TUHAN ADALAH BAGIANKU

(Ditulis oleh Bpk. Peter Bambang Kustiono)


 
“Siapa gerangan ada padaku di sorga selain Engkau? Selain Engkau tidak ada yang kuingini di bumi. Sekalipun dagingku dan hatiku habis lenyap, gunung batuku dan bagianku tetaplah Allah selama-lamanya.”
Mazmur Asaf (sebagaimana ditulis dalam Mazmur 73:25-26)



“Lebih dari s’galanya, kuingin Kau Tuhan.  Emas, perak dan permata tiada artinya”
Robert Lea dalam lagu “Jadikanku Hamba”

“Kekasihku kepunyaanku, dan aku kepunyaan dia yang menggembalakan domba di tengah-tengah bunga bakung.”
Gadis Sulamit (sebagaimana ditulis dalam Kidung Agung 2:16)



Dalam suatu pelayanan pengajaran di salah satu gereja beberapa tahun yang lalu, Tuhan menaruh beberapa pertanyaan di hati saya untuk dilontarkan sebagai tantangan kepada jemaat yang berkumpul waktu itu.  Pertanyaan itu berbunyi : “Jika Anda diijinkan mendapatkan dan memiliki apa saja yang ada di dunia ini, apakah yang paling pertama-tama Anda pilih untuk dijadikan kepunyaan Anda sendiri?”  Tanggapan yang diberikan sangat beragam dan hampir semuanya memiliki pilihannya masing-masing.  Mulai dari harta benda, uang, pasangan hidup dan sebagainya.  Kemudian pertanyaan berikutnya lebih menantang lagi : “Jika Yesus Kristus dimasukkan dalam daftar apa yang boleh didapatkan dan dimiliki itu, akankah pilihan Anda berubah memilih Kristus?  Terhadap pertanyaan ini, hampir tidak ada jawaban yang tegas.  Para pendengar termenung.  Saudaraku, bukankah aneh jika sekumpulan orang yang mengaku mengikut Kristus tapi masih bertanya-tanya serta bersikap ragu ketika mereka ditanya kerinduan mereka memiliki Sang Juru Selamat yang penuh kasih itu?  Pada kenyataannya, itulah kondisi jemaat Tuhan di masa sekarang ini.
Charles Finney, penginjil kebangunan rohani modern terbesar itu, pernah mengatakan dalam salah satu pengajarannya bahwa ada di antara orang-orang yang mengaku mengikut Kristus ada 3 macam orang yang pada dasarnya memiliki perbedaan satu sama lain.  Yang pertama, mereka yang benar-benar mengikut Kristus, mengasihi Dia dengan segenap hati, menjadi sahabatNya dalam kehidupan.  Tipe kedua, ialah mereka yang mengaku mengikut Kristus namun pada dasarnya dalam hati mereka ada motif-motif atau keinginan-keinginan lain selain Kristus.  Di sini Tuhan hanya merupakan salah satu sarana untuk mencapai apa yang mereka inginkan itu –dimana semuanya bersifat duniawi dan menguntungkan diri sendiri.  Dan jenis ketiga, ialah mereka yang mengaku mengikut Tuhan namun hanya sekedar untuk kepentingan formal belaka –dimana mereka terdaftar sebagai orang yang memiliki agama.  Orang-orang seperti ini pada dasarnya tidak mengakui Yesus sebagai Tuhan karena mereka sepenuhnya hidup menurut jalan mereka sendiri.
Marilah menyelidiki hati kita.  Adakah kita menginginkan Dia dan hanya Dia saja?  Adakah kita masih merindukan kemewahan, kemegahan, serta kesenangan dunia?  Siapakah atau apakah yang paling kita dambakan untuk menjadi hak milik kita satu-satunya?  Siapakah Yesus Kristus itu di pandangan mata kita?  Masihkah dalam hidup kita ada yang lebih indah, lebih utama, atau lebih mulia dibandingkan Yesus?  Sejajar dengan siapakah Dia dalam pandangan atau perkiraan Anda?


Hasrat yang sia-sia
Pola pikir dunia yang telah ditanamkan dalam pikiran dan hati kita sejak kecil tampaknya sudah mendarah daging, terlebih lagi di zaman materialistis yang melanda Indonesia.  Terbukti lebih banyak orang di dunia merasa puas apabila mereka memperoleh pencapaian-pencapaian yang tinggi di mata manusia.  Prestasi dan ketenaran, uang dan property (harta benda), pangkat dan kekuasaan, jabatan dan gelar, predikat dan penghormatan, kesenangan dan pesta pora, pertunjukan dan festival, juga kesalehan agama dan moral yang tinggi.  Semuanya itu dikejar, dicari, diusahakan sekuat tenaga, dan dijadikan kebanggaan selama (hampir semua) manusia hidup.  Benarkah itu semua berharga?  Sungguhkah itu bermakna?  Tidak adakah yang lebih baik dan lebih bernilai daripada semuanya itu? 
           Mari kita mengambil satu contoh yang didasarkan pada kisah nyata (Lihat Mat.19:19-22; Mark.10:17-22; Luk.18:18-23) Seorang muda yang kaya.  Ia datang kepada Yesus dan bertanya, “Apakah yang harus kuperbuat supaya memperoleh hidup kekal?”  Sekarang mari perhatikan baik-baik.  Pada saat saya merenungkan kejadian nyata ini, Tuhan menyingkapkan sesuatu yang mencengangkan bagi saya.  Perhatikanlah bahwa menurut standard dunia, orang ini memiliki segala-galanya : ia masih muda dan sehat, kaya raya, orang yang memiliki jabatan dan kedudukan (Lihat Luk.18:18), memiliki kehidupan yang bersih, tidak cacat hukum negara atau agama, rajin beribadah, terhormat, dan pandai.  Dia memiliki segalanya –yang diidamkan setiap orang di dunia.  Di pandangan semua orang pasti ia merupakan pemuda idola yang sangat dikagumi oleh banyak orang.  Pertanyaannya sekarang, mengapa ia menanyakan tentang hidup kekal?  Tidak lain tidak bukan adalah setelah merasa memilki segala sesuatunya ternyata ia masih merasa kurang.  Dan orang muda itu berpikir bahwa kehidupannya akan benar-benar puas jika ia tidak mengalami kematian, melainkan dapat hidup selama-lamanya.  Inilah gambaran manusia yang tamak dan serakah.  Dan itulah gambaran dari apa yang ditawarkan oleh dunia.  Segala yang kita peroleh dari dunia tidak pernah memuaskan batin kita.  Setiap perkara dunia yang fana yang ditambahkan dalam hidup kita, dimasukkan dalam pikiran kita, ditanamkan dalam hati kita justru akan menjadikan kita semakin haus.  Perkara duniawi tidak pernah memuaskan hasrat manusia yang terdalam.  Bahkan hidup kekal yang diisi dengan perkara duniawi belaka malah menjadikan kehidupan semakin merana. Seperti kata Pengkhotbah, “Jika orang memperoleh seratus anak dan hidup lama sampai mencapai umur panjang, tetapi ia tidak puas dengan kesenangan, bahkan tidak mendapat penguburan, kataku, anak gugur lebih baik dari pada orang ini.” (Lihat Pkh.6:3)
Sebagai hasil akhir dari perjumpaan orang muda ini dengan Yesus, orang muda ini pulang dengan sedihnya (Lihat Luk.18:23). Orang muda ini kecewa sekali karena setelah memiliki dan melakukan semuanya, ternyata ia masih belum mendapat hak memperoleh hidup kekal.  Jawaban Yesus yang menuntut untuk meninggalkan apa yang paling dicintainya dalam hidup menambah kekecewaannya.  Orang muda itu tidak pernah menyangka bahwa hidup kekal hanya dapat diperoleh dengan cara seperti itu.  Dia belum siap kehilangan hartanya demi memperoleh Kristus.  Hatinya sangat kecewa dan sedih.  Dan memang demikianlah sesungguhnya keadaan hati setiap orang yang tidak mau melepaskan keinginan-keinginan duniawinya ketika mereka mengetahui bahwa hanya dalam Kristuslah mereka memperoleh kehidupan sejati dan kekal.  Akhirnya, kekecewaan itu akan mencapai puncak pada saat orang-orang bebal ini menginjakkan kakinya di neraka. 
          Semua yang dari dunia, tanpa Kristus itu sia-sia.  Sia-sia pencariannya, tanpa arti pengejarannya, hampa susah payahnya, nol besar pada akhirnya.  Ketenaran, kepandaian, kehebatan, kekuatan, kekayaan, kehormatan, kemuliaan, kemegahan atau kemewahan semuanya semu tanpa Tuhan.  Semua yang dari dunia berakhir dengan air mata dan kekecewaan karena tidak abadi.  “Aku telah melihat segala perbuatan yang dilakukan orang di bawah matahari, tetapi lihatlah, segala sesuatu adalah kesia-siaan dan usaha menjaring angin.” (Lihat Pkh. 1:14) Hasil akhir dari apa yang dapat kita peroleh dari dunia adalah tanpa hasil.  Dan tanpa hasil sama dengan kekecewaan.  Jadi, mengapa masih sangat banyak orang yang mengejar apa yang hanya mendatangkan kekecewaan belaka?


Yang memiliki Allah tidak pernah kecewa
            Sekarang, pernahkah Anda menemukan orang yang menjadi kecewa karena memiliki Allah?  Hasil pengamatan saya menyimpulkan bahwa alasan kekecewaan terbesar dari seseorang kepada Allah bukan karena Allah sendiri melainkan karena keinginan pribadi orang tersebut yang tidak terpenuhi setelah ia meminta dan mengharap Allah mengabulkannya.  Jelaslah di sini bahwa mereka yang berlaku demikian tidak mengikut serta mengasihi Tuhan sepenuh hati melainkan dengan syarat, dimana syarat tersebut sepenuhnya mementingkan keuntungan pribadinya sendiri.  Orang yang menjadi kecewa kepada Allah sesungguhnya tidak ingin memiliki Allah, melainkan hanya menginginkan apa yang Allah dapat berikan kepada mereka.  Mereka yang kecewa kepada Allah pada dasarnya kecewa karena Allah tidak dapat mereka manfaatkan untuk menguntungkan diri mereka sendiri. 
            Penelusuran saya pada Alkitab justru menemukan hal yang sebaliknya.  Mereka yang sungguh-sungguh menginginkan Allah menjadi miliknya tidak pernah dikecewakan selama-lamanya.  Tidak satu bagian pun dan tidak satu kisah pun dalam Kitab Suci yang menunjukkan tanda-tanda bahwa memiliki Tuhan itu berakhir pada kesedihan apalagi kekecewaan.  Di antara hamba-hamba sejatinya, tidak sedikitpun ada gurat kekecewaan di wajah mereka saat mereka meninggalkan apapun –sekali lagi, apapun- yang mereka miliki bahkan yang paling mereka cintai demi memperoleh Tuhan.  Bagi Abraham, memiliki Tuhan itu lebih berharga dibandingkan mempertahankan anak tunggalnya. (Lihat Kej.22:1-18)  Dan dia tidak dikecewakan.  Bagi Musa, mendapat bagian dalam kemegahan serta kemewahan Mesir tidak ada artinya dibandingkan mengikut Tuhan. (Lihat Ibr.11:24-26) Dan ia tidak pulang dengan sedih.  Bagi suku Lewi, Tuhan itu harta pusaka mereka, lebih dari tanah dan ternak Kanaan.[iv]  Dan mereka tidak rugi.  Bagi Daud, sekalipun ayah dan ibunya meninggalkan dia namun Tuhan tetap menjadi bagian dan harta warisannya yang paling berharga (Lihat Maz. 27:10; 16:2,5).  Bagi Daniel, pejabat Yahudi tertinggi di Babel, dan Yusuf Arimatea, seorang kaya yang memberikan kuburnya bagi Yesus, ya bagi mereka, memperoleh persekutuan dengan Tuhan melebihi harga diri dan jabatan mereka (Lihat Dan.6; Mat.27:57-59). Dan mereka dikenang selamanya.  Bagi, Samuel dan Yeremia (Lihat 1 Sam.3; Yer.1:6-7), masa muda mereka kurang bernilai dibandingkan berjalan bersama Dia dan mendengarkan suaraNya.  Dan mereka justru semakin dikuatkan di dalam Tuhan.  Juga Stefanus, para rasul, dan jutaan martir lainnya telah sepakat bahwa memiliki Allah itu jauh melebihi kesakitan badani maupun nyawa mereka sendiri.  Dan mereka disambut oleh Yesus sendiri.  Tetapi pernyataan paling terkenal mengenai hal ini keluar dari mulut salah satu rasul paling diurapi sepanjang sejarah kekristenan.  Rasul yang bernama Paulus ini dengan berani dan lantang menantang hati setiap orang Kristen di segala zaman yang mengaku sebagai pengikut Kristus dan yang telah menganggap diri telah mengasihi Tuhan.  Inilah salah satu perkataan paling kuat di dalam Kitab Suci kita, “Tetapi bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan… apa yang dahulu merupakan keuntungan bagiku, sekarang kuanggap rugi karena Kristus.  Malahan segala sesuatu kuanggap rugi, karena pengenalan akan Kristus Yesus, Tuhanku, lebih mulia daripada semuanya.  Oleh karena Dialah aku telah melepaskan semuanya itu dan menganggapnya sampah, supaya aku memperoleh Kristus.” (Lihat Fil. 1:21; 3:7-8). 
            Mereka semuanya telah menggenapi harga yang memang seharusnya dibayarkan untuk mengikut Kristus karena bukankah “barangsiapa mengasihi bapa atau ibunya lebih dari pada-Ku, ia tidak layak bagi-Ku; dan barangsiapa mengasihi anaknya laki-laki atau perempuan lebih dari pada-Ku, ia tidak layak bagi-Ku”?  Dan bukankah untuk memiliki Kerajaan Surga itu seperti seorang yang menemukan harta terpendam di suatu ladang atau sebuah mutiara yang paling indah dimana akhirnya ia rela menjual seluruh harta miliknya untuk mendapatkan ladang atau mutiara nan berharga itu? (Lihat Mat. 13:44-46). 
Rahasia terbesar dari apa yang menyebabkan mereka semua rela kehilangan seluruh miliknya yang lain, yang paling mereka cintai, dan hak mereka yang terbesar, demi memperoleh Tuhan adalah bahwa mereka menemukan kenyataan bahwa MENDAPATKAN TUHAN ITU MELEBIHI MENDAPATKAN SEGALA YANG ADA DI DUNIA.  Bahkan segala harta kekayaan, kehormatan, kuasa, dan kemuliaan yang ada di dunia dikumpulkan menjadi satu sekalipun tidak dapat menandingi Tuhan.  Memiliki Dia dan menjadi milikNya merupakan sesuatu yang tidak akan pernah sebanding dengan apapun jua.  Di benak banyak orang Kristen sekarang ini masih tertanam pikiran bahwa mereka akan masuk surga dan menikmati kebahagiaan selamanya di sana.  Tetapi tujuan kita lebih daripada surga.  Apalah artinya surga apabila Tuhan tidak di sana?  Surga indah karena di sana ada Tuhan yang sangat mengasihi kita. 
Sayangnya, hingga zaman ini, sedikit orang saja –bahkan di antara orang-orang Kristen- yang sungguh-sungguh sadar akan hal ini.  Keadaan gereja belakangan ini justru menunjukkan hal yang sebaliknya, dimana orang-orang datang menyembah dan beribadah kepada Tuhan di dalam nama Yesus tetapi mereka datang untuk memuaskan diri mereka sendiri, untuk mewujudkan maksud-maksud kedagingan mereka sendiri.  Pada dasarnya mereka memanfaatkan Tuhan untuk menuruti kemauan mereka yang diperhamba oleh illah-illah dunia ini.  Karena sikap hati yang demikianlah Esau tidak pernah mendapatkan yang terbaik dalam hidupnya.  Hatinya memandang remeh hak kesulungan demi sepiring sup kacang merah.  Dia telah mengorbankan yang terbaik hanya untuk mendapatkan kepuasan yang sesaat belaka.   Maka hari-hari kehidupannya dihabiskan dalam penyesalan dan kesedihan.  Begitu pula akhir setiap orang Kristen yang memandang rendah kesempatan besar untuk memiliki Tuhan namun yang sebaliknya mereka mengarahkan hidupnya untuk memperoleh yang fana dari dunia. 


Masihkah Anda memilih yang lain?
            Banyak orang Kristen memiliki pikiran yang tidak sejalan dengan kebenaran firman Tuhan.  Mereka berpikir bahwa mereka dapat memiliki kesukaan duniawi sekaligus mendapatkan Tuhan.  Saya tidak sedang mengatakan bahwa Tuhan adalah Allah yang kejam yang tidak menginginkan anak-anakNya menikmati kesenangan dalam hidupnya.  Tetapi Allah kita memiliki segala yang terbaik yang siap diberikanNya kepada kita.  Dia ingin kita memperoleh damai, sukacita, kebahagiaan, kegembiraan dan kepuasan yang sejati.  Masalahnya dengan kita adalah bahwa kita lebih tertarik kepada yang bermutu rendah yang merupakan produk dari sistem dunia yang telah dipengaruhi si jahat. 
            Segala yang lahir dari sistem dunia hampir seluruhnya tidak dapat bersatu dengan prinsip-prinsip kebenaran firmanNya, bagaikan terang tak dapat bersatu dengan gelap.  Karena itu, menginginkan segala kemuliaan duniawi dan pada saat yang bersamaan ingin mendapatkan persekutuan pribadi dengan Tuhan sama saja dengan menghinakan Dia.  Tuhan sama sekali tidak setara dengan dunia.  Juga Dia tidak layak menjadi sarana pencapaian tujuan-tujuan dari ciptaanNya.  Menganggap bahwa mengejar Tuhan dapat dilakukan selagi kita menuruti ambisi-ambisi duniawi kita menunjukkan bahwa Tuhan bukan merupakan yang terutama dalam hidup kita melainkan hanya sekedar sampingan belaka.  Saudaraku, Dia itu pusat kehidupan, pemilik kehidupan bahkan Hidup itu sendiri  -jangan jadikan Dia pelengkap hidup!
            Ijinkanlah saya bertanya sekali lagi, apakah di dalam hidup Anda yang lebih baik dari Dia? Masih adakah yang lebih indah, mulia, cemerlang  lebih dari Dia?  Uangkah, pekerjaan Andakah, kebiasaan Andakah, teman-teman Andakah, segelintir kesenangan penuh nafsukah atau adakah seseorang yang menjadi kecintaan Anda lebih daripada cinta kepadaNya? 
Jika Anda mengakui Dia sebagai Tuhan, jadikanlah Dia Tuhan dalam hidup Anda.  Jangan lagi hidup seturut kehendak sendiri; jangan pernah menjalani hidup ini lepas dariNya; jangan pernah memikirkan tujuan dan rencana lain dalam hidup Anda selain apa yang dirindukanNya untuk terjadi dalam hidup Anda.  Jika Anda merasa ini seperti suatu perbudakan atau keterpaksaan, maka Anda belum mengasihi Dia.  Anda belum melihat keindahan, kebaikan dan kemuliaanNya.  Atau…Anda membutakan diri dan mengeraskan hati terhadap hadiratNya.  Karena setiap orang yang melihat kemuliaanNya tidak akan pernah sama lagi.  Mereka merasa takut dalam hormat tetapi sekaligus terpesona akan pribadiNya.  Tanggapan Petrus, Yohanes dan Yakobus yang sempat melihat Yesus dimuliakan di atas gunung memberikan gambaran kepada kita bahwa siapa saja yang telah bertemu muka dengan Dia akan rindu untuk selalu tinggal bersama-sama dengan Dia. (Lihat Mat. 17:1-3) Sobat-sobat di dalam Tuhan, hari ini seperti rasul Paulus, saya berdoa supaya Tuhan membuka mata hati setiap Anda sekalian, supaya “Ia memberikan kepadamu Roh hikmat dan wahyu untuk mengenal Dia dengan benar. Dan supaya Ia menjadikan mata hatimu terang, agar kamu mengerti pengharapan apakah yang terkandung dalam panggilan-Nya: betapa kayanya kemuliaan bagian yang ditentukan-Nya bagi orang-orang kudus, dan betapa hebat kuasa-Nya bagi kita yang percaya, sesuai dengan kekuatan kuasa-Nya, yang dikerjakan-Nya di dalam Kristus dengan membangkitkan Dia dari antara orang mati dan mendudukkan Dia di sebelah kanan-Nya di sorga, jauh lebih tinggi dari segala pemerintah dan penguasa dan kekuasaan dan kerajaan dan tiap-tiap nama yang dapat disebut, bukan hanya di dunia ini saja, melainkan juga di dunia yang akan datang” (Lihat Ef. 1:17-21).
            Tiga belas tahun lamanya (artikel ini ditulis pada tanggal 28 Agustus 2004) saya telah menyerahkan hidup ke dalam tangan Tuhan dan selama itu pula saya sudah melayani Dia.  Tetapi tidak pernah saya melihat orang-orang benar ditinggalkan Tuhan.  Juga saya sendiri tidak pernah merasa menyesal mengiring Dia sekalipun seringkali menderita kerugian jika dipandang dari sudut manusia lahiriah.  Seringkali kekecewaan mencoba menyusup masuk ke dalam hati namun kasihNya memupuskan semua itu.  KebaikanNya jauh lebih besar dari apa saja yang mungkin belum saya mengerti mengapa hal itu terjadi dalam hidup saya.  Kasih karuniaNya telah menjadikan saya besar.  Saya bangga memiliki Dia dan menjadi milikNya.  Tidak ada lain yang layak saya inginkan selain berada selalu di dekatNya.  Untuk selama-lamanya, Tuhan adalah bagianku. 
Dan puji-pujian kepadaNya tak pernah berhenti mengalir di dalam hati saya  (dan biarkan itu juga bergema di hati Anda) :  


“Tak pernah kecewa mengiring Yesus
Tak pernah kecewa kuserahkan semua
Berjalan serta-Nya semakin bahagia
Tak pernah kecewa buat selama-lamanya”
(Pujian Pantekosta kuno)


Kucinta Kau Yesus
Hanya Engkau bagiku, Yesus
Sungguh kurindu mengatakannya
Betapa aku mengasihiMu

Engkau Allah dan Rajaku
Kekasih dalam hidupku
Engkau s’galanya bagiku
Kubersyukur kepadaMu
(Pujian “Kucinta Kau Yesus” oleh Ir. Niko Nyotorahardjo)


Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *