YANG DILIHAT, DICARI DAN DINILAI TUHAN DALAM IBADAH ADALAH YANG UTAMA LEBIH DAHULU

Oleh Peter B, MA

Dalam Matius 23:23, dalam salah satu
pernyataannya yang penuh kecaman kepada tokoh-tokoh agama Yahudi, Yesus
mengatakan,
Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat
dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab persepuluhan dari
selasih, adas manis dan jintan kamu bayar, tetapi yang terpenting dalam hukum
Taurat kamu abaikan, yaitu: keadilan dan belas kasihan dan kesetiaan. 
Yang
satu harus dilakukan dan yang lain jangan diabaikan.
Dari pernyataan Yesus, terkait ibadah bangsa
Yahudi yang didasarkan taurat, terlihat ada dua bagian kewajiban.
Dua bagian itu adalah
1) kewajiban ibadah yang dikerjakan sebagai
bagian tata cara ibadah (yang digambarkan Yesus sebagai persepuluhan dari
selasih, adas manis dan jintan).
2) kewajiban ibadah yang dikerjakan sebagai
intisari atau jiwa dari ibadah itu sendiri (yang disebut Yesus sebagai
keadilan, belas kasihan dan kesetiaan)
Orang-orangĀ² Farisi sangat fasih menjelaskan
dan menerapkan ritual ibadah Yahudi. Mereka memiliki pengaturan dan petunjuk
pelaksanaan taurat (yang konon ratusan jumlahnya) dengan sangat mendetail, demi
menunjukkan betapa seriusnya mereka dalam beribadah kepada Tuhan.
Sayangnya, menurut Yesus, mereka mengejar yang
kurang utama. Yang lebih utama mereka tinggalkan. Padahal itulah semangat dan
roh yang harus menjiwai serta menjadi motivasi utama mereka dalam menyembah
Tuhan.
Dan hal semacam itu belum berubah hingga kini.
Manusia yang merupakan insan-insan beragama lebih suka (karena mungkin lebih
mudah dan lebih dilihat orang) mengejar dan mengutamakan praktek-praktek ritual
daripada memperagakan sifat utama yang mencerminkan karakter para penyembah
Tuhan.
Model pakaian, tata cara berdoa, praktek
berpuasa, sampai atribut-atribut rohani dan penampilan atau tutur kata yang
terlihat rohani menjadi lebih penting daripada mengejar apa yang utama yaitu
menyatakan kasih dan bersikap adil. Ibadah dinilai dari pembawaan dan gaya
bukan karakter dan perilaku sehari-hari. Kerohanian diukur dari seberapa aktif
seseorang datang ke gereja, turut serta dalam pelayanan atau memberikan
sumbangan dan dukungan bagi gereja dan bukan komitmen, kerinduan serta sikap
hidup sehari-hari.
Bukannya semua praktek seremonial ibadah tidak
perlu. Yesus tidak berkata bahwa iti tidak perlu dilakukan. Tapi ITU HARUS
DILAKUKAN dengan MOTIF YANG BENAR DAN MELAKUKAN LEBIH DAHULU APA YANG
TERPENTING DALAM IBADAH. Yaitu dengan niat dan kerinduan cinta kepada Tuhan dan
sesama;  dengan keinginan untuk
menyukakan hati Tuhan, di dalam hasrat untuk berbagi dan memperlakukan sesama
secara adil dan tidak memihak; didasari suatu keyakinan yang teguh disertai
pengharapan penuh kepada Tuhan yang melihat dan membalas semuanya.
“Ingatlah, jangan kamu melakukan
kewajiban agamamu di hadapan orang supaya dilihat mereka, karena jika demikian,
kamu tidak beroleh upah dari Bapamu yang di sorga.
Jadi apabila engkau memberi sedekah,
janganlah engkau mencanangkan hal itu, seperti yang dilakukan orang munafik di
rumah-rumah ibadat dan di lorong-lorong, supaya mereka dipuji orang. Aku
berkata kepadamu: Sesungguhnya mereka sudah mendapat upahnya.
Tetapi jika engkau memberi sedekah, janganlah
diketahui tangan kirimu apa yang diperbuat tangan kananmu.
Hendaklah sedekahmu itu diberikan dengan
tersembunyi, maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya
kepadamu.”
“Dan apabila kamu berdoa, janganlah
berdoa seperti orang munafik. Mereka suka mengucapkan doanya dengan berdiri
dalam rumah-rumah ibadat dan pada tikungan-tikungan jalan raya, supaya mereka
dilihat orang. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya mereka sudah mendapat
upahnya.
Tetapi jika engkau berdoa, masuklah ke dalam
kamarmu, tutuplah pintu dan berdoalah kepada Bapamu yang ada di tempat
tersembunyi.
 Maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya
kepadamu.
~ Matius 6:1-6 (TB)
Orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat
mengutamakan tampilan-tampilan yang dilihat orang supaya mereka beroleh pujian
dari banyak orang, untuk dipandang sebagai orang-orang yang tinggi derajatnya
serta dekat dengan Tuhan karena terlihat sangat sungguh-sungguh dalam beribadah
di tempat-tempat ibadah. Faktanya, di hadapan Tuhan, mereka justru ditemukan
kebalikannya. Tidak heran, Yesus menyebut mereka berulang-kali sebagai
orang-orang munafik, orang-orang yang menampilkan sesuatu yang berbeda dari
sifat aslinya. Berpura-pura suka menyembah dan cinta Tuhan, padahal keinginan
akan hubungan dan hidup bagi Tuhan sangat sedikit atau bahkan tidak didapati di
hati mereka.
Jauhilah cara ibadah yang seperti itu!
Ingatlah selalu, ibadah yang diterima Tuhan
adalah YANG MELAKUKAN LEBIH DAHULU YANG UTAMA BARU KEMUDIAN YANG KURANG UTAMA.
Kembalikan dari ibadah semacam ini, adalah kekejian, sesuatu yang dibenci dan
dihinakan-Nya.
Ibadah yang mengutamakan praktek-praktek yang
mengesankan manusia daripada Tuhan pasti DITOLAK dan DIMURKAI-NYA.
Bayangkan saja berapa banyak Tuhan melihat
ibadah yang demikian di gereja-gereja masa kini dan sampai berapa lama Ia harus
menahan diri?
Kenyataan bahwa Gereja masa kini sangat jauh
dibandingkan gereja mula-mula 200 tahun lampau telah menunjukkan betapa gereja
sudah bergeser dari praktek-praktek yang utama menjadi pelaku-pelaku ibadah
yang sibuk dengan hal-hal yang kurang atau tidak utama ketika banyak ibadah
disiapkan dan disediakan lebih banyak untuk menyenangkan manusia daripada
pencarian akan kehendak dan isi hati Tuhan (melalui berbagai fasilitas gereja
yang memanjakan indera, pembicara yang menghibur telinga sampai jam-jam ibadah
yang disesuaikan kepentingan jemaat).
Beribadahlah bukan hanya sekali seminggu dan
bukan hanya agar tampak dilihat sebagai orang yang beribadah.
Beribadahlah melalui cara hidup Anda, dalam
berhasrat, berpikir, berkata dan berbuat dalam hidup sehari-hari. Beribadahlah
dengan hidup di hadapan Tuhan dengan niat hati dan motif yang paling suci.
Berkat, Tuhan sediakan bagi hati yang
sungguh-sungguh mencari perkenankan-Nya.
Namun bagi mereka yang mengutamakan ibadah
secara seremonial demi memuaskan tuntutan-tuntutan manusia, baik dari dirinya
sendiri atau orang lain, hanya akan memperoleh “celakalah kamu”
sebagai perkataan Tuhan bagi mereka.
Dalam terang firman-Nya
Peter B
Hamba sahaya di ladang Tuhan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *