THE LAST DEEDS OF DAVID

Oleh Peter
B, MA
“Dengan segenap kemampuan aku telah mengadakan
persediaan untuk rumah Allahku, yakni emas untuk barang-barang emas, perak
untuk barang-barang perak, tembaga untuk barang-barang tembaga, besi untuk
barang-barang besi, dan kayu untuk barang-barang kayu, batu permata syoham dan
permata tatahan, batu hitam dam batu permata yang berwarna-warna, dan segala
macam batu mahal-mahal dan sangat banyak pualam. Lagipula oleh karena cintaku
kepada rumah Allahku, maka sebagai tambahan pada segala yang telah kusediakan
bagi rumah kudus, aku dengan ini memberikan kepada rumah Allahku dari emas dan
perak kepunyaanku sendiri: tiga ribu talenta emas dari emas Ofir dan tujuh ribu
talenta perak murni untuk menyalut dinding ruangan,”
(1 Tawarikh 29:2-4)
David Livingstone
adalah seorang misionaris yang seringkali disebut-sebut sebagai rasul bagi
Afrika. Hampir ¾ hidupnya dihabiskan untuk membawa Injil ke Afrika. Dalam
pelayanannya,ia tidak hanya dapat disebut habis-habisan
tetapi juga mati-matian. Puluhan
tahun kemudian, Penginjil Reinhard Bonnke dengan penuh rasa syukur memberikan
pengakuan kepada dunia bahwa darah dan air mata para pendahulunya-lah yang
telah menyuburkan “ladang Tuhan” di Afrika. Tuaian jiwa-jiwa yang besar dan
berlimpah ruah di zaman ini, diakui Bonnke merupakan hasil dari tanah yang
subur sehingga menyiapkan tuaian sekarang ini. Salah satu pendahulu Bonnke yang
telah menapaki jalan-jalan berdarah itu adalah Livingstone.
Kehidupan
Livingstone seringkali menjadi acuan bagi pelayanan-pelayanan para misionaris
selanjutnya. Ia kehilangan penglihatan satu matanya, satu kaki yang cacat dan
tidak dapat berjalan sempurna, tubuh yang bungkuk karena demam dan kulit yang
menjadi hitam legam akibat panas matahari Afrika yang ganas. Berkali-kali ia
hampir kehilangan nyawanya karena binatang buas, penyakit dan serangan penduduk
asli Afrika. Seluruh hidupnya menjadi satu persembahan untuk memenangkan Afrika
bagi Tuhan.
Tetapi ada satu hal
lagi yang menarik dari Livingstone. Setiap pagi Ia berdoa di sisi tempat
tidurnya di dalam tendanya. Setiap pagi ia berdoa bagi Afrika yang sangat
dikasihinya. Tidak berbeda dengan hari terakhir hidupnya. Hari itu ia berlutut
dan berdoa bagi Afrika, semua pembantunya mengetahui hal itu. Namun hari itu
berbeda, hari telah siang tetapi livingstone tidak kunjung keluar. Apa yang
terjadi? Para pembantunya pun memberanikan diri untuk masuk dan mereka melihat
Livingstone masih berlutut tidak bergerak. Mereka memanggil tetapi tidak ada
jawaban dan tahulah mereka: Livingstone telah pulang ke rumah Bapa dalam doa
bagi Afrika. Itulah perbuatan terakhirnya: ia menyerahkan Afrika dan berdoa
bagi revival di Afrika.
Hari ini kita
belajar sesuatu yang lebih dari sekadar kata-kata. Hari ini kita belajar perbuatan terakhir dari Daud. Seperti
kata-kata terakhirnya, tindakan terakhir Daud mencerminkan siapa sesungguhnya
dia dan bagaimana ia menjalani hidupnya.
Persis sebelum ia
mangkat, Daud menyampaikan kata-kata terakhirnya kepada seluruh bawahan dan
anaknya. Tidak hanya itu, di depan mata seluruh pengikutnya itu, ia melakukan
tindakan iman perbuatan terakhir yang dilakukannya. Tahukah Anda apa yang
dilakukan Daud di masa akhir hidupnya? Tidak seperti kebanyakan orang lain yang
menganggap usia senja sebagai masa penuaian dari apa yang telah mereka tabur
semasa hidup, Daud pada masa tuanya tetap menabur. Jika yang lain cenderung
meminta dan menerima dari orang lain pada masa akhir hidupnya, Daud berbeda. Ia
memberi. Ia telah memberi sepanjang hidupnya dan ia tetap memberi hingga akhir hidupnya.
Memberi adalah gaya hidupnya!
Hidup Daud pada masa
tua menggenapi firman Tuhan dalam Mazmur 92:13-16:
“Orang benar akan bertunas seperti pohon korma, akan
tumbuh subur seperti pohon aras di Libanon; ….Pada masa tua pun mereka masih
berbuah, menjadi gemuk dan segar, untuk memberitakan, bahwa TUHAN itu benar,
bahwa Ia gunung batuku dan tidak ada kecurangan pada-Nya.”
Berbuah berarti
berguna dan membawa hasil bagi banyak orang. Itulah hidup dalam kedewasaan
rohani. Itulah puncak hidup dalam penyembahan yang sejati karena menyembah
berarti memberi. Penyembahan adalah pengorbanan. Pengorbanan dari apa yang
menguntungkan bagi kita, dalam hidup kita bahkan yang terbaik dari kita untuk
dipersembahkan sepenuhnya bukan lagi bagi kepentingan dan kemuliaan diri kita
sendiri tetapi bagi TUHAN saja.
Setiap penyembah
sejati pastilah seorang pemberi dan para pakar dan ahli dalam bidang
pengorbanan. Beginilah cara Daud memberi:
-ia memberi dengan segenap kemampuan
-ia memberi karena cinta kepada Allah
Daud mengusahakan
dengan segenap kemampunnya untuk menyiapkan segenap kebutuhan Bait Allah yang
nanti dibangun Salomo. Lebih dari itu, ia menegaskan bahwa karena cinta pada
rumah Allahnya, ia masih memberikan emas dan perak kepunyaannya sendiri bagi
pembangunan Bait itu. Di hadapan manusia, Daud memberikan lebih kepada Tuhan.
Di hadapan Tuhan, Daud telah memberikan yang terbaik: yaitu semua yang dapat ia
berikan.
Pikiran Daud
diungkapkan begitu jelas pada kita dalam 1 Tawarikh 22:5; Karena pikir Daud: “Salomo, anakku, masih muda dan kurang
berpengalaman, dan rumah yang harus didirikannya bagi TUHAN haruslah luar biasa
besarnya sehingga menjadi kenamaan dan termasyhur di segala negeri; sebab itu
baiklah aku mengadakan persediaan baginya!” Lalu Daud membuat sangat banyak
persediaan sebelum ia mati.
Daud rindu Bait
Allah itu menjadi bangunan yang terbaik yang tepat dan layak sebagai tempat
kediaman dan tahta Tuhan di bumi. Sesungguhnya yang dirindukan Daud bukanlah
kedahsyatan dan kemegahan bagunan itu, yang ia rindukan adalah Allah yang ia
sembah dengan penuh cinta itu berkenan hadir di sana. Ini suatu permintaan yang
sukar, tetapi Daud mengharapkan yang terbaik sebab itu ia memberikan yang
terbaik.
Apakah kita sedang
mengharapkan yang terbaik dari Tuhan? Berapa banyak di antara Anda yang
mengharapkan Tuhan melakukan yang terbaik dalam hidup Anda? Pemulihan?
Kesembuhan? Berkat-berkat terbaik? Sudahkah Anda berikan yang terbaik bagi Dia?
Tuhan akan memberikan yang terbaik pada mereka yang mengejar Dia dan memberikan
yang terbaik bagi Dia (Matius 6:33).
Atau seperti Daud,
Anda sedang merindukan lawatan kehadiran Tuhan yang membawa kebangunan atas
keluarga, kota dan bangsamu? Adakah engkau sedang menginginkan lawatan dan
kuasa Tuhan tercurah mempertobatkan orang-orang terhilang di kotamu? Pandanglah
Daud. Ia tahu bagaimana membawa lawatan Tuhan itu turun dan tercurah atas
bangsanya. Sekali lagi, hanya penyembahan dan penyembahan saja yang akan
menarik Tuhan turun dari tahtanya di surga dan sudi berdiam di atas tahta-tahta
rapuh manusia bejana tanah liat ini.
Daud membuktikan
dirinya sebagai penyembahan sejati. Hidupnya yang penuh dengan penyembahan
itulah yang membawa hadirat Tuhan mendekat. Walau ia kemudian tiada,
penyembahannya tidak pernah sia-sia. Hidup Daud di dunia ditutup dengan
penyembahan. Ia memang tidak pernah menyaksikan dan merasakan lawatan Tuhan
yang perkasa atas Bait itu. Tetapi ia melihat Yang Jauh Lebih Berharga Dari
Segalanya. Ia masuk dalam tingkatan penyembahan yang baru. Muka dengan muka. AMIN.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *