandang dirinya lebih tinggi daripada manusia lain pada umumnya,
yang sering nyata melalui gaya hidupnya maupun caranya memandang
hidup. Kesombongan inilah yang sesungguhnya diperingatkan Tuhan atas
orang-orang kaya akan menjadi penghalang mereka masuk ke dalam
Kerajaan Sorga. Sebab hanya dengan merendahkan diri saja orang dapat
datang dan meminta kasih karunia untuk terhubung dengan Tuhan.
Kekayaan membuat orang kuat dan mampu sehingga ia tidak merasa
memerlukan Tuhan.
Dalam Alkitab ada kisah seorang kaya raya
bernama Nabal (lihat 1 Samuel 25). Ketika Daud bermaksud meminta
sekedar bantuan dari belas kasihan Nabal kepada dia dan
orang-orangnya yang sudah kerap kali membantu menjaga ternak-ternak
Nabal yang banyak itu, tanggapan Nabal sangat menyakitkan hati :
Tetapi Nabal menjawab anak buah Daud itu, katanya:
“Siapakah Daud? Siapakah anak Isai itu? Pada waktu sekarang ini
ada banyak hamba-hamba yang lari dari tuannya.
Masakan aku
mengambil rotiku, air minumku dan hewan bantaian yang kubantai bagi
orang-orang pengguntingku untuk memberikannya kepada orang-orang yang
aku tidak tahu dari mana mereka datang?”
~ 1 Samuel
25:10-11
Dengan tanpa sungkan, Nabal mengaku tidak kenal
siapa Daud. Dia menuduh dan menghakimi Daud sebagai kacung
pemberontak yang suka melawan tuannya. Dia pun memandang orang-orang
Daud sebagai orang-orang tidak jelas dan tidak layak menerima
bantuannya. Suatu penolakan yang kasar dan jahat dari seorang yang
seharusnya merupakan orang terhormat dan terpandang oleh karena
kekayaannya.
Jawaban atau tanggapan Nabal adalah jawaban
tipikal orang-orang kaya pada umumnya. Mereka tidak mau menguji dan
menilai dengan benar dan seksama. Mereka menilai orang dari jabatan,
kedudukan, kekayaan, reputasi dan apa yang membawa keuntungan bagi
mereka. Bagi Nabal, membantu atau memberikan dukungan kepada Daud
hanya merugikan dirinya saja. Ia lebh berminat mengadakan hubungan
dengan Saul, jika itu mungkin, daripada dengan Daud. Itu karena Daud
orang pelarian, musuh kerajaan, buron utama di seluruh negeri. Jika
tindakannya membantu Daud itu kedengaran oleh sang raja yang memusuhi
Daud, sudah pasti bisnisnya akan terancam dan ia akan hidup di bawah
tekanan penguasa kerajaan. Rasa aman dalam bisa-bisa tak dimilikinya
lagi. Maka pikirnya, lebih baik aku mengusir orang rendahan ini.
Kesombongan hatinya membuatnya memandang rendah orang lain, tanpa
tahu bahwa yang dihinanya itu seorang yang disebut Tuhan seorang yang
berkenan di hati-Nya.
Tidakkah Anda perhatikan? Inilah sikap
banyak orang-orang yang berharta banyak. Mudah menghakimi dan
merendahkan orang. Lebih-lebih yang status sosialnya di bawah mereka.
Tidak tahu membedakan mana orang yang baik dan lurus, mana yang jahat
dan busuk. Tidak pernah mengerti mana yang merupakan hamba-hamba
pilihan Tuhan dan mana yang palsu. Tidak pernah mau repot mencari
tahu mana pemimpin atau hamba Tuhan yang sungguh-sungguh disertai
Tuhan dan mana yang sudah ditinggalkan Tuhan. Mereka melihat,
menilai, dan memutuskan berdasarkan untung atau rugi bagi bisnis
mereka, apakah menguntungkan dan prospek baik bagi usaha mereka.
Inilah gambaran orang yang fokus pada pengumpulan kekayaan
dalam hidupnya, Yang sangkanya dengan kekayaannya yang banyak itu, ia
akan hidup terjamin, aman dan tenang sampai akhir hayatnya.
Kelanjutan hingga akhir kisah hidup Nabal sesungguhnya
merupakan pertanda atau perlambang dari Tuhan, suatu wanti-wanti bagi
kita semua untuk tidak fokus pada pengejaran harta benda sehingga
melupakan Tuhan dan jalan-jalan-Nya.
Bacalah lanjutan
kisahnya. Bukankah tak lama setelah penolakan Nabal, Daud bergegas
mengadakan perhitungan dengan maksud memusnahkan Nabal? (Bukankah
demikian yang terjadi terhadap beberapa orang kaya bermulut tajam
yang kemudian berakhir menjadi korban pelampiasan kemarahan
orang-orang yang sakit hati kepadanya?)
Dan kita pun membaca tak
lama setelah amarah Daud ditenangkan oleh Abigail, istri Nabal, sang
juragan itu akhirmya membatu selama sepuluh hari (diduga ia mengalami
serangan stroke) persis setelah berakhirnya pesta
bulu domba, yang sebenarnya serupa pesta panen bagi mereka yang
berbisnis ternak. Harta kekayaannya yang berlimpah itu, yang disimpan
dan dikumpulkan bagi dirinya sendiri, nyatanya tak berguna
memberikannya kesehatan atau bahkan menyelamatkan nyawanya sendiri.
Sangat menyedihkan ujung nasib mereka yang mengandalkan kekayaannya
sebagai perlindungan dalam hidupnya.
RASA AMAN SEJATI :
BUKAN PADA BANYAKNYA KEKAYAAN
Daud lahir dari kalangan kelas
menengah. Ayahnya, Isai, cukup dikenal di Bethlehem. Perjalanan hidup
Daud pun naik turun. Semula ia gembala kambing domba. Lalu menjadi
pahlawan bangsa sehingga ia lalu didapuk menjadi panglima tentara
Israel. Namun proses Tuhan membuatnya harus mengambiil jalan sukar di
tempat yang paling bawah. Ia terlunta-ounta bagai gelandangan yang
hidup dari gua ke gua. Jauh dari kaya, ia sering harus mengemis dan
bekerja seperti segerombolan preman menjaga keamanan. Tetapi Daud
kemudian menjadi kaya raya setelah menjadi raja Israel. Meski begitu,
Tawarikh mencatat Daud menggunakan simpanan kekayaannya itu sebagai
modal pembangunan bait suci yang akan dibangun Salomo, anaknya.
Jadi
Daud mengalami saat-saat kekurangan dan masa-masa kelimpahan. Daud
merasakan saat-saat miskin maupun kaya. Namun di atas semuanya, ia
tidak pernah menjadikan pencarian kekayaan sebagai tujuan hidupnya.
Pun, ketika kaya, ia tidak menyandarkan rasa amannya pada
kekayaannya. Daud telah memiliki kota benteng lain. Yang telah
dipercayainya sejak ia muda. Dan ia tidak pernah kecewa dengan
perlindungannya (atau tepatnya Pelindungnya) itu!
Ya
TUHAN, bukit batuku, kubu pertahananku dan penyelamatku, Allahku,
gunung batuku, tempat aku berlindung, perisaiku, tanduk
keselamatanku, kota bentengku!
Ketika aku dalam kesesakan, aku
berseru kepada TUHAN, kepada Allahku aku berteriak minta tolong. Ia
mendengar suaraku dari bait-Nya, teriakku minta tolong kepada-Nya
sampai ke telinga-Nya.
Ia menjangkau dari tempat tinggi,
mengambil aku, menarik aku dari banjir.
Ia melepaskan aku dari
musuhku yang gagah dan dari orang-orang yang membenci aku, karena
mereka terlalu kuat bagiku.
Mereka menghadang aku pada hari
sialku, tetapi TUHAN menjadi sandaran bagiku;_
Ia membawa aku ke luar ke tempat lapang, Ia menyelamatkan aku,
karena Ia berkenan kepadaku.
~ Mazmur 18:3, 7, 17-20
TUHAN
menetapkan langkah-langkah orang yang hidupnya berkenan kepada-Nya;
apabila ia jatuh, tidaklah sampai tergeletak, sebab TUHAN
menopang tangannya.
Dahulu aku muda, sekarang telah menjadi tua,
tetapi tidak pernah kulihat orang benar ditinggalkan, atau anak
cucunya meminta-minta roti;
tiap hari ia menaruh belas kasihan
dan memberi pinjaman, dan anak cucunya menjadi berkat.
~ Mazmur
37:23-26
Betapa berbeda jalan hidup mereka yang
mengandalkan Tuhan, yang menjadikan Tuhan sebagai kota benteng
mereka!
Mereka ditolong secara ajaib oleh Tuhan. Mereka
diselamatkan dan dibawa dalam jalan keberuntungan meski melalui
bahaya dan maut. Sepanjang hidupnya, mereka tidak menjadi angkuh
tetapi menaruh belas kasihan selagi anak cucu mereka berkecukupan
dalam pemeliharaan Tuhan bahkan menjadi berkat bagi sekeliling
mereka!
Mari dengar dan perhatikanlah kata firman Tuhan.
Itulah kebenaran yang semestinya kita rangkul, yakini dan hidupi.
Mereka yang menjadikan Tuhan kubu pertahanan mereka akan tinggal aman
hingga anak cucu. Suatu janji Tuhan yang teguh, yang diucapkan oleh
lidah bibir yang tidak mungkin berdusta.
Sayangnya kepastian
yang sama tak didapati bagi mereka yang mengandalkan harta
benda.
Rasul Paulus mengatakan bahwa orang-orang kaya itu tinggi
hati selagi mereka berharap pada sesuatu yang TAK TENTU yaitu
kekayaan materi (lihat 1 Timotius 6:17). Jelas dalam pandangan Tuhan,
kekayaan bukan kepastian. Tuhanlah yang perlu menjadi tempat
pengharapan sejati (1 Timotius 6:17b).
Rasul Yakobus lebih
keras lagi. Dalam suratnya (Yakobus 1:10-11), ia berkata sesungguhnya
orang-orang kaya itu kedudukannya rendah di mata Tuhan. Ia akan
segera lenyap seperti bunga rumput. Di tengah-tengah segala jerih
payah mereka, mereka lenyap begitu saja (maksudnya binasa jiwanya
selama-lamanya). Dan itu masih permulaannya. Dalam bagian akhir
suratnya (Yakobus 5:1-6) kembali ia memperingatkan orang-orang kaya
supaya mereka rajin-rajin menangis dan meratap (alih-alih berpesta
pora dan berhura-hura) karena ada sengsara yang akan menimpa mereka.
Kekayaan mereka yang dapat rusak akan menjadi kesaksian yang melawan
mereka betapa mereka telah mengutamakan sesuatu yang keliru dalam
hidup. Tuhan akan menghakimi orang-orang kaya yang hidupnya aman dan
nyaman di dalam kekayaannya itu, yang oleh karena kenyamanannya itu
mereka melupakan orang-orang yang kecil, hak pekerja-pekerja mereka
dan memilih bersikap kejam terhadap orang-orang benar. Ya, mereka
yang berfoya-foya dan memuaskan hasrat keinginannya selama hidupnya
di bumi akan berhadap-hadapan dengan Tuhan untuk
mempertanggungjawabkan hidup mereka yang tak mempedulikan Tuhan dan
kehendak-Nya.
Dalam beberapa terjemahan Alkitab seperti versi
ENDE (bahasa Indonesia) maupun hampir semua versi bahasa Inggris
menyebutkan bahwa orang kaya dalam Amsal 18:11 sesungguhnya BERKHAYAL
dan TERMAKAN IMAJINASINYA SENDIRI dengan menyangka bahwa kekayaan
kebendaan dapat menjadi sandaran mereka.
Oleh sebab itu
pilihlah hari ini : apakah Anda mencari rasa aman pada Mamon atau
pada TUHAN sendiri? Apakah Anda akan berlindung pada uang yang adalah
ciptaan manusia atau kepada Tuhan, sang pencipta manusia dan segala
yang ada? Apakah kota benteng Anda berasal dari dunia yang fana ini
atau yang berasal dari kekekalan?
Pilihan Anda menentukan
apakah kekecewaan atau kebahagiaan yang akan Anda rasakan di
keabadian.
Dalam terang firman-Nya
Peter B
Hamba
sahaya di Ladang Tuhan