Arsip Bulanan: Juli 2014

NUBUAT MENGENAI HASIL PEMILIHAN UMUM PRESIDEN 2014

Nubuatan Telah Dirilis Selasa, 08 Juli 2014  Pukul 00:20 WIB

 http://worshipcenterindonesia.blogspot.com/2014/07/nubuat-mengenai-hasil-pemilihan-umum.html

 

Shalom,
Saudara-saudari seiman yang dikasihi Tuhan

Terkait pemilu presiden 2014 yang akan dilangsungkan 9 Juli ini, maka kami, Worship Center Ministries Surabaya, ingin menyampaikan sedikit gambaran dari pesan yang kami terima secara profetik melalui Bp Didit Irawan per tgl 6 Juli kemarin. 

(1) Tuhan melihat bahwa penyebaran nubuatan krisis kepemimpinan selama hampir 3 bulan terakhir ini oleh tim kami & rekan-rekan pemimpin di berbagai wilayah di Indonesia telah menjangkau ruang lingkup yang luas hingga hampir ke seluruh wilayah Indonesia & telah banyak didengar maupun diterima oleh pemimpin-pemimpin rohani yang ada di Indonesia. Dampaknya jauh melebihi perkiraan kami apabila diukur dari seberapa banyak umat Kristen yang berdoa, menaikkan doa-doa syafaat, mencari wajah Tuhan, hingga mencari tahu dan menyelidiki latar belakang salah satu capres yang banyak disebutkan dalam nubuatan tersebut, ditambah bangkitnya suatu antusiasme rohani untuk mendekat dan menyambung hubungan kembali dengan Tuhan. Lebih daripada itu, kami juga telah memperoleh konfirmasi bahwa pesan nubuatan juga telah mencapai warga Indonesia yang bermukim di luar negeri, yang mana itu juga mendorong mereka menyebarkan nubuatan tersebut kepada rekan-rekan mereka di sana.  Kami yakin Tuhan sendirilah yang bekerja dengan kuat kuasa Roh-Nya yang dahsyat sehingga dengan cara-Nya sendiri menjangkau begitu banyak manusia dari berbagai lapisan masyarakat, khususnya jemaat-Nya di Indonesia. Sungguh sangat jauh melebihi yang kami bisa perkirakan! Atas itu semua hanya air mata dan ucapan syukur kepada Tuhan dan terima kasih kepada rekan-rekan pemimpin yang telah bersatu dalam gerakan rohani 200 pemimpin ini.

(2) Mencocokkan hasil perjalanan kondisi bangsa hingga hari ini dalam rangka menguji nubuatan yang kami terima maka dapat dikatakan bahwa nubuat tersebut memiliki kesamaan dengan apa yang nyata berlangsung di Indonesia khususnya mengenai figur capres tertentu, sumber-sumber dukungannya hingga (kemungkinan) pikiran dan maksud-maksud tersembunyi (dalam arti negatif) dari salah satu capres yang dapat dilihat serta dapat diperkirakan dari data-data pemberitaan yang ada selama ini; 

(3) Berkaitan dengan persyaratan 200 pemimpin rohani yang berkomitmen kami ingin menyampaikan bahwa jumlah tersebut telah terpenuhi sekalipun pada hari ini meskipun yang masih tercatat senyatanya dalam database kami baru berkisar 106 orang. Dalam hal ini kami telah memiliki beberapa bukti dan konfirmasi bahwa pemimpin-pemimpin rohani yang berkomirmen telah mencapai lebih dari dua ratus orang berkomitmen namun karena keterbatasan sarana dan sumber daya kami maka hingga hari ini kami masih kesulitan menjalin hubungan dengan rekan-rekan pemimpin yang ada di wilayah-wilayah yang jauh di berbagai pelosok;

(4) Karena telah terpenuhi persyaratan tersebut maka kami sampaikan sesuai apa yang kami terima dari Tuhan yaitu bahwa yang memenangkan pemilu & menjadi presiden Indonesia terpilih adalah Bpk Joko Widodo.  Ini berarti Tuhan masih memberikan kasih karunia kepada kita, umat Tuhan di Indonesia dan kepada bangsa Indonesia sendiri, yang meskipun masih akan menerima kegoncangan dari hajaran Tuhan, namun bukan dengan cara yang keras dan menyakitkan.  Syukur kepada Allah atas kasih karunia-Nya besar itu!

(5) Gerakan rohani 200 pemimpin tidak berhenti hingga naiknya Bpk Joko Widodo, namun berlanjut demi mengadakan suatu dampak rohani untuk pemulihan Indonesia & mengawal pemerintahan yang baru. Sebab itu kami terus akan melanjutkan pencarian data para pemimpin rohani. Melalui pemimpin-pemimpin rohani sejatilah gereja Indonesia dipulihkan yang akan berlanjut pada pemulihan bangsa.

PEDOMAN DOA SYAFAAT BAGI PARA PEMIMPIN ROHANI
(oleh Bpk Didit Irawan)

Berkaitan dengan pesan Tuhan hasil pilpres 2014, hendaknya iman kita semakin diteguhkan dalam Tuhan bahwa Tuhan mendengar kesatuan doa umatNya dan Tuhan mendapati 200 pemimpin rohani (bisa lebih) yang akan dipakai oleh Tuhan untuk mengubahkan bangsa Indonesia. Lebih daripada itu, kita tidak boleh berdiam diri dan terlena sampai apa yang sudah dijanjikan Tuhan menjadi suatu realitas yang menjadi bagian kita, umat Kristen di Indonesia.  

TUHAN MENDENGAR SETIAP DOA KITA: PERTAHANKAN KEMENANGAN SAMPAI MENJADI NYATA ATAS INDONESIA

Menjelang pilpres 2014 dalam seminggu ini Tuhan memperlihatkan seperti sinar putih seperti cahaya matahari yang disorot dari atas langit yang terbuka dan mengeluarkan sinar matahari. 

Kemudian Tuhan berkata, “Sesungguhnya setiap waktu engkau akan mendapati umatKu berdoa bagi pemilu untuk mencengah pemimpin diktator tidak menjadi presiden.” 

Lalu Tuhan membuka telinga saya, “Saya mendengar ada begitu banyak suara-suara baik pria dan wanita baik suara yang lirih dari orang tua sampai perkataan anak-anak muda yang penuh semangat. Berjuta-juta suara berbicara seperti dalam satu siaran yang terdengar di telinga. 

Setelah itu Tuhan berkata, “Itulah doa-doa yang dinaikkan mereka (orang-orang Kristen di Indonesia) kepadaKu.” Artinya Tuhan mendengar doa-doa kita dan tidak pernah sia-sia setiap tetesan air mata, seruan doa dari pokok doa yang lahir dari hati Tuhan. 

Kemenangan di alam roh ini harus kita pertahankan dalam doa sampai menjadi nyata atas Indonesia. Kita tidak boleh berhenti berdoa bagi pemilu sebab iblis akan berusaha membuat begitu banyak kecurangan untuk meraih kemenangan capres pertama. 

Kita teruskan berdoa bagi pertobatan pemimpin rohani di Indonesia dan keterbukaan serta kejujuran komisi pemilihan umum, seluruh pengurus dan pemimpin yang terlibat dalam pemilu (termasuk para lurah dan kepala desa) serta badan pengawasan pemilu).

PEDOMAN DOA SYAFAAT DAN TINDAKAN NYATA UNTUK MEWUJUDNYATAKAN HASIL DOA MENJADI KENYATAAN:

1) Deklarasikan dengan iman bahwa Tuhan telah mendengar doa-doa kita dan memberikan kemenangan kepada kita;

2) Ucapkan syukur atas janji Tuhan yang telah memilih Bapak Jokowi menjadi presiden atas Indonesia;


3) Berdoa terus dengan iman bahwa Tuhan akan membongkar segala kecurangan yang ada dalam komisi pemilihan umum, badan pengawas pemilu dan seluruh penyelenggara pemilihan umum;


4) Bagian akhir dari doa syafaat menaikkan puji-pujian dengan sukacita bahwa Tuhan telah memberikan kemenangan kepada kita;


5) Pastikan bahwa Anda, seluruh keluarga dan seluruh jemaat Anda menjadi bagian untuk memilih di TPS masing-masing.

Inti dari semuanya adalah hendaknya kita menaikkan doa-doa kita dengan iman, ucapan syukur dan sukacita atas kasih karunia yang telah Tuhan berikan kepada kita. Ini baru tahap awal kegerakan kita dan masih ada tahap-tahap lainnya dalam perjuangan kita menuju pemulihan Indonesia. Hendaknya semangat kita jangan kendor dan biarlah roh kita tetap menyala-nyala bagi Tuhan.  Tuhan Yesus memberkati kita semua.

Salam revival!
Salam perjuangan dalam Kristus!
Amin.

NB:
— Peringatan  mengingat hal ini merupakan sesuatu yang kami yakini berasal dari Tuhan dan bersifat rohani dan kudus, maka kami melarang, menolak dan mengutuk penggunaan informasi ini untuk kepentingan memperoleh keuntungan materi dan untuk kegiatan lain yang bersifat duniawi demi melampiaskan keinginan daging semata.

— Kami akan terus memperbarui informasi (update) mengenai perkembangan kondisi Indonesia pasca pilpres dan pemerintahan yang baru ini. Jangan lupa secara teratur mengunjungi blog kami. 

PEMIMPIN ROHANI YANG MABUK DAN TELANJANG

Nuh menjadi petani; dialah yang mula-mula membuat kebun anggur. Setelah ia minum anggur, mabuklah ia dan ia telanjang dalam kemahnya. Maka Ham, bapa Kanaan itu, melihat aurat ayahnya, lalu diceritakannya kepada kedua saudaranya di luar. Sesudah itu Sem dan Yafet mengambil sehelai kain dan membentangkannya pada bahu mereka berdua, lalu mereka berjalan mundur; mereka menutupi aurat ayahnya sambil berpaling muka, sehingga mereka tidak melihat aurat ayahnya.
Kejadian 9:20-23

Nuh berganti pekerjaan dari pembuat bahtera menjadi petani setelah peristiwa air bah. Nuh memulai sesuatu yang baru, bahkan dialah yang mula-mula membuat kebun anggur. Sesuatu yang baik dan Tuhan memberkatinya. Sayangnya Nuh tidak ada penguasaan diri di dalam menikmati berkat yang Tuhan curahkan sehingga dia minum anggur sampai mabuk dan telanjang di kemahnya. Tanpa sadar Nuh mempermalukan dirinya dan menjatuhkan harga dirinya di hadapan anak-anaknya serta mengecewakan anak-anaknya. Akibatnya Ham melihat melihat aurat ayahnya, lalu diceritakannya kepada kedua saudaranya di luar. Untungnya Sem dan Yafet mengambil sehelai kain dan membentangkannya pada bahu mereka berdua, lalu mereka berjalan mundur; mereka menutupi aurat ayahnya sambil berpaling muka, sehingga mereka tidak melihat aurat ayahnya. Nuh bagi Sem, Ham dan Yafet bukan hanya sebagai seorang ayah tetapi juga sebagai seorang pemimpin rohani dan hamba Allah. Peristiwa itu sangat menguncang dan menghancurkan hati anak-anaknya, sebab hal itu seharusnya tidak terjadi.

Berapa banyak hari ini pemimpin rohani yang mabuk dan telanjang tanpa mereka sadari menggoncang dan menghancurkan hati pengikut, jemaat dan keluarga serta anak-anak mereka. Seringkali anak-anak hamba Tuhan adalah orang yang paling muak dengan orang tuanya yang menjadi hamba Tuhan tetapi tidak hidup seperti seharusnya. Bahkan anak-anak hamba Tuhan seringkali menjadi anak-anak yang pailng nakal/ jahat sebab tidak ada teladan yang baik dari orang tuanya. Hal ini terjadi kerena pemimpin rohani fokusnya berubah dari mengejar perkara rohani ke perkara jasmani, dari mengejar bekat rohani berubah mengejar berkat jasmani, dari mabuk perkara rohani jadi mabuk perkara jasmani. dari mengejar  kemuliaan sorga menjadi mengejar kemuliaan duniawi. Sehingga pemimpin rohani melakukan hal-hal yang memalukan yang tidak sesuai prinsip Firman Tuhan tetapi modusnya pakai nama Tuhan, kutip ayat Alkitab atau dikemas dalam tampilan acara-acara rohani padahal motifnya duniawi.

Ketika kita mendapati pemimpin rohani kita mabuk dan telanjang seharusnya kita mengasihi dengan mendoakan kesadarannya dan pertobatannya serta jika memungkinkan kita menegur dan menasehati dengan kasih. Kita harus tetap menghormati, tidak boleh menghakimi, memandang rendah dan mempermalukan di muka umum, sebab seringkali mereka tidak sadar apa yang mereka lakukan.

Bangkitlah para pemimpin rohani yang radikal. Amin.

(Oleh: Faith Ruddy)

LUPUT DARI DUNIA KRISTEN oleh Robert E. Burnell (Bagian 4 – selesai)

Dua Kebangunan Rohani
Pada tahap ini penglihatan saya berpindah dari perjalanan yang ditempuh si musafir ke sebuah puncak jurang yang tinggi. Di situ saya menemukan sebuah lempeng batu yang bertuliskan firman Tuhan dari Wahyu 19:
Lalu aku melihat sorga terbuka: sesungguhnya, ada seekor kuda putih; dan Ia yang menungganginya bernama: “Yang Setia dan Yang Benar,” Ia menghakimi dan berperang dengan adil. Dan mata-Nya bagaikan nyala api dan di atas kepala-Nya terdapat banyak mahkota dan pada-Nya ada tertulis suatu nama yang tidak diketahui seorangpun, kecuali Ia sendiri. Dan Ia memakai jubah yang telah dicelup dalam darah dan nama-Nya ialah: “Firman Allah.” Dan semua pasukan yang di sorga mengikuti Dia; mereka menunggang kuda putih dan memakai lenan halus yang putih bersih. Dan dari mulut-Nya keluarlah sebilah pedang tajam yang akan memukul segala bangsa. Dan Ia akan menggembalakan mereka dengan gada besi dan Ia akan memeras anggur dalam kilangan anggur, yaitu kegeraman murka Allah, Yang Mahakuasa. Dan pada jubah-Nya dan paha-Nya tertulis suatu nama, yaitu: “Raja segala raja dan Tuan di atas segala tuan.”
Saya mengalihkan pandangan dari lempengan batu itu dan di bawah saya melihat dua kebangunan rohani yang berlangsung secara serempak. Kota Kristen sedang mengalami suatu kebangunan yang termanifestasikan di dalam pertumbuhan jumlah yang pesat dan cepat. Dalam waktu singkat populasinya telah meningkat sampai sepuluh kali lipat.
Di mana-mana terdapat bangunan. Rumah-rumah baru bertebaran di sekeliling perbukitan. Tapi aspek yang paling dramatis dari pertumbuhan di Kota Kristen ini adalah munculnya bangunan-bangunan gereja baru yang indah dan tinggi. Sebuah katedral yang hampir jadi memiliki puncak bangunan setinggi tujuh tingkat, dan di dalamnya terdapat pemancar terkuat di dunia. Gereja lain ada yang berbentuk kubah kaca ukuran raksasa dilengkapi dengan panggung berputar dan sistem suara yang canggih. Gereja yang paling unik tampak berbentuk seperti salib tegak lurus, memiliki lima belas lift yang dapat mengantar jemaat sampai ke altar yang ada di sayap bagian selatan dan sebuah restoran Kristen di sayap bagian utara. Di kota itu terdapat fasilitas-fasilitas pendidikan Kristen bagi setiap kelompok umur mulai dari pra taman kanak-kanak sampai ke jenjang sarjana; kelompok ini mensponsori pusat-pusat retret yang indah dengan vila yang bergaya Swiss dan ruangan-ruangan seminar yang besar.
Adasebuah kesan di Kota Kristen bahwa pertumbuhan ini merupakan tanda dari hari-hari akhir dunia. Buku-buku tentang akhir zaman menjadi buku-buku Kristen yang terdaftar sebagai penjualan terlaris, disusul dengan buku pedoman seks Kristen. Para wartawan datang dari seluruh penjuru dunia untuk membuat artikel tentang keadaan yang bergejolak di tempat ini. Penduduk Kota Kristen menegaskan bahwa ketika akhir zaman tiba, mereka akan dipindahkan ke Kota Allah sebelum kekacauan meledak.

Pada saat yang sama, di seberang padang gurun jauh dari Kota Kristen saya melihat sebuah kebangunan rohani yang sangat berbeda sedang terjadi namun tanpa perlengkapan keprajuritan agamawi yang sukses. Pria dan wanita yang sekarat bangkit dan berdiri di atas kaki mereka seperti yang terjadi pada tulang-tulang kering yang dilihat oleh Yehezkiel. Mereka dibebaskan dari penyakit, dosa dan penjara rohani yang mereka alami dengan cara meminum air hidup yang berasal dari mata air kudus. Mereka yang telah mencicipi air yang memberi hidup itu membagikan air tersebut kepada sesamanya dan menyebabkan kesembuhan atas mereka. Seperti api yang menyebar atau banjir yang bergelombang, orang-orang yang sakit disapu sampai ke kaki mereka. Para pekerja di sana yang telah menghabiskan waktu selama bertahun-tahun dan hanya menyaksikan hasil yang terbatas, sekarang melihat bahwa yang diperlukan tak lebih dari setetes air bagi lidah yang kering supaya orang yang sekarat dapat dibangkitkan kembali. Dan setiap hari proses berlangsung semakin cepat.
Selanjutnya saya melihat tubuh terakhir yang terkapar telah dibangkitkan. Tempat yang tadinya tampak seperti medan pertempuran yang mengalami kekalahan telah menjadi sebuah kemah pasukan tentara yang kuat. Tiba-tiba terjadi gempa bumi yang menggoncangkan tanah di bawah kaki saya. Langit semakin gelap, dan sebuah suara peperangan menderu dari arah timur.
Lalu saya melihat Kota Kristen diserbu dan dihancurkan. Katedral-katedral yang indah, salib terbesar di dunia, pusat-pusat retret dan ruangan-ruangan seminar hancur berkeping-keping dan menjadi rata dengan tanah akibat ledakan yang memekakkan telinga. Mayat-mayat penduduk yang tadinya berpikir bahwa mereka dapat lolos dari bencana ini bergelimpangan di jalan-jalan. Pasukan penghancur sekarang menekan masuk ke padang gurun, tempat di mana kebangunan rohani yang kedua sedang terjadi. Dengan cepat pasukan yang tampaknya tak terkalahkan ini meliputi Padang Belantara Pengampunan, Padang Belantara Penyembahan dan Padang Belantara Doa. Ketika Kota Allah muncul, sebuah suara seperti raungan binatang buas yang terluka terdengar memenuhi udara. Pasukan itu maju menuju sasarannya dan tampak ingin menggempur Kota Allah.
Tetapi di dekat tembok-tembok Kota, pasukan kebangunan rohani yang pertama telah menunggu dengan siap siaga. Ketika musuh bergerak semakin dekat, pintu-pintu gerbang Kota terbuka dengan suara yang keras. Dari dalamnya keluar barisan Pasukan Terang yang dipimpin oleh seorang Raja yang berpenampilan sangat cemerlang sampai-sampai pasukan musuh harus menudungi mata mereka. Pasukan kebangunan rohani yang pertama bergabung dengan pasukan terang dan ikut bertempur melawan musuh. Tiga setengah hari kemudian peperangan berakhir. Musuh telah dikalahkan, dan pasukan pemenang memasuki Kota Allah karena mereka telah dipilih sebagai dasar bagi dunia.
Lagi-lagi saya mengalihkan pandangan untuk membaca sebuah lempengan besar lain yang bertuliskan firman Tuhan yang lebih jauh dari kitab Wahyu:
Lalu aku melihat seorang malaikat berdiri di dalam matahari dan ia berseru dengan suara nyaring kepada semua burung yang terbang di tengah langit, katanya: “Marilah ke sini dan berkumpullah untuk turut dalam perjamuan Allah, perjamuan yang besar, supaya kamu makan daging semua raja dan daging semua panglima dan daging semua pahlawan dan daging semua kuda dan daging semua penunggangnya dan daging semua orang, baik yang merdeka maupun hamba, baik yang kecil maupun yang besar.” Dan aku melihat binatang itu dan raja-raja di bumi serta tentara-tentara mereka telah berkumpul untuk melakukan peperangan melawan Penunggang kuda itu dan tentara-Nya. Maka tertangkaplah binatang itu dan bersama-sama dengan dia nabi palsu, yang telah mengadakan tanda-tanda di depan matanya, dan dengan demikian ia menyesatkan mereka yang telah menerima tanda dari binatang itu dan yang telah menyembah patungnya. Keduanya dilemparkan hidup-hidup ke dalam lautan api yang menyala-nyala oleh belerang. Dan semua orang lain dibunuh dengan pedang, yang keluar dari mulut Penunggang kuda itu; dan semua burung kenyang oleh daging mereka. Lalu aku melihat seorang malaikat turun dari sorga memegang anak kunci jurang maut dan suatu rantai besar di tangannya; ia menangkap naga, si ular tua itu, yaitu Iblis dan Satan. Dan ia mengikatnya seribu tahun lamanya, lalu melemparkannya ke dalam jurang maut, dan menutup jurang maut itu dan memeteraikannya di atasnya, supaya ia jangan lagi menyesatkan bangsa-bangsa, sebelum berakhir masa seribu tahun itu; kemudian dari pada itu ia akan dilepaskan untuk sedikit waktu lamanya. Lalu aku melihat takhta-takhta dan orang-orang yang duduk di atasnya; kepada mereka diserahkan kuasa untuk menghakimi. Aku juga melihat jiwa-jiwa mereka, yang telah dipenggal kepalanya karena kesaksian tentang Yesus dan karena firman Allah; yang tidak menyembah binatang itu dan patungnya dan yang tidak juga menerima tandanya pada dahi dan tangan mereka; dan mereka hidup kembali dan memerintah sebagai raja bersama-sama dengan Kristus untuk masa seribu tahun.  
Ketika saya selesai membaca ayat-ayat ini tiba-tiba mimpi saya berakhir dengan cepat secepat ketika saya mengalaminya di permulaan. Mimpi itu meninggalkan kekaguman yang membekas sangat dalam dan memberi suatu kesadaran yang baru di dalam batin saya, serta kerinduan yang baru untuk mencari dan mengenal Allah di dalam roh dan kebenaran.
Saya tak pernah sedemikian jelas melihat bahwa ada dua kebangunan rohani sedang terjadi di muka bumi. Yang satu adalah kebangunan rohani dari Roh Allah di mana pria dan wanita dibebaskan oleh darah Anak Domba dari dosa-dosa mereka dan dibangkitkan kepada sebuah kehidupan yaitu kehidupan anak-anak Allah, sebuah kehidupan yang mengandung sifat Allah, yang merupakan manifestasi kemurahan Allah. Kebangunan rohani yang lain adalah kebangunan agama yang bersifat kedagingan, sebuah kebangunan yang sangat menarik, melibatkan banyak orang dan memiliki kuasa di dalam dunia ini karena kebangunan ini menawarkan semua kesenangan agamawi, sementara ego dan kebenaran diri sendiri masih tetap dipertahankan.
      Setiap kita sudah pasti harus memutuskan kebangunan rohani mana yang hendak kita ikuti. Apakah saya akan menginventasikan hidup saya pada beberapa kegiatan keagamaan yang sedang melejit di Kota Kristen? Atau maukah saya bersedia kehilangan kehidupan saya karena saya mengejar kehendak Allah di dalam kemurahan-Nya? Akankah saya berkonsentrasi untuk membangun sesuatu yang menyebabkan warga Kota Kristen tersentak kemudian memberi perhatian? Atau akankah saya meluangkan hidup saya untuk membawa orang miskin, orang cacat, orang timpang dan orang buta ke meja perjamuan Allah?
Baca juga artikel selanjutnya:

LUPUT DARI DUNIA KRISTEN oleh Robert E. Burnell (Bagian 3)

Tuaian
Di dalam mimpi saya, setelah mencapai bagian paling ujung dari Padang Belantara Doa, untuk pertama kalinya si musafir melihat dengan jelas tempat tujuan yang akan dicapainya. Di kejauhan, tampak Kota Allah yang bersinar-sinar dan dipenuhi dengan kemegahan yang kudus. Si musafir tampak diliputi emosi dan ia mempercepat langkahnya. Tiba-tiba ia mencium bau asap yang amis dan mayat-mayat yang busuk. Sekarang tampak mayat bersebaran di mana-mana. Ada beberapa yang masih hidup dan merintih meminta pertolongan.
Seorang wanita yang sekarat memohon kepada si musafir, “Tolong, tolong lakukan sesuatu untukku. Aku tak tahan lagi menanggung rasa sakit ini!”
“Aku tak berdaya,” kata si musafir. “Menurutmu apa yang bisa kuperbuat?”
“Aku hanya membutuhkan sedikit air. Tolong berikan aku air!”
“Di mana aku dapat menemukan air di padang gurun ini?”
“Memangnya kau sendiri dapat bertahan berapa lama,” katanya, “Kecuali kau dapat memperoleh air untuk dirimu sendiri? Carilah dan berikan air untukku.”
Ketika si musafir menatap padang gurun dengan rasa bingung, wanita misterius yang menyertainya kembali dan membawa ia ke sebuah mata air yang dikelilingi oleh ribuan botol yang kosong.

“Minumlah,” sarannya, “lalu isilah air itu ke dalam sebuah botol dan berikan untuk wanita tadi.”
Setelah meminum air tersebut, si musafir tiba-tiba merasa dikuatkan lalu ia membawa air itu untuk wanita sekarat yang ia lihat sebelumnya. Ketika wanita itu selesai minum, kesehatannya dipulihkan. Tiba-tiba wanita itu mengambil sebuah botol lalu berlari ke mata air dan mulai menolong saudara-saudara yang lain. Ada beberapa pria yang terluka parah menggendong anak-anak yang limbung dan mengalami kesulitan bernafas di pundak mereka, juga orang-orang tua dengan perban kotor di sekeliling wajah mereka yang letih. Beberapa korban berteriak karena rasa sakit sementara yang lain menangis diam-diam. Beberapa orang segera pulih setelah meminum satu botol air. Tapi ada juga yang membutuhkan lebih. Saya melihat musafir-musafir lain sibuk melakukan usaha yang sama. Ketika para korban telah disembuhkan, mereka pun turut berpartisipasi untuk menolong saudara yang lain. Ketika mereka terus membawa air dari mata air, si musafir membagikan firman Tuhan dari Injil Yohanes kepada seorang pria:
Sementara itu murid-murid-Nya mengajak Dia, katanya: “Rabi, makanlah.” Akan tetapi Ia berkata kepada mereka: “Pada-Ku ada makanan yang tidak kamu kenal.” Maka murid-murid itu berkata seorang kepada yang lain: “Adakah orang yang telah membawa sesuatu kepada-Nya untuk dimakan?” Kata Yesus kepada mereka: “Makanan-Ku ialah melakukan kehendak Dia yang mengutus Aku dan menyelesaikan pekerjaan-Nya.”
“Ku kira sekarang kita sedang belajar apa yang dimaksud dari ayat-ayat ini,” tambah si musafir.
Ia menghabiskan waktu selama beberapa hari di tempat itu untuk ikut terlibat di dalam kegiatan pemulihan. Suatu malam ketika ia beristirahat di dekat mata air, wanita yang menyertainya datang kembali dan duduk di sebelahnya.
“Kurasa kita tak dapat pergi ke Kota Allah sebelum kita selesai mengerjakan tugas kita di sini?” Tanya si musafir pada wanita itu.
“Itu benar,” jawabnya.
“Tapi apakah mereka akan menunggu kita?”
“Jangan kuatir. Teruslah menolong orang-orang ini sampai mereka sanggup berdiri. Maka nanti gerbang Kota Allah akan dibuka dan para penghuninya akan keluar dan mengawalmu masuk. Camkan ini:
 Bukankah kamu mengatakan: empat bulan lagi tibalah musim menuai? Tetapi Aku berkata kepadamu: Lihatlah sekelilingmu dan pandanglah ladang-ladang yang sudah menguning dan matang untuk dituai. Sekarang juga penuai telah menerima upahnya dan ia mengumpulkan buah untuk hidup yang kekal, sehingga penabur dan penuai sama-sama bersukacita. Sebab dalam hal ini benarlah peribahasa: Yang seorang menabur dan yang lain menuai. Aku mengutus kamu untuk menuai apa yang tidak kamu usahakan; orang-orang lain berusaha dan kamu datang memetik hasil usaha mereka.
“Tapi kebutuhan-kebutuhan ini sangat mengejutkan dan aku mulai merasa kewalahan. Sukacita karena menyaksikan pemulihan terjadi di depan mataku dan hal itu telah menggantikan keputusasaan selama berada di laut yang luas ini. Apakah hal ini akan berakhir?”
“Saudaraku,” kata wanita itu, “Sama seperti ketika kau harus terhilang di dalam pengampunan Allah, di dalam penyembahan dan juga di dalam doa, sekarang dirimu terhilang di dalam tuaian. Kau perlu belajar terhilang di dalam tuaian. Terhilang di dalamnya adalah suatu hal yang berbeda dari yang sebelumnya.”
“Tapi apakah aku akan memperoleh kekuatan untuk tetap bekerja di antara orang-orang yang memiliki kebutuhan sedemikian besar?”
“Bukankah itu yang dikatakan Yesus?”
Kemudian ketika Yesus makan di rumah Matius, datanglah banyak pemungut cukai dan orang berdosa dan makan bersama-sama dengan Dia dan murid-murid-Nya. Pada waktu orang Farisi melihat hal itu, berkatalah mereka kepada murid-murid Yesus: “Mengapa gurumu makan bersama-sama dengan pemungut cukai dan orang berdosa?” Yesus mendengarnya dan berkata: “Bukan orang sehat yang memerlukan tabib, tetapi orang sakit. Jadi pergilah dan pelajarilah arti firman ini: Yang Kukehendaki ialah belas kasihan dan bukan persembahan, karena Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa.”
“Perkataan orang Farisi itu pasti mengecewakan hati-Nya.”
“Yesus meratapi Yerusalem agamawi karena kekerasan hatinya. Sudah jelas bahwa dorongan semangat-Nya yang terbesar atas sisi manusiawi-Nya berasal dari orang-orang berdosa yang bertobat. Terhadap hal ini Ia tak pernah merasa lelah. Kau dapat dengan yakin meninggalkan dirimu di tempat tuaian ini tanpa resiko tertelan di dalamnya, asalkan pandanganmu tetap kau arahkan ke Kota itu dan asalkan kau mengerjakan tugasmu di sini dengan sepenuh hati. Roh Tuhan akan menopangmu jika kau mau mendengarkan orang-orang ini dengan seksama sama seperti Yesus mendengarkan wanita yang ditemui-Nya di pinggir sumur, penderita penyakit kusta, orang lumpuh, orang buta serta seorang ayah yang anaknya dirasuki roh jahat. Jangan tergesa-gesa. Sediakan waktu untuk mendengarkan dan tanyakan pertanyaan-pertanyaan yang tepat. Temukan apa yang membuat orang-orang begitu terluka, apa yang benar-benar mereka butuhkan. Dan juga, kau harus mengatakan tentang Yesus pada mereka sementara kau pergi dengan membawa botol. Air yang ada di dalam botol dan pesan yang kau sampaikan adalah hal yang sama. Orang-orang yang sekarat ini haus akan Yesus, bukan cerita tentang Yesus melainkan Yesus itu sendiri. Berita tentang Yesus adalah minuman menyegarkan yang membuat mereka sehat kembali. Ingatlah ayat ini, “Sembuhkanlah orang sakit; bangkitkanlah orang mati; tahirkanlah orang kusta; usirlah setan-setan. Kamu telah memperolehnya dengan cuma-cuma, karena itu berikanlah pula dengan cuma-cuma.’ Jangan pernah puas sampai kemurahan Allah membangkitkan mereka untuk berdiri di atas kaki mereka sendiri.”
“Sampai kemurahan Allah membangkitkan mereka SEMUA untuk berdiri?”
“Ya. Renungkan firman Tuhan di kitab Wahyu ini:
Dan aku melihat kota yang kudus, Yerusalem yang baru, turun dari sorga, dari Allah, yang berhias bagaikan pengantin perempuan yang berdandan untuk suaminya. Lalu aku mendengar suara yang nyaring dari takhta itu berkata: “Lihatlah, kemah Allah ada di tengah-tengah manusia dan Ia akan diam bersama-sama dengan mereka. Mereka akan menjadi umat-Nya dan Ia akan menjadi Allah mereka. Dan Ia akan menghapus segala air mata dari mata mereka, dan maut tidak akan ada lagi; tidak akan ada lagi perkabungan, atau ratap tangis, atau dukacita, sebab segala sesuatu yang lama itu telah berlalu.”
Ketika pertama kali berada bersama para pekerja di ladang tuaian, ternyata kau benar-benar mampu membangkitkan mereka yang hampir tewas sehingga mereka dapat kembali berdiri di atas kaki mereka dengan cara memberikan air hidup dari mata air ilahi, yaitu Yesus. Melihat peristiwa itu kau sangat bersukacita. Pengalaman yang kau lalui di padang belantara pengampunan, penyembahan kepada Allah dan doa telah memberikanmu kuasa untuk menyembuhkan orang sakit di dalam nama Yesus.
“Sesungguhnya barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan melakukan juga pekerjaan-pekerjaan yang Aku lakukan, bahkan pekerjaan-pekerjaan yang lebih besar dari pada itu. Sebab Aku pergi kepada Bapa.” Kita harus menerima tantangan ini.

Visi
Di dalam mimpiku berikutnya aku melihat si musafir mulai mengeluh, “Berapa lama lagi hal ini harus berlangsung? Menurutku sekarang pekerjaan telah usai dan kita dapat melanjutkan perjalanan. Maafkan aku, tapi aku letih sekali. Aku akan pergi ke batu besar itu untuk berteduh dan beristirahat selama beberapa hari.”
Beberapa waktu kemudian seorang musafir lain berjalan melewati batu besar itu dan menemukan seorang pria yang hampir mati. Ia berlari ke mata air dan mengisi dua botol penuh, lalu kembali dan memberikan air yang berharga itu untuk diminum oleh pria yang hampir mati tadi.
“Minum, saudaraku, minum!”
“Terimakasih! Oh, terimakasih! Aku hampir saja mati,” kata si musafir sambil meneguk air banyak-banyak. “Tapi bagaimana ini bisa terjadi padaku? Apa yang salah?”
Wanita misterius yang menyertainya kembali muncul. “Saudaraku,” katanya, “Kau kehilangan kekuatan karena kau kehilangan visi. Kota Allah yang ada di sana masih merupakan tujuanmu. Itu adalah rumahmu, tempat kediaman Allah kita. Ketika kau sedang bekerja, pastikan kau meluangkan waktu setiap hari, setiap jam, untuk berhenti dari pekerjaanmu dan memandang ke Kota Allah. Bila kau gagal memandang Kota Allah di tengah-tengah waktu kerjamu, gagal untuk berhenti dan mendengarkan musik yang mengalun dari kota itu, lalai menghirup udara Kota yang berhembus ke arahmu, atau minum dari aliran sungai yang keluar dari bawah pintu gerbangnya, maka kau akan kelelahan. Kau harus ingat bahwa kekuatanmu yang berkesinambungan berasal dari Kota tersebut.”
Si musafir melanjutkan pekerjaannya di tempat penuaian dengan kekuatan yang baru. Namun ketika hari menjelang sore ia mengalami keletihan. Ia pergi ke mata air dan bertemu seorang wanita yang tampak lebih tua darinya tapi tidak terlihat lelah sedikit pun.
“Apa rahasiamu?” Tanya si musafir. “Kau kelihatan sangat muda dan bertenaga sementara aku hampir tak punya lagi kekuatan yang tersisa.”
“Aku mencontoh Daniel,” jawabnya. “Daniel pasti seorang pria yang sibuk, tetapi di tengah-tengah tekanan hidup sehari-hari ia senantiasa meluangkan waktu untuk pergi ke kamar atasnya yang memiliki tingkap-tingkap yang terbuka menghadap ke arah barat. Dari situ ia memandang Yerusalem yang berada ratusan mil jauhnya sambil berdoa dan bersyukur pada Allah. Walaupun perbuatannya itu dapat membawanya masuk ke gua singa, Daniel menolak untuk menghentikan doanya. Daniel menjaga agar visinya tetap hidup dengan cara menjadikan Kota Allah sebagai pusat perhatiannya. Dan itulah yang kulakukan. Semakin banyak masalah yang kuhadapi di tempat Tuaian ini, semakin besar tekanan yang menimpaku, maka semakin teguh aku mengarahkan pandangan ke Kota Allah. Aku memastikan diri untuk tetap memandangnya. Setiap kali aku makan roti dan minum anggur aku melakukannya sebagai peringatan. Kau tahu, ini adalah makanan dari Kota itu. Makanan inilah yang membuat mata dan hatiku tetap di sana.”
Ketika si musafir meninggalkan wanita tua itu, ia tampak berusaha menjaga visinya agar tetap berada di hadapannya. Dengan suara pelan ia menyanyikan firman Tuhan dari kitab Wahyu:
Dan aku melihat kota yang kudus, Yerusalem yang baru, turun dari sorga, dari Allah, yang berhias bagaikan pengantin perempuan yang berdandan untuk suaminya. Lalu aku mendengar suara yang nyaring dari takhta itu berkata: “Lihatlah, kemah Allah ada di tengah-tengah manusia dan Ia akan diam bersama-sama dengan mereka. Mereka akan menjadi umat-Nya dan Ia akan menjadi Allah mereka. Dan Ia akan menghapus segala air mata dari mata mereka, dan maut tidak akan ada lagi; tidak akan ada lagi perkabungan, atau ratap tangis, atau dukacita, sebab segala sesuatu yang lama itu telah berlalu.”
Ketika terakhir kali saya melihat si musafir, wanita misterius yang menyertainya kembali dengan nasihatnya yang terakhir: “TETAP pandang Kota itu dan ingat siapa yang menantimu di sana. Ia telah menyiapkan sebuah tempat untukmu dan akan segera menyongsongmu. Sementara kau terus memandang ke Kota, Ia akan memperbarui kekuatanmu sehingga kau akan naik terbang seumpama rajawali dengan kekuatan sayapnya, kau akan berlari dan tidak menjadi lesu, kau akan berjalan dan tidak menjadi lelah.”

(Bersambung)

Baca juga artikel selanjutnya:
LUPUT DARI DUNIA ORANG KRISTEN (Bagian 1) 

LUPUT DARI DUNIA ORANG KRISTEN (Bagian 2) 

LUPUT DARI DUNIA ORANG KRISTEN (Bagian 4) 

LUPUT DARI DUNIA KRISTEN oleh Robert E. Burnell (Bagian 2)

Padang Belantara Penyembahan
“Air!” Siapa yang akan berpikir kalau di tengah padang gurun ini ada sebuah laut!” seru si musafir pada dirinya sendiri dengan gembira saat saya melihatnya di dalam mimpi saya yang berikutnya. Dari sisi sebuah bukit pasir yang besar ia memandang ke bawah melihat hamparan warna biru yang terbentang sampai ke kaki langit. “Tapi bukan, itu bukan air,” tiba-tiba ia teringat. “Orang tua di pegunungan itu menunjuk tempat ini sebagai permulaan padang belantara yang kedua.” Ketika ia menuruni bukit sampai ke tepinya, laut pasir yang asing itu ternyata tidak serata seperti yang terlihat dari atas bukit. Di situ terdapat beberapa gelombang-gelombang biru yang memanjang sampai ke kejauhan seperti laut yang membeku. “Mungkin tempat ini ada hubungannya dengan ‘lautan kaca’ yang berada di hadapan takhta Allah. Mungkin gelombang-gelombang itu akan semakin rata begitu aku mendekati Kota Allah.”
Tiba-tiba muncul seseorang dengan kecantikan yang tak wajar, ia berdiri hanya beberapa kaki dari si musafir. “Salam,” kata makhluk itu. “Jalan yang kau lalui sangat panjang. Banyak orang yang binasa karena mereka mencoba melaluinya dengan berjalan kaki. Aku menawarkan padamu sebuah cara yang lebih baik.”
“Sebuah cara yang lebih baik?” Tanya si musafir.
“Ya, aku memiliki kuasa untuk menyeberangi padang belantara ini dalam waktu sekejap. Dan bila kau mengizinkan, aku dapat membawamu bersamaku. Aku dapat langsung membawamu ke seberang dengan selamat.”
“Apa yang harus kulakukan?”

“Permintaanku adalah sebuah bukti tindakan yang nyata. Jika kau bersedia berlutut menyembahku, maka aku akan mengangkatmu menyeberangi padang belantara ini dengan menggunakan kecepatan cahaya.”
“Tapi itu berarti aku harus menyembahmu, kan?”
“Mengapa kau menganggap hal itu aneh? Banyak orang melakukannya setiap hari. Kau sendiri telah melakukannya jauh sebelum kau datang ke padang belantara ini. Warga Kota Kristen sering menyembahku di sana. Beberapa dari mereka menyembah uang – melayaninya seperti budak. Mata mereka bersinar ketika memikirkan uang. Tapi cinta akan uang hanyalah merupakan sebuah simbol dari keberadaanku.”
“Kau tak membuatku tertarik dengan pembicaraanmu soal uang. Uang tak pernah menjadi masalah dalam hidupku,” jawab si musafir dengan ketus.
“Bagaimana dengan asmara? Hal apakah yang lebih indah atau lebih murni selain dari jatuh cinta? Tapi bila jatuh cinta menjadi sebuah tujuan dan mendominasi pikiran seseorang, maka di dalamnya terkandung penyembahan berhala. Dan di balik ‘salammu’ itulah terdapat berhalanya,” ia berkata dengan nada kemenangan. “Tetapi kepuasan penyembahan pribadi tertinggi yang kudapatkan berasal dari pria dan wanita yang mengejar kesuksesan agamawi.”
“Nah,” si musafir memotong bualannya, “Jika aku harus menyembahmu untuk dapat menukarnya dengan sebuah perjalanan yang cepat melintasi padang belantara ini, maka aku lebih suka jalan kaki saja, meskipun aku harus berjalan sampai selamanya!”
Ketika si musafir selesai mengucapkan kata-katanya, makhluk yang mempesona itu menghilang di dalam kekalahan.
Tak lama kemudian saya mendengar si musafir berbicara lagi kepada dirinya sendiri: “Di Kota Kristen bukan suatu yang mustahil untuk menyembah Allah hanya sampai taraf permukaan saja, sementara banyak perkara yang mengobsesi pikiran siang dan malam pada ternyata adalah wujud dari penyembahan berhala. Sekarang setelah aku meninggalkan kota itu aku hanya dapat selamat hanya jika aku terhilang di dalam penyembahan kepada Allah. Allah telah berkata di dalam Yesaya 43:
Lihat, Aku hendak membuat sesuatu yang baru, yang sekarang sudah tumbuh, belumkah kamu mengetahuinya? Ya, Aku hendak membuat jalan di padang gurun dan sungai-sungai di padang belantara. Binatang hutan akan memuliakan Aku, serigala dan burung unta, sebab Aku telah membuat air memancar di padang gurun dan sungai-sungai di padang belantara, untuk memberi minum umat pilihan-Ku; umat yang telah Kubentuk bagi-Ku akan memberitakan kemasyhuran-Ku.”
“Mungkin penyembahan seperti itu hanya dapat terbentuk di padang gurun, dengan lingkungannya yang kering dan panasnya yang menyakitkan, sinar matahari yang menghanguskan dan kesunyian yang menakutkan.”
Perenungan ini tiba-tiba diusik oleh suara musik yang tak terlukiskan yang semakin lama kedengaran semakin kuat mengumandangkan sebuah lagu yang indah. Suara-suara sepertinya ada di segala tempat. Tapi tak seorang pun yang terlihat. Dari puncak sebuah gelombang biru, si musafir melihat tujuh orang sedang berdiri di sebuah lembah dengan tangan yang terangkat ke surga, mereka memuji-muji Allah dengan mulut mereka. Tapi lagu yang terdengar memiliki jutaan kesempurnaan yang terkandung di dalam sebuah lagu! Lalu si musafir membuka mulutnya dan dari dalamnya mengalir dengan deras luapan pujian kepada Allah. Di tengah musik yang sedang mengalun ini, wanita misterius yang menyertainya kembali muncul. Dengan sukacita yang meluap si musafir berkata kepadanya, “Apakah kau memperhatikan bagaimana tujuh penyembah itu sungguh-sungguh dikelilingi oleh banyak sekali makhluk mengagumkan yang memiliki suara yang berpadu dengan suara mereka? Aku merasa, entah mengapa, ketika aku berada di padang gurun ini sesungguhnya aku telah memasuki pinggiran Kota Allah.”
Wanita itu meresponinya dengan sebuah bagian dari kitab Ibrani:
Tetapi kamu sudah datang ke Bukit Sion, ke kota Allah yang hidup, Yerusalem sorgawi dan kepada beribu-ribu malaikat, suatu kumpulan yang meriah, dan kepada jemaat anak-anak sulung, yang namanya terdaftar di sorga, dan kepada Allah, yang menghakimi semua orang, dan kepada roh-roh orang-orang benar yang telah menjadi sempurna, dan kepada Yesus, Pengantara perjanjian baru, dan kepada darah pemercikan, yang berbicara lebih kuat dari pada darah Habel. Jadi, karena kita menerima kerajaan yang tidak tergoncangkan, marilah kita mengucap syukur dan beribadah kepada Allah menurut cara yang berkenan kepada-Nya, dengan hormat dan takut. Sebab Allah kita adalah api yang menghanguskan.
Setelah beberapa waktu lagu ini berhenti. Segala sesuatu menjadi hening. Tak seorang pun yang terlihat selain tujuh penyembah yang memberikan kedamaian Allah kepada si musafir dan seluruh bukit pasir, kemudian mereka meninggalkan si musafir dengan wanita yang menyertainya. Wanita itu mengajaknya ke sebuah sungai yang mengalir dan kembali memberinya makan.
“Jadi ini adalah Padang Belantara penyembahan,” seru si musafir dengan gembira, ia masih merasa kagum dengan apa yang barusan dialaminya.
“Ya, di sini orang Kristen belajar menyembah Allah Bapa di dalam roh dan kebenaran. Kau dapat menyebutnya sebagai halaman luar dari Kota Allah; seperti yang kau lihat, penduduk Kota ini ada di sekelilingmu. Di Padang Belantara Pengampunan kau mengalami bagaimana kuasa darah Yesus membersihkan hatimu yang terdalam. Di sini, di Padang Belantara Penyembahan kau menerima Roh Kudus-Nya. Allah membaptismu dengan kuasa dari tempat tinggi agar kau menyembah-Nya dengan penyembahan sejati di tempat yang lebih jauh dari padang belantara ini. Yoel 2 mengatakan kepada kita:
Kemudian dari pada itu akan terjadi, bahwa Aku akan mencurahkan Roh-Ku ke atas semua manusia, maka anak-anakmu laki-laki dan perempuan akan bernubuat; orang-orangmu yang tua akan mendapat mimpi, teruna-terunamu akan mendapat penglihatan-penglihatan. Juga ke atas hamba-hambamu laki-laki dan perempuan akan Kucurahkan Roh-Ku pada hari-hari itu.
Aku tak pernah mengalami penyembahan seperti yang kualami di tempat ini, tapi apakah ini akan bertahan lama?” Tanya si musafir. “Apakah aku masih mampu menyembah Allah yang hidup dengan kasih karunia yang seperti ini di tanah yang lebih jauh dari padang belantara ini?”
“Perubahan-perubahan akan terjadi di dalam dirimu, dan bila kau membiarkannya terjadi, maka hal itu akan bertahan selamanya. Hatimu sedang dibuka oleh pencurahan roh. Mulutmu sedang dibuka untuk berbicara seperti yang Allah ucapkan: ‘Anak-anakmu laki-laki dan perempuan akan bernubuat.’ Dan matamu sedang dibuka untuk melihat mimpi-mimpi dan penglihatan-penglihatan. Kau sedang menerima mata yang dapat melihat Allah.”
“Tapi bukankah hal yang sama juga terjadi di Kota Kristen? Mereka mengatakan padaku bahwa hal-hal ini juga berlangsung di Gereja Apostolik Masa Depan setiap hari minggu malam.”
“Saudaraku, perbedaannya adalah, di sini kau tidak sekedar mengecap penyembahan atau mencoba-coba melakukan penyembahan. Di padang belantara ini kau terhilang di dalam penyembahan kepada Allah sehingga segala pujian dan pengucapan syukurmu kau berikan hanya bagi Dia. Segala sesuatu yang kau perbuat kau lakukan untuk Dia.”
“Tapi bukankah fanatisme itu mengandung bahaya?”
“Kefanatikan menyembah aturan-aturan, gagasan-gagasan, kepribadian manusia dan bahkan setan, tapi ia tak pernah menyembah Allah. Melakukan penyembahan kepada Allah adalah pintu masuk, bukan untuk menuju ke fanatisme, tapi kepada kebebasan yang belum pernah kau kenal. Ketika kau terhilang di dalam penyembahan kepada Allah, kau tak lagi menyembah perkara-perkara seperti uang, asmara atau kesuksesan. Kau telah menemukan suatu obyek penyembahan yang benar, dan ketika kau  menyembah-Nya kau akan merasa dilengkapi.”
Setelah mengucapkan kata-kata ini wanita yang menyertainya itu pergi. Sekali lagi si musafir tinggal seorang diri di laut yang berpasir biru, terhilang di dalam penyembahan kepada Allah.
Padang Belantara Doa
Sekarang laut pasir itu berbelok ke ujung-ujung bukit yang terletak di jajaran pegunungan berapi. Di situ tidak terdapat tumbuh-tumbuhan, lingkungan sekitarnya kering dan dipenuhi dengan bebatuan yang keras dan terbakar. Tulang-tulang yang berserakan di pasir di dekat bebatuan yang berfungsi sebagai perintang merupakan saksi bisu dari bahaya yang terdapat di daerah yang terpencil ini. Saat sedang berjalan si musafir mengarahkan pandangannya kepada bintang yang berbentuk salib dan berkata kepada dirinya sendiri:
“Masuklah melalui pintu yang sesak itu, karena lebarlah pintu dan luaslah jalan yang menuju kepada kebinasaan, dan banyak orang yang masuk melaluinya. Karena sesaklah pintu dan sempitlah jalan yang menuju kepada kehidupan, dan sedikit orang yang mendapatinya.”
Si musafir mendengar suara di kejauhan, lalu ia berjalan menyusuri jalan kecil di kaki gunung yang ada di depannya. Tiba-tiba jalan kecil itu berbelok ke sebuah lekukan gunung. Ketika ia memasukinya, ia mendengar sebuah suara yang keras, bergaung dan bergema sehingga kata-kata yang diucapkan tidak terdengar dengan jelas. Ia terus masuk lebih dalam ke jalan kecil yang berbatu-batu ini, dan ia berjalan mendekati sebuah besi tempa besar yang berbentuk melengkung di mana di bawahnya seorang pria sedang berpidato di hadapan suatu kumpulan pria dan wanita.
“Inilah jalannya, percayalah padaku,” kata seorang pria dengan nada memohon dan dengan suara yang sekarang terdengar jelas. “Pintu sempit di sebelah kiriku ini sangat kaku dan akan sulit digerakkan. Mana ada orang yang mempunyai akal sehat mau menempuh jalan yang suram itu, sementara di sini ada jalan rata dan beraspal yang sudah siap dibuka untuk dilalui? Berjalanlah melalui pintu ini dan kau akan keluar dari padang belantara sebelum hari menjelang malam. Makanan yang enak dan tempat tidur yang bersih sudah menantimu. Ada beberapa pertemuan doa yang diselenggarakan di setiap tempat peristirahatan yang akan kau lewati setiap satu jam perjalanan.”
Tanpa ragu-ragu si musafir melewati lengkungan besi tempa dan berjalan maju menuruni jalan. Orang-orang lain mengikutinya. Rute yang ditempuhnya sekarang adalah jalan yang halus dan menyenangkan, jauh berbeda dengan perjalanan sulit yang dilaluinya di pasir biru. Sebuah rambu tampak menginformasikan tempat-tempat perhentian untuk beristirahat setiap satu jam sekali yang menyediakan acara pertemuan doa dan santap siang.
Pada tempat perhentian pertama si musafir berbicara dengan seorang kepala pelayan wanita: “Aku sudah berjalan cukup jauh. Tolong katakan kepadaku ke mana jalan ini akan membawa kami.”
Wanita itu tersenyum dan menjawab, “Kau akan tiba di pemondokan yang menyenangkan dan kau akan diurus dengan baik. Perjalananmu akan berakhir saat matahari terbenam.”
Si musafir kembali berjalan, ia kelihatan semakin bingung. Setelah ia menempuh perjalanan yang indah melewati bebatuan dan pepohonan, tak lama kemudian hari pun mulai malam, sekarang ia menemukan dirinya berdiri di sisi sebuah bukit, memandang ke bawah dan melihat sebuah kota.
“Selamat datang!” seru seorang pria yang berdiri di lengkungan besi tempa yang sebelumnya telah dilaluinya.
“Terima kasih,” jawab si musafir. “Tapi di mana aku berada?”
“Mengapa, ini kan Kota Kristen!”
Tanpa berkata apa-apa lagi si musafir berbalik dan berlari kembali ke tempat semula di mana ia berada. Ketika Kota Kristen itu sudah tak terlihat lagi, ia berhenti berlari dan mulai berjalan tetapi ia tak berhenti berjalan sampai tiba di lengkungan lain yang merupakan ujung jalan yang keliru diambilnya. Ia berteriak, “Aku hanya mempunyai satu kerinduan: menemukan pintu yang sempit itu dan memasukinya sebelum aku dapat beristirahat. Bagaimana aku bisa demikian buta? Tentu saja pintu yang lebar itu menuju ke Kota Kristen, tempat di mana seseorang dapat memperoleh kemudahan – tidak perlu menyangkal dirinya, mengambil resiko, menderita rasa sakit atau kekurangan waktu tidur,” tambahnya dengan sengit.
Akhirnya si musafir menemukan pintu tua yang sudah berkarat itu. Pintu itu sangat sempit sehingga hampir-hampir ia tak dapat melewatinya, lagipula pintu itu nyaris tak terlihat karena tertutup oleh tumbuh-tumbuhan merambat dan rumput liar.
Saat fajar si musafir masih berjalan di jalan yang sempit itu sambil berusaha melewati batu-batu yang berwarna merah. Di udara terdengar sebuah dengungan seperti angin yang bertiup di antara pepohonan, tetapi di situ tidak ada angin maupun pohon. Suara dengungan terdengar semakin kuat dan ternyata itu adalah suara nyanyian mazmur yang dilagukan oleh banyak suara. Sekarang si musafir melihat orang-orang yang berjalan di depannya. Ia telah menjadi bagian sebuah prosesi dari orang-orang yang berjalan menuju ke Kota Allah. Sambil berjalan, masing-masing dari mereka tampak serius berbicara dengan seseorang yang tidak terlihat. Beberapa dari mereka menangis, dan beberapa tampak sangat gembira. Beberapa ada yang menyebutkan nama-nama orang dan berdoa supaya hal yang baik terjadi atas orang-orang itu. Beberapa meminta bantuan kepada orang-orang yang berjalan di depan atau di belakang mereka, tapi perhatian utama mereka tertuju kepada pendengar yang tidak kelihatan.
Wanita misterius yang menyertai si musafir muncul kembali dan berkata kepadanya. “Di Padang Belantara Doa ini kau akan melihat perbedaan yang sangat kontras dengan apa yang terjadi di Kota Kristen. Di sana, mereka memang melakukan pertemuan doa dan orang-orang berdoa dahulu sebelum tidur. Ketika hidup bertambah sulit, doa mereka semakin hebat sampai masa krisis berlalu. Namun di Padang Belantara Doa, doa menjadi sebuah gaya hidup seseorang – sumber dari seluruh keberadaan seseorang. Waktunya telah tiba bagiMU untuk terhilang di dalam sebuah kehidupan doa. Renungkanlah bagian firman Tuhan dari Injil lukas ini,” tambahnya seraya menyerahkan selembar kertas yang di dalamnya tertulis:
Ketika seluruh orang banyak itu telah dibaptis dan ketika Yesus juga dibaptis dan sedang BERDOA, terbukalah langit dan turunlah Roh Kudus dalam rupa burung merpati ke atas-Nya. Dan terdengarlah suara dari langit: “Engkaulah Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Mulah Aku berkenan.” (Luk. 3:21-22).
Tetapi kabar tentang Yesus makin jauh tersiar dan datanglah orang banyak berbondong-bondong kepada-Nya untuk mendengar Dia dan untuk disembuhkan dari penyakit mereka. Akan tetapi Ia mengundurkan diri ke tempat-tempat yang sunyi dan BERDOA. (Luk. 5:15-16).
Pada waktu itu pergilah Yesus ke bukit untuk BERDOA dan semalam-malaman Ia BERDOA KEPADA ALLAH. Ketika hari siang, Ia memanggil murid-murid-Nya kepada-Nya, lalu memilih dari antara mereka dua belas orang, yang disebut-Nya rasul… (Luk. 6:12-13).
Kira-kira delapan hari sesudah segala pengajaran itu, Yesus membawa Petrus, Yohanes dan Yakobus, lalu naik ke atas gunung untuk BERDOA. Ketika Ia sedang BERDOA, rupa wajah-Nya berubah dan pakaian-Nya menjadi putih berkilau-kilauan. (Luk. 9:28-29)
Pada suatu kali Yesus sedang BERDOA di salah satu tempat. Ketika Ia berhenti BERDOA, berkatalah seorang dari murid-murid-Nya kepada-Nya: “Tuhan, ajarlah kami BERDOA, sama seperti yang diajarkan Yohanes kepada murid-muridnya.” (Luk. 11:1)
Lalu pergilah Yesus ke luar kota dan sebagaimana biasa Ia menuju Bukit Zaitun. Murid-murid-Nya juga mengikuti Dia. Setelah tiba di tempat itu Ia berkata kepada mereka: “BERDOALAH supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan.” Kemudian Ia menjauhkan diri dari mereka kira-kira sepelempar batu jaraknya, lalu Ia berlutut dan BERDOA… (Luk. 22:39-41).
Ketika mereka sampai di tempat yang bernama Tengkorak, mereka menyalibkan Yesus di situ dan juga kedua orang penjahat itu, yang seorang di sebelah kanan-Nya dan yang lain di sebelah kiri-Nya. Yesus berkata: “YA BAPA, AMPUNILAH MEREKA, SEBAB MEREKA TIDAK TAHU APA YANG MEREKA PERBUAT.” (Luk. 23:33-34).
“Kehidupan doa adalah sesuatu yang kita kerjakan di dalam kesendirian, namun hal itu membawa kita ke dalam persekutuan dengan Allah dan dengan manusia, yang tak dapat diberikan oleh hal-hal lainnya,” wanita yang menyertai si musafir berkata setelah ia selesai membaca. “Berdoa adalah langkah kepada Allah, datang ke pintu Bapa untuk meminta roti supaya kau dapat memberikannya kepada saudaramu yang membutuhkan. Ketika kau mengetuk dan terus mengetuk, pintu itu selalu terbuka. Selalu. Setelah kau bersekutu dengan Allah maka kau akan memiliki sesuatu yang dapat kau bagikan dengan orang lain. Dan ketika kau membagikan apa yang Allah berikan untukmu kepada orang lain, maka kau memiliki persekutuan dengan mereka. Setiap orang akan memiliki persekutuan ini meskipun ia seorang yang pemalu dan kikuk. Kehidupan doa akan membebaskan seseorang dari rasa takut akan pendapat orang lain terhadap dirinya dan rasa takut akan kesalahan besar yang mungkin dilakukan oleh dirinya sendiri.”
“Tapi bila kita ingin belajar berdoa haruskah kita melalui gunung yang mengerikan, jurang-jurang dan bahaya yang tak ada habis-habisnya ini?” Tanya si musafir.
“Nah, dahulu kau berseru kepada Allah hanya pada saat-saat genting. Di sini kau akan belajar melihat hidupmu sebagai krisis yang berkelanjutan dan hal itu membuatmu berseru kepada Allah siang dan malam. ‘Tidakkah Allah membela orang-orang pilihan-Nya yang berseru kepada-Nya siang dan malam?’ Para pendoa membuat penglihatan kita akan apa yang terjadi di dunia menjadi semakin jelas – betapa kekacauan bangsa-bangsa semakin mendekati puncaknya – semakin kita mengerti bahwa satu-satunya cara untuk memahami kehidupan yaitu dengan datang mendekat kepada Allah Bapa di dalam doa, berseru pada-Nya siang dan malam. Kita berdoa tanpa henti karena krisis kehidupan di dunia tidak pernah berakhir.”
“Tapi mengapa semua ini harus sedemikian sulit? Bagiku, mendaki pegunungan ini sepertinya merupakan bagian yang paling sulit dari keseluruhan perjalanan.”
“Karena doa adalah tugas utama kita. Doa melibatkan pikiran, konsentrasi, kehendak yang aktif dan kekuatan terbaik yang dimiliki seseorang untuk berdoa bagi kekudusan nama Allah, kedatangan kerajaan Allah, berdoa bagi para pekerja di ladang tuaian, atau berdoa untuk orang-orang tertentu dan kebutuhan mereka. Kau baru saja mulai menggores permukaan dari sesuatu yang mengagumkan yang perlu diselesaikan supaya doamu dapat terjawab, itu pula bila kau terus melakukannya.”
“Sulit sekali untuk terus melakukannya! Aku mulai merasa letih.”
“Itu karena doamu mulai terlibat di dalam Pertempuran yang Sesungguhnya. Doa adalah tempat di mana kita membalas kejahatan dengan kebaikan. Di pegunungan ini kau akan belajar berdoa untuk musuh-musuhmu. Gaya hidup membalas yang jahat dengan yang baik dimulai dengan cara meminta hal yang baik terjadi atas mereka yang berbuat jahat kepada kita.”
Jalan sempit itu menuntun ke sebuah tempat penjagaan di mana si musafir dan wanita yang menyertainya beristirahat untuk makan. Setelah itu mereka berjalan ke tepi tempat penjagaan, kemudian si wanita menunjuk ke sebuah tempat yang terletak di bawah, melewati liku-liku gunung dan tempat itu terlihat semakin lama semakin kecil sampai batas mata memandang di kaki langit.
“Kau lihat, di situlah Tuaian dimulai,” wanita itu berkata sambil menunjuk sebuah pemandangan yang ada di depan mereka. “Ingatkah ketika Yesus berkata:
Bukankah kamu mengatakan: empat bulan lagi tibalah musim menuai? Tetapi Aku berkata kepadamu: Lihatlah sekelilingmu dan pandanglah ladang-ladang yang sudah menguning dan matang untuk dituai. Sekarang juga penuai telah menerima upahnya dan ia mengumpulkan buah untuk hidup yang kekal, sehingga penabur dan penuai sama-sama bersukacita. Sebab dalam hal ini benarlah peribahasa: Yang seorang menabur dan yang lain menuai. Aku mengutus kamu untuk menuai apa yang tidak kamu usahakan; orang-orang lain berusaha dan kamu datang memetik hasil usaha mereka.”
Si musafir menatap ke kejauhan sementara wanita yang menyertainya memberikan penjelasan lebih lanjut: “Ingat, di Kota Kristen ada sebuah jalan yang besar dan bagus bernama Jalan Raya Misionari, di sana terdapat bangunan-bangunan megah dan luas, dihiasi dengan air mancur dan semak-semak yang indah. Bangunan-bangunan tersebut digunakan sebagai tempat bagi badan-badan misi Kristen yang terkenal di dunia menjalankan kegiatannya. Ada beberapa markas pustaka yang berhubungan dengan penjangkauan, kantor-kantor tajuk rencana untuk menyunting pernak-pernik naskah majalah misionari, dan fasilitas-fasilitas yang lebih kecil untuk menyediakan pelayanan doa melalui surat bagi para pekerja misi yang kurang dikenal. Ada studio-studio yang menghasilkan kepustakaan dunia dan rekaman video untuk keperluan para misionari. Ada lembaga-lembaga yang menawarkan kursus penyegaran bagi para misionari yang sedang cuti, juga rencana perjalanan yang diprogram di dalam komputer yang diperuntukkan bagi para misionari yang ingin menambah tingkat keuangan mereka. Ada pusat-pusat perekrutan, fasilitas peristirahatan bagi misionari yang sudah pensiun dan bahkan sebuah catatan perusahaan yang mulai menanjak. Tapi akhir-akhir ini Jalan Raya Misionari mengalami gejolak kepanikan karena beberapa berita yang mengganggu. Ada pernyataan yang menyebutkan bahwa sejumlah besar misionari telah melakukan tindakan pelanggaran etika misionari yang tak dapat dimaafkan: mereka bukannya mengambil ladang misi yang diakui sebagai daerah yang dikenal di dunia melainkan malah menerjunkan diri ke padang gurun yang ada di dekat Kota Allah.
“Tapi ladang misi seperti apa yang ada di padang gurun ini?” Tanya si musafir. “Jiwa siapa yang akan kau selamatkan di Padang Belantara Pengampunan ini selain dari jiwamu sendiri? Dan ketika kau tiba di Padang Belantara Penyembahan, setiap orang yang ada di sana sudah hidup dalam kemuliaan Allah. Di Padang Belantara Doa ada sebuah persekutuan yang indah dengan para musafir lainnya, dan aku sedang belajar menjadi seorang pendoa syafaat. Tapi di sana tidak ada satu pun jiwa yang terhilang…” (Bersambung)

Baca juga artikel selanjutnya: 

KRISIS DI INDONESIA

Oleh: Peter B, MA
Indonesia dilanda krisis demi krisis. Kita yang menutup mata terhadap hal ini akan serupa katak yang dimasukkan ke dalam panci berisi air yang sedang dipanaskan. Tanpa disadari katak itu perlahan namun pasti menuju pada kematiannya. Setiap anak Tuhan maupun pemimpin Kristen yang mengabaikan hal ini dan memandang enteng kondisi Indonesia, akan terkejut dan terlambat untuk mempersiapkan diri menghadapi masa-masa gelap atas Indonesia. Karena sesuatu yang mengerikan sedang membayangi nasib bangsa ini. Berapa banyak yang mengetahuinya?
Dan salah satu krisis di atas segala krisis adalah krisis kepemimpinan. Amsal 29:18  mengatakan “Bila tidak ada wahyu (dalam bahasa Inggris : vision,yang artinya visi atau tujuan), menjadi liarlah rakyat.… ” Tidak ada visi berarti tidak ada kepemimpinan karena visi lahir dari kepemimpinan sejati. Maka jelaslah pula dikatakan oleh firman tadi bahwa tanpa kepemimpinan maka rakyat menjadi liar.
Dihubungkan dengan keadaan Indonesia yang sedang mengalami krisis kepemimpinan, sudah dapat diperkirakan bahwa ini akan berdampak terjadinya kekacauan di antara masyarakat yang semakin tak terkendali dan brutal.
Darimana terjadi krisis kepemimpinan yang begitu besar atas Indonesia? Ini terjadi berdasarkan prinsip otoritas anak-anak Tuhan di alam roh. Yesus katakan, “Kepadamu akan Kuberikan kunci Kerajaan Sorga. Apa yang kauikat di dunia ini akan terikat di sorga dan apa yang kaulepaskan di dunia ini akan terlepas di sorga” (Mat. 16:19). Jika otoritas atas alam roh diberikan kepada kita dan secara lebih besar kepada pemimpin rohani maka apa yang diikat dan dilepaskan di alam roh itu akan terjadi di alam nyata. Jika pemimpin rohani menyimpang maka itu pula yang terjadi di alam nyata. Pemimpin rohani yang palsu melahirkan pemimpin yang palsu dalam kehidupan nyata. Tidak heran jika di wilayah rohani terjadi krisis kepemimpinan maka di area hidup sehari-hari pun terjadi kelangkaan kepemimpinan. Roh yang bekerja di antara pemimpin rohani akan juga bekerja di antara pemimpin jasmani. Maka bayangkan jika yang bekerja atas para pemimpin rohani kita bukan Roh yang Suci tetapi roh kesombongan, ketamakan, kebencian, pembunuhan, cinta diri, mencari keuntungan melalui nama Tuhan, kemunafikan, perpecahan dan korupsi!
Krisis kepemimpinan atas bangsa ini adalah tanggung jawab setiap umat Tuhan dan secara khusus para pemimpin rohani yang membiarkan kuasa-kuasa kegelapan bebas bekerja melalui (hidup yang jahat di hadapan Tuhan) ketimbang menjadi saluran Roh Kudus melawat umat Tuhan dan bangsa ini.
Jadi inilah waktunya para pemimpin rohani di Indonesia untuk berdoa, merendahkan diri, mencari wajah Tuhan (bukan melulu tangan kuasa Tuhan yang diharapkan mengadakan mujizat-mujizat), dan berbalik dari jalan-jalan yang jahat. Demi pemulihan Indonesia. Sebelum pemimpin-pemimpin yang lalim menempati tahta kekuasaan dan melapangkan pekerjaan kuasa gelap atas Indonesia.
Dapatkan informasi lebih lanjut mengenai kondisi Indonesia di tangan pemimpin yang akan naik dan strategi  Tuhan untuk pemulihan Indonesia :
http://worshipcenterindonesia.blogspot.com/2014/04/krisis-kepemimpinan-yang-menumbuhkan_15.html

NUBUAT MENGENAI HASIL PEMILIHAN UMUM PRESIDEN 2014


Shalom,
Saudara-saudari seiman yang dikasihi Tuhan

Terkait pemilu presiden 2014 yang akan dilangsungkan 9 Juli ini, maka kami, Worship Center Ministries Surabaya, ingin menyampaikan sedikit gambaran dari pesan yang kami terima secara profetik melalui Bp Didit Irawan per tgl 6 Juli kemarin. 

(1) Tuhan melihat bahwa penyebaran nubuatan krisis kepemimpinan selama hampir 3 bulan terakhir ini oleh tim kami & rekan-rekan pemimpin di berbagai wilayah di Indonesia telah menjangkau ruang lingkup yang luas hingga hampir ke seluruh wilayah Indonesia & telah banyak didengar maupun diterima oleh pemimpin-pemimpin rohani yang ada di Indonesia. Dampaknya jauh melebihi perkiraan kami apabila diukur dari seberapa banyak umat Kristen yang berdoa, menaikkan doa-doa syafaat, mencari wajah Tuhan, hingga mencari tahu dan menyelidiki latar belakang salah satu capres yang banyak disebutkan dalam nubuatan tersebut, ditambah bangkitnya suatu antusiasme rohani untuk mendekat dan menyambung hubungan kembali dengan Tuhan. Lebih daripada itu, kami juga telah memperoleh konfirmasi bahwa pesan nubuatan juga telah mencapai warga Indonesia yang bermukim di luar negeri, yang mana itu juga mendorong mereka menyebarkan nubuatan tersebut kepada rekan-rekan mereka di sana.  Kami yakin Tuhan sendirilah yang bekerja dengan kuat kuasa Roh-Nya yang dahsyat sehingga dengan cara-Nya sendiri menjangkau begitu banyak manusia dari berbagai lapisan masyarakat, khususnya jemaat-Nya di Indonesia. Sungguh sangat jauh melebihi yang kami bisa perkirakan! Atas itu semua hanya air mata dan ucapan syukur kepada Tuhan dan terima kasih kepada rekan-rekan pemimpin yang telah bersatu dalam gerakan rohani 200 pemimpin ini.

(2) Mencocokkan hasil perjalanan kondisi bangsa hingga hari ini dalam rangka menguji nubuatan yang kami terima maka dapat dikatakan bahwa nubuat tersebut memiliki kesamaan dengan apa yang nyata berlangsung di Indonesia khususnya mengenai figur capres tertentu, sumber-sumber dukungannya hingga (kemungkinan) pikiran dan maksud-maksud tersembunyi (dalam arti negatif) dari salah satu capres yang dapat dilihat serta dapat diperkirakan dari data-data pemberitaan yang ada selama ini; 

(3) Berkaitan dengan persyaratan 200 pemimpin rohani yang berkomitmen kami ingin menyampaikan bahwa jumlah tersebut telah terpenuhi sekalipun pada hari ini meskipun yang masih tercatat senyatanya dalam database kami baru berkisar 106 orang. Dalam hal ini kami telah memiliki beberapa bukti dan konfirmasi bahwa pemimpin-pemimpin rohani yang berkomirmen telah mencapai lebih dari dua ratus orang berkomitmen namun karena keterbatasan sarana dan sumber daya kami maka hingga hari ini kami masih kesulitan menjalin hubungan dengan rekan-rekan pemimpin yang ada di wilayah-wilayah yang jauh di berbagai pelosok;

(4) Karena telah terpenuhi persyaratan tersebut maka kami sampaikan sesuai apa yang kami terima dari Tuhan yaitu bahwa yang memenangkan pemilu & menjadi presiden Indonesia terpilih adalah Bpk Joko Widodo.  Ini berarti Tuhan masih memberikan kasih karunia kepada kita, umat Tuhan di Indonesia dan kepada bangsa Indonesia sendiri, yang meskipun masih akan menerima kegoncangan dari hajaran Tuhan, namun bukan dengan cara yang keras dan menyakitkan.  Syukur kepada Allah atas kasih karunia-Nya besar itu!

(5) Gerakan rohani 200 pemimpin tidak berhenti hingga naiknya Bpk Joko Widodo, namun berlanjut demi mengadakan suatu dampak rohani untuk pemulihan Indonesia & mengawal pemerintahan yang baru. Sebab itu kami terus akan melanjutkan pencarian data para pemimpin rohani. Melalui pemimpin-pemimpin rohani sejatilah gereja Indonesia dipulihkan yang akan berlanjut pada pemulihan bangsa.

PEDOMAN DOA SYAFAAT BAGI PARA PEMIMPIN ROHANI
(oleh Bpk Didit Irawan)

Berkaitan dengan pesan Tuhan hasil pilpres 2014, hendaknya iman kita semakin diteguhkan dalam Tuhan bahwa Tuhan mendengar kesatuan doa umatNya dan Tuhan mendapati 200 pemimpin rohani (bisa lebih) yang akan dipakai oleh Tuhan untuk mengubahkan bangsa Indonesia. Lebih daripada itu, kita tidak boleh berdiam diri dan terlena sampai apa yang sudah dijanjikan Tuhan menjadi suatu realitas yang menjadi bagian kita, umat Kristen di Indonesia.  

TUHAN MENDENGAR SETIAP DOA KITA: PERTAHANKAN KEMENANGAN SAMPAI MENJADI NYATA ATAS INDONESIA

Menjelang pilpres 2014 dalam seminggu ini Tuhan memperlihatkan seperti sinar putih seperti cahaya matahari yang disorot dari atas langit yang terbuka dan mengeluarkan sinar matahari. 

Kemudian Tuhan berkata, “Sesungguhnya setiap waktu engkau akan mendapati umatKu berdoa bagi pemilu untuk mencengah pemimpin diktator tidak menjadi presiden.” 

Lalu Tuhan membuka telinga saya, “Saya mendengar ada begitu banyak suara-suara baik pria dan wanita baik suara yang lirih dari orang tua sampai perkataan anak-anak muda yang penuh semangat. Berjuta-juta suara berbicara seperti dalam satu siaran yang terdengar di telinga. 

Setelah itu Tuhan berkata, “Itulah doa-doa yang dinaikkan mereka (orang-orang Kristen di Indonesia) kepadaKu.” Artinya Tuhan mendengar doa-doa kita dan tidak pernah sia-sia setiap tetesan air mata, seruan doa dari pokok doa yang lahir dari hati Tuhan. 

Kemenangan di alam roh ini harus kita pertahankan dalam doa sampai menjadi nyata atas Indonesia. Kita tidak boleh berhenti berdoa bagi pemilu sebab iblis akan berusaha membuat begitu banyak kecurangan untuk meraih kemenangan capres pertama. 

Kita teruskan berdoa bagi pertobatan pemimpin rohani di Indonesia dan keterbukaan serta kejujuran komisi pemilihan umum, seluruh pengurus dan pemimpin yang terlibat dalam pemilu (termasuk para lurah dan kepala desa) serta badan pengawasan pemilu).

PEDOMAN DOA SYAFAAT DAN TINDAKAN NYATA UNTUK MEWUJUDNYATAKAN HASIL DOA MENJADI KENYATAAN:

1) Deklarasikan dengan iman bahwa Tuhan telah mendengar doa-doa kita dan memberikan kemenangan kepada kita;

2) Ucapkan syukur atas janji Tuhan yang telah memilih Bapak Jokowi menjadi presiden atas Indonesia;


3) Berdoa terus dengan iman bahwa Tuhan akan membongkar segala kecurangan yang ada dalam komisi pemilihan umum, badan pengawas pemilu dan seluruh penyelenggara pemilihan umum;


4) Bagian akhir dari doa syafaat menaikkan puji-pujian dengan sukacita bahwa Tuhan telah memberikan kemenangan kepada kita;


5) Pastikan bahwa Anda, seluruh keluarga dan seluruh jemaat Anda menjadi bagian untuk memilih di TPS masing-masing.

Inti dari semuanya adalah hendaknya kita menaikkan doa-doa kita dengan iman, ucapan syukur dan sukacita atas kasih karunia yang telah Tuhan berikan kepada kita. Ini baru tahap awal kegerakan kita dan masih ada tahap-tahap lainnya dalam perjuangan kita menuju pemulihan Indonesia. Hendaknya semangat kita jangan kendor dan biarlah roh kita tetap menyala-nyala bagi Tuhan.  Tuhan Yesus memberkati kita semua.

Salam revival!
Salam perjuangan dalam Kristus!
Amin.

NB:
— Peringatan  mengingat hal ini merupakan sesuatu yang kami yakini berasal dari Tuhan dan bersifat rohani dan kudus, maka kami melarang, menolak dan mengutuk penggunaan informasi ini untuk kepentingan memperoleh keuntungan materi dan untuk kegiatan lain yang bersifat duniawi demi melampiaskan keinginan daging semata.

— Kami akan terus memperbarui informasi (update) mengenai perkembangan kondisi Indonesia pasca pilpres dan pemerintahan yang baru ini. Jangan lupa secara teratur mengunjungi blog kami. 

LUPUT DARI DUNIA KRISTEN oleh Robert E. Burnell (Bagian 1)

 Perjalanan 
      Di dalam mimpi saya melihat seorang pria yang berjalan sendirian menyusuri sebuah jalan. Ketika matahari tenggelam di balik perbukitan, tampak muncul sebuah kota. Di dekat kota, musafir itu menyaksikan sejumlah besar gereja. Puncak bangunan dan salib-salib gereja tersebut menembus kaki langit. Langkah si musafir semakin cepat. Apakah tempat ini yang ditujunya? Ia melewati sebuah bangunan yang mengesankan bertuliskan kata-kata yang terbuat dari neon yang berkelap-kelip “Katedral Masa Depan”. Agak jauh dari situ terdapat sebuah stadion yang diterangi lampu sorot dan menyangga sebuah papan iklan yang menyatakan bahwa di sana terdapat lima puluh ribu orang yang menghadiri pertemuan pekabaran Injil selama tiga malam dalam seminggu. Di depan jalan juga terdapat kumpulan kapel “Perjanjian Baru” dan sinagoga orang Kristen Ibrani yang terlihat sederhana.
“Apakah ini Kota Allah?” saya mendengar musafir itu bertanya pada seorang wanita yang berada di bagian informasi pusat kota.

“Bukan, ini Kota Kristen,” jawabnya.
“Tapi kukira jalan ini menuju ke Kota Allah!” serunya dengan kekecewaan yang besar.
“Kami juga mengiranya demikian ketika kami tiba di sini,” jawab wanita itu dengan nada simpatik.
“Jalan ini berlanjut sampai ke atas gunung, kan?” tanyanya.
“ Saya benar-benar tidak tahu,” kata wanita itu dengan hampa.
Saya melihat pria itu pergi meninggalkannya dan dengan susah payah berjalan mendaki ke arah gunung di dalam kegelapan yang pekat. Ketika ia sampai di puncak, ia menatap ke dalam gelap; sepertinya benar-benar tidak ada satu pun yang dapat dilihat. Dengan rasa ngeri ia kembali melangkah menuruni gunung menuju ke Kota Kristen dan memesan sebuah kamar untuk menginap di hotel.
Pada subuh keesokan paginya, tanpa menyegarkan diri terlebih dulu pria itu kembali menyusuri jalan menuju ke gunung; di bawah terang sinar matahari ia baru mengetahui bahwa kehampaan yang dirasakannya pada malam sebelumnya ternyata karena di situ terdapat padang gurun – kering, panas dan sejauh mata memandang yang tampak hanya pasir yang bertebaran. Jalan tersebut kemudian menyempit menjadi sebuah jalan setapak yang menanjak menuju ke bukit pasir lalu menghilang. “Dapatkah jalan kecil ini memimpin ke Kota Allah?” ia bertanya-tanya di dalam hati. Tampaknya jalan itu sangat sunyi dan jarang dilalui.
Karena bimbang ia memperlambat langkahnya, kemudian ia kembali ke Kota Kristen dan makan siang di sebuah restoran Kristen. Di tengah alunan musik rohani, saya mendengar ia bertanya pada seorang pria yang duduk di meja sebelah, “Jalan setapak itu menuju ke gunung dimana padang gurun bermula, apakah jalan itu berakhir di kota Allah?”
“Jangan bodoh!” pria itu menjawab dengan segera. “Setiap orang yang mengambil jalan itu telah terhilang …tertelan oleh padang gurun! Jika engkau menginginkan Allah, banyak gereja yang bagus di kota ini. Pilihlah salah satu dan menetaplah.”
Setelah meninggalkan restoran, musafir itu tampak lelah dan bingung, ia menemukan sebuah tempat di bawah pohon lalu duduk. Seorang pria tua datang mendekatinya dan mulai memohon kepadanya dengan nada mendesak, “ Jika kau tinggal di Kota Kristen ini, keadaanmu akan semakin buruk. Kau harus pergi ke jalan setapak itu. Aku adalah bagian dari padang gurun yang kau lihat. Aku dikirim untuk mendorong dan mendesakmu. Kau akan berjalan bermil-mil jauhnya. Kau akan haus dan kepanasan; tetapi para malaikat akan berjalan bersamamu, dan kau akan menemukan mata air di sepanjang jalan. Pada akhir perjalananmu kau akan tiba di Kota Allah! Kau tidak pernah melihat keindahan seperti yang ada di dalam kota itu sebelumnya! Dan ketika kau tiba pintu gerbangnya akan dibuka bagimu karena kau telah dinanti-nantikan.”
“Yang kau katakan kedengarannya bagus,” sahut si musafir. “Tapi saya takut tak dapat melewati padang gurun itu. Mungkin lebih baik saya di Kota Kristen ini saja.”
Orang Tua itu tersenyum. “Kota Kristen adalah tempat bagi mereka yang menginginkan agama namun tak mau kehilangan kehidupan mereka. Padang gurun adalah tempat bagi mereka yang hatinya begitu haus akan Allah sehingga mereka bersedia terhilang di dalam Dia. Kawanku, ketika Petrus menarik perahunya ke darat, meninggalkan semua itu lalu mengikut Yesus, ia tertelan oleh padang gurun. Ketika Matius meninggalkan pekerjaan memungut pajak dan Paulus meninggalkan tugas keagamaannya, mereka juga meninggalkan kota yang seperti ini lalu mengikut Yesus sampai ke bukit pasir dan terhilang di dalam Allah. Karena itu janganlah takut. Banyak orang yang telah pergi sebelum engkau.”
Lalu saya melihat si musafir mengalihkan pandangannya dari mata orang tua yang tampak menyala itu ke Kota Kristen yang penuh dengan kesibukan. Ia melihat orang-orang sibuk berjalan ke sana ke mari dengan Alkitab dan tas kotak yang bersinar, mereka tampak seperti pria dan wanita yang mengetahui tujuan hidupnya. Tapi sudah jelas mereka tidak memiliki sesuatu yang dimiliki oleh orang tua yang memiliki mata bagaikan seorang nabi itu.
Di dalam mimpi saya membayangkan si musafir mempertimbangkan segala sesuatu di dalam pikirannya. “Jika aku pergi ke sana, bagaimana aku bisa yakin kalau aku akan terhilang di dalam Tuhan? Di Abad Pertengahan orang-orang Kristen mencoba menenggelamkan diri mereka di dalam Tuhan dengan cara menempatkan dunia di belakang lalu memasuki sebuah biara. Dan betapa kecewanya mereka ketika menemukan ternyata dunia masih ada di tempatnya semula! Dan orang-orang yang ada di Kota Kristen ini sedang bersiap-siap untuk pergi ke sebuah rimba atau sebuah perkampungan kumuh yang terabaikan, mungkin mereka sudah mulai mendekati apa yang dimaksud dengan terhilang di dalam Tuhan. Tapi ternyata, seseorang dapat bepergian sampai ke ujung bumi dan tidak kehilangan dirinya sendiri.
Si musafir kembali berpaling untuk melihat orang tua itu berjalan ke jalan setapak yang menyempit menuju ke tepi padang gurun. Tiba-tiba, ia melompat berdiri dan memutuskan untuk mengejar orang tua itu. Ketika ia berhasil mengejarnya, mereka tidak berbicara satu patah kata pun. Orang tua itu tiba-tiba berbelok ke kanan dan menuntunnya ke lereng lain yang lebih curam dan mereka terus berjalan menuju ke puncak yang diselimuti oleh awan yang berkilauan. Pendakian itu terasa amat sulit. Si musafir tampak pusing dan mulai sempoyongan. Orang tua itu berhenti dan menawarinya minum dari botol yang tergantung di pundaknya. Dengan nafas yang terengah-engah ia minum dengan tegukan yang besar. “Tidak ada air yang semanis ini,” katanya dengan perasaan lega. “Terima kasih.”
“Sekarang lihat ke sana.” Orang tua itu menunjuk sebuah pemandangan yang sama sekali tidak monoton dan sunyi seperti yang mereka lihat sebelumnya. Padang gurun di bawah kini tampak berwarna-warni dan bergradasi. Di kejauhan terlihat pendaran cahaya yang bergerak di permukaan kaki langit seperti sebuah benda hidup. “Itu adalah Kota Allah! Tapi sebelum kau sampai ke sana, kau harus melewati empat hutan belantara yang kau lihat itu. Tepat di bawah kita adalah Hutan Belantara Pengampunan.” Si musafir memperhatikan bayangan orang-orang yang tampak kecil dan suram yang membuat perjalanan mereka menuju ke kota itu menjadi lambat, terpisah satu sama lain dengan jarak yang berjauhan.
“Bagaimana mereka dapat mengatasi kesepian?” Tanya si musafir. “Bukankah lebih baik mereka berjalan bersama-sama?”
“Yah, sebenarnya mereka tidak benar-benar sendirian. Setiap mereka ditemani oleh pengampunan dari Allah. Mereka tertelan oleh padang gurun belas kasihan Tuhan Allah yang sangat besar. Sepanjang perjalanan Roh Kudus berkata kepada mereka, ‘Lihatlah, Anak Domba Allah yang menghapus dosa dunia!’ Mereka mengalami pemurnian di sepanjang perjalanan.”
Di tempat yang lebih jauh lagi tampak suatu area yang berwarna biru. “Apakah itu laut?” si musafir bertanya.
“Kelihatannya memang seperti air, tapi itu adalah lautan pasir. Itulah yang disebut Padang Belantara Penyembahan. Mari, lihatlah dengan teropong ini dan kau akan melihat orang-orang itu juga sedang berjalan ke sana. Perhatikan bagaimana di sini mereka mulai membentuk kelompok. Mereka mengalami sukacita pertama yang mereka dapatkan dari Kota – yaitu penyembahan. Mereka menyadari bahwa mereka diciptakan untuk menyembah Allah. Penyembahan menjadi kehidupan bagi mereka, suatu sumber bara api yang menyemangati apa pun yang ,mereka lakukan.”
“Tapi bukankah orang-orang juga melakukan penyembahan di Kota Kristen? Apa yang istimewa dengan hutan belantara itu?”
“Penyembahan (itu), yaitu penyembahan yang sejati, dapat dimulai hanya ketika hidup kita telah kita tinggalkan sama sekali di padang gurunnya hadirat Allah. Di sana hati kita mulai menyembah Bapa di dalam roh dan kebenaran.”
Lalu kami memandang melewati padang belantara yang berwarna biru, di sana tampak padang gurun menanjak yang berwarna merah dan pegunungan yang berwarna merah menyala, orang tua itu menjelaskan kepada musafir bahwa di antara pegunungan yang kemerahan itu terdapat Hutan Belantara Doa.
“Untuk dapat melewati padang belantara itu para pejalan kaki tahu bahwa mereka harus menghindari setiap gangguan dan berkonsentrasi untuk berdoa. Dengan cepat mereka belajar bahwa tidak ada cara yang mungkin bagi mereka untuk selamat kecuali terus menerus berseru kepada Allah. Ketika mereka sampai di bagian tertinggi dari padang belantara, doa adalah keinginan mereka yang utama dan sumber sukacita mereka yang terbesar. Awalnya Kota Allah seperti berada setelah Padang Belantara Doa. Tapi ada satu lagi padang belantara yang tersembunyi di balik pegunungan yang harus kau lewati sebelum kau mencapai tujuan akhirmu. Tempat itu bernama Tuaian. Kau akan mengenalnya bila kau tiba di sana. Dan setelah Tuaian barulah Kota Allah. Namamu dikenal di sana. Kedatanganmu sangat dinanti-nantikan. Ayo, mari kita mulai perjalanan kita.”
“Sore hari kelihatannya bukan waktu yang baik untuk memulai sebuah perjalanan seperti ini,” katanya.
“Jangan kembali ke Kota Kristen,” desak orang tua itu sambil menatapnya dengan sungguh-sungguh.
“Meski pada jam seperti ini? Di sana aku dapat tidur dengan nyenyak dan bangun pagi-pagi untuk mengerjakan sesuatu,” lanjut si musafir dengan nada berharap.
“Tapi tempat peristirahatanmu ada di sana,” desak orang tua itu. “Berjalanlah sekarang ke padang gurun. Roh Kudus akan menolongmu. Jangan takut bila harus terhilang di dalam Allah. Kau takkan menemukan hidupmu di tempat lain.”

Padang Belantara Pengampunan
Orang tua itu telah meninggalkan si musafir sendirian dan sekarang si musafir berdiri di tepi padang gurun sementara hari mulai gelap. Lampu-lampu Kota Kristen berkelap-kelip di belakangnya. Saya dapat membayangkan bagaimana ia berpikir tentang kehangatan suasana perbincangan teman-temannya di tengah makan malam yang hangat kemudian pergi tidur di tempat tidur yang nyaman. Tetapi kemudian ekspresi wajahnya menjadi tegas dan ia berkata, “Ini pasti jalan yang harus kuambil. Aku akan menemukan hidupku dengan cara melepaskannya, itu adalah sebuah kepastian. Tapi bagaimana aku TAHU kalau aku mengambil jalan menuju ke padang gurun ini maka aku pasti terhilang di dalam Allah dan bukan hanya sekedar terhilang? Aku ingat ada banyak orang yang memilih sebuah jalan yang sunyi dan jalan tersebut bukan menuntun mereka ke Kota Allah melainkan membawa mereka kepada pikiran-pikiran yang tidak nyata dan pengalaman-pengalaman yang palsu sehingga pikiran dan hidup mereka menjadi hancur. Tentu saja bahaya menetap di Kota Kristen dan memiliki kehidupan yang nyaman harus dibandingkan dengan kemungkinan akan kehilangan semua itu di padang belantara khayalan rohani. Saya yakin kegelapan yang terbentang di depan bukan hanya berisi jalan menuju ke Kota Allah tapi juga jebakan-jebakan menuju neraka yang jumlahnya tak terhitung yang dapat membuat seseorang terhilang di dalam kesia-siaan. Bagaimana aku tahu bahwa aku sudah memilih jalan yang benar?”
Tadinya di dalam mimpi itu saya mengira telah melihat sebuah bintang yang tergantung rendah di kaki langit, tapi ternyata benda itu adalah sebuah salib yang tergantung tepat di bagian atas depan dari jalan yang dilalui oleh si musafir. Ia memandang ke atas dan memperhatikan salib tersebut, kemudian wajahnya menyiratkan pengertian. Ia berbisik perlahan, “Pengampunan.” Dan dengan sangat khusuk ia mengutip firman Tuhan: “Itu jugalah sebabnya Yesus telah menderita di luar pintu gerbang untuk menguduskan umat-Nya dengan darah-Nya sendiri. Karena itu marilah kita pergi kepada-Nya di luar perkemahan dan menanggung kehinaan-Nya. Sebab di sini kita tidak mempunyai tempat tinggal yang tetap; kita mencari kota yang akan datang…’ Ya, aku akan pergi!” kata si musafir itu dengan gembira, lalu ia mulai mengambil langkah pertamanya menuju ke padang gurun.
Ketika fajar menyingsing ia tak melihat apa pun selain pasir, langit dan sebuah jalan yang dapat dibedakan dari jalan lain oleh salib yang tergantung di tempat pertemuan ujung jalan dengan kaki langit. Ketika hari semakin siang tampak si musafir mulai kelelahan, haus dan kepanasan. Ketika ia merasa tidak dapat melangkah lagi, ada seorang wanita asing yang muncul di sisinya.
“Setelah bukit itu kau akan menemukan sebuah mata air,” kata wanita itu. “Teruslah berjalan, kau hampir mencapainya,” ia memberi semangat pada musafir itu.
Tak lama kemudian si musafir tiba di mata air dan mulai minum serta makan makanan yang disediakan oleh wanita asing yang sangat menolongnya itu.”
“Ini adalah Padang Belantara Pengampunan,” wanita itu menjelaskan. “Orang-orang sering mengharapkan pengampunan Allah itu seperti sebuah taman yang indah dengan air mancur dan sungai-sungai serta rumput yang hijau. Mereka tidak dapat mengerti mengapa pengampunan-Nya harus berupa padang gurun. Namun kita harus belajar bahwa pengampunan Allah adalah segalanya – segalanya! Dan hal ini hanya mungkin terjadi di padang gurun, dimana orang Kristen datang untuk tidak melihat apa pun, tidak menghargai apa pun, tidak berharap pada apa pun selain salib Yesus.” Wanita itu mengutip beberapa ayat dari Galatia untuk si musafir:
Tetapi aku sekali-kali tidak mau bermegah, selain dalam salib Tuhan kita Yesus Kristus, sebab olehnya dunia telah disalibkan bagiku dan aku bagi dunia. Sebab bersunat atau tidak bersunat tidak ada artinya, tetapi menjadi ciptaan baru, itulah yang ada artinya. Dan semua orang, yang memberi dirinya dipimpin oleh patokan ini, turunlah kiranya damai sejahtera dan rahmat atas mereka dan atas Israel milik Allah… Aku telah disalibkan dengan Kristus; namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku. Dan hidupku yang kuhidupi sekarang di dalam daging, adalah hidup oleh iman dalam Anak Allah yang telah mengasihi aku dan menyerahkan diri-Nya untuk aku. Aku tidak menolak kasih karunia Allah. Sebab sekiranya ada kebenaran oleh hukum Taurat, maka sia-sialah kematian Kristus.
“Apakah menurutmu Paulus menjalani Padang Belantaranya?” Tanya si musafir.
“Ya, ia memang melakukannya. Selama bertahun-tahun Paulus bekerja keras di Kota Agama untuk menjadi orang yang religious. Tapi ia tetap tak mendapatkan kedamaian di rohnya. Lalu Paulus bertemu Yesus; dan dari awal Yesus mempunyai satu arti bagi Paulus: pengampunan. Ia sangat diberkati dengan hal itu. Sejak saat itu pengampunan dari kayu salib merupakan pokok utama kehidupannya. Tapi pengalaman pertama Paulus yang sejati akan Kerajaan Allah di dalam hidupnya berada persis di hutan belantara ini.”
“Jadi aku berjalan di tempat rasul Paulus pernah berjalan.” Suara si musafir terdengar penuh kekaguman.
“Ingatkah kau ketika Petrus menebarkan jala atas perintah Yesus dan kemudian mendapatkan banyak ikan? Respon pertamanya ketika melihat hal itu adalah: ‘Tuhan pergilah dari padaku, karena aku ini seorang berdosa!’ Yesus menjawab, ‘Jangan takut, mulai dari sekarang engkau akan menjala manusia.’ Dengan kata lain Yesus berkata, ‘Aku akan menyelesaikan dosamu.’ Dan ketika mereka membawa perahu mereka ke darat, mereka meninggalkan segala sesuatu dan mengikut Yesus – mengikuti-Nya ke tempat ini, ke Padang Belantara Pengampunan, untuk mengejar sebuah salib. Setelah Yesus mati bagi dosa Petrus dan bangkit untuk membenarkannya serta berjanji akan memenuhi Petrus dengan Roh Kudus, Ia berkata kepada pria yang telah menyangkalnya sampai tiga kali ini, ‘Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihiku?… gembalakanlah domba-domba-Ku.’ Dan dengan pertanyaan dan perintah yang diulang sampai tiga kali ini, hidup Petrus dipulihkan karena pengampunan yang datang dari Tuhannya.”
“Selama bertahun-tahun,” kata si musafir kepada wanita itu, “Aku telah berusaha mengerti bukan hanya sekedar teori dan doktrin pengampunan seperti yang diajarkan di Kota Kristen, aku melakukannya supaya aku tahu mengenai pengampunan itu sendiri. Aku ingin ditenggelamkan, dibaptis, TERHILANG di dalamnya. Aku rindu Yesus berbicara kepadaku secara pribadi, ‘Bergembiralah, saudara-Ku; dosamu sudah diampuni.’ Aku ingin darah yang berasal dari kayu salib itu mengalir ke dalam hatiku dan menyucikannya.”
“Engkau telah datang ke tempat yang tepat. Sebelum kau mencapai bagian lain dari Padang Belantara ini, kau akan mengalami pembebasan dari rasa bersalah yang besar, yang pada kenyataannya masih membebanimu seperti batu. Kau akan mulai berjalan di hadapan Allah tanpa rasa malu. Seperti ketika sekali waktu kau terobsesi dengan kebutuhan akan penghargaan diri, maka tak lama lagi kau akan terobsesi dengan pengampunan Allah.”
“Terobsesi dengan pengampunan Allah?”
“Kau akan sangat terobsesi dengan rahmat Allah sehingga, untuk pertama kalinya di dalam hidupmu, kau akan terbebas dari pendapat orang lain tentang dirimu.”
“Ha! Itu bukan untukku.” Ia menjawab dengan segera.
“Wanita yang membasuh kaki Yesus dengan air matanya terobsesi dengan pengampunan-Nya sehingga ia tidak menghiraukan ejekan dan pendapat orang lain tentang dirinya. Atau orang kusta yang disembuhkan – ia tersungkur dengan sukacita di kaki Yesus dan ia bersyukur bukan hanya karena kesembuhan atas seluruh tubuhnya tetapi terlebih lagi karena ia telah menerima kesembuhan batin dari pengampunan. Ketika Zakheus memanjat sebuah pohon untuk melihat Yesus, ia sedang menyaksikan pengampunannya sendiri berjalan menghampirinya. Ia begitu terobsesi dengan pengampunan yang datang ke dalam hidupnya pada hari itu sehingga belenggu ketamakan di hatinya dihancurkan. Kau telah tiba di tempat di mana semuanya itu akan terjadi atasmu.”
Musafir itu melanjutkan perjalanannya, wanita misterius yang mengikutinya berjalan dalam keheningan di sampingnya selama kurang lebih satu atau dua jam dan tiba-tiba menghilang.
“Aku merasa sangat bersukacita!” seru si musafir dengan gembira. “Pasti seperti inilah yang dirasakan murid-murid ketika mereka kembali ke Yerusalem setelah kenaikan Yesus ke surga.”
Di bawah pantulan sinar, si musafir melihat bayangan seorang wanita yang berjalan perlahan ke arahnya menuruni puncak bukit pasir yang ada di sebelahnya. Musafir itu seperti mengenalnya. Dari ekspresi wajah yang ditunjukkan oleh si musafir saya menyimpulkan bahwa wanita tersebut pernah berbuat salah terhadapnya. Mata wanita itu menatap si musafir sambil terus mendekatinya.
“Maukah kau memaafkan saya?” tanyanya.
Si musafir terdiam. Wanita itu semakin mendekat, dan bertanya untuk yang kedua kalinya, “Maukah kau memaafkan aku?” Sekarang mereka telah berhadapan muka dan untuk ketiga kalinya wanita itu bertanya, “Maukah kau memaafkan aku?” Wanita misterius yang menemani si musafir kembali muncul di sampingnya, ia memberikan instruksi dengan suara pelan, “Padang Belantara Pengampunan ini bukan hanya tempat untuk menerima pengampunan, tapi juga untuk memberi pengampunan. Wanita ini adalah salah seorang yang berasal dari masa lalumu yang belum benar-benar kau ampuni. Kesabaran ilahi yang memenuhi dirimu setiap hari sekarang sedang ditantang oleh kepahitan yang terkubur di dalam jiwamu selama beberapa tahun ini. Kau harus membuat sebuah pilihan. Pengampunan yang hampa, dangkal dan hanya terucap di bibir yang kau nyatakan di masa lalumu bahkan tak sanggup membuatmu bersikap sopan terhadap wanita ini. Namun pengampunan Allah yang telah mengalir dan menjadi sebuah obsesi sekarang dapat muncul ke luar bila kau mengizinkannya.”
Si musafir meraih tangan wanita itu, menatap ke dalam matanya dan berkata, “Tentu saja aku mengampunimu!”
Wanita itu menangis. Dan setelah mengucapkan kata-kata, “Terima kasih,” ia pun menghilang.
Lalu pria yang menyebut si musafir sebagai orang yang bodoh saat mereka berada di sebuah restoran di Kota Kristen, datang berlari kepadanya dengan nafas yang terengah-engah. Ia menyeka wajahnya dengan sebuah sapu tangannya, dan mulai memohon pengampunan.
“Tentu, tentu,” jawab si musafir dengan sungguh-sungguh. “Itu bukan apa-apa. Jangan terlalu memikirkannya.”
“Tolong jangan anggap enteng persoalan ini. Aku BUTUH pengampunanmu. Maukah kau BENAR-BENAR memaafkan aku, dari dasar hatimu yang paling dalam?”
“Tapi aku sudah mengampunimu,” jawab si musafir.
Wanita yang menyertai si musafir memberikan penjelasan: “Ia membutuhkan PENGAMPUNANMU. Bukan sekedar basa-basi, tapi pengampunanmu yang tulus dan sejati. Ia membutuhkan KASIH mu.” “Sahabat, kau sudah dimaafkan,” si musafir berkata dengan sungguh-sungguh kepada pria tersebut dengan nada suara yang menunjukkan rasa hormat.
Dengan kelegaan yang terpancar pria itu berkata perlahan, “Terima kasih!” kemudian ia menghilang ke padang gurun. Wanita yang menyertai si musafir mengingatkannya akan ayat-ayat yang terdapat di dalam Matius 18:
Kemudian datanglah Petrus dan berkata kepada Yesus: “Tuhan, sampai berapa kali aku harus mengampuni saudaraku jika ia berbuat dosa terhadap aku? Sampai tujuh kali?” Yesus berkata kepadanya: “Bukan! Aku berkata kepadamu: Bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali.” (Bersambung)

Baca juga artikel selanjutnya:
 LUPUT DARI DUNIA ORANG KRISTEN (Bagian 2)

 LUPUT DARI DUNIA ORANG KRISTEN (Bagian 3)

LUPUT DARI DUNIA ORANG KRISTEN (Bagian 4) 

KEGAGALAN PEMIMPIN ROHANI MENGENALI RAJA/ PRESIDEN PILIHAN TUHAN

Ketika mereka itu masuk dan Samuel melihat Eliab, lalu pikirnya: “Sungguh, di hadapan TUHAN sekarang berdiri yang diurapi-Nya.” Tetapi berfirmanlah TUHAN kepada Samuel: “Janganlah pandang parasnya atau perawakan yang tinggi, sebab Aku telah menolaknya. Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi TUHAN melihat hati.”
(Samuel 16: 6-7)

Samuel kagum akan penampilan Eliab yang meyakinkan sebagai seorang raja dan berpikir bahwa Eliab adalah raja yang hendak Tuhan urapi. Samuel sebagai pemimpin rohani terbesar dan nabi di Israel bisa salah mengenali calon raja pilihan Tuhan. Apalagi pemimpin-pemimpin rohani Top di Indonesia juga berpotensi besar untuk salah mengenali dan mendukung calon presiden yang bukan pilihan Tuhan.


Fenomena ini terjadi karena pemimpin rohani menilai raja/ presiden dari ukuran-ukuran manusia (fisik) yang mendukung/ memungkinkan bisa memimpin bangsa (misalnya kaya, berpendidikan tinggi, berprestasi, tegas, disiplin, berkarisma, banyak pendukungnya, suka menyumbang, pandai berpidato dll).

Penampilan itu menipu dan bisa dikondisikan (pencitraan) tetapi hati tidak bisa menipu dan Tuhan tahu menilai hati manusia. Ukuran Tuhan memilih dan mengurapi raja/ presiden bahkan pemimpin rohani diukur dari melihat hatinya (seberapa dia tulus dan seberapa besar mengasihi umat-Nya). Kecakapan dan kepandaian bukanlah hal utama bagi Tuhan sebab hal itu bisa dipelajari dan Tuhan bisa ajarkan sambil jalan.

Untungnya Samuel rendah hati sehingga bisa dikoreksi oleh Tuhan dan tidak jadi mengurapi Eliab sebagai raja melainkan mengurapi Daud yang tidak berpengalaman dan tidak terpandang. Semoga pemimpin rohani di Indonesia cukup rendah hati sehingga juga bisa dikoreksi oleh Tuhan dan berani mengubah dukungannya sesuai kehendak Tuhan jika mereka telah salah pilih dan dukung calon presiden yang keliru.

Bangkitlah pemimpin rohani yang radikal di Indonesia. Amin.

(Oleh: Faith Ruddy)