Arsip Bulanan: Agustus 2018

“AKU MAU, JADILAH ENGKAU TAHIR”

Oleh: Peter B,



“Seseorang yang sakit kusta datang kepada Yesus, dan sambil
berlutut di hadapan-Nya ia memohon bantuan-Nya, katanya, “Kalau Engkau mau, Engkau
dapat mentahirkan aku.” Maka tergeraklah oleh belas kasihan, lalu Ia
mengulurkan tangan-Nya, menjamah orang itu dan berkata kepada: “Aku mau,
jadilah engkau tahir” (Markus 1:40-41)

Rasul Paulus, rasul besar itu, pernah memandang jauh ke
depan, dimana generasi-generasi sesudah dirinya akan menjalani kehidupan di
dunia ini. Dan Ia berkata-kata dalam ilham Roh: “Sebab sekalipun mereka
mengenal Allah, mereka tidak memuliakan Dia sebagai Allah atau mengucap syukur
kepada-Nya. Sebaliknya pikiran mereka menjadi sia-sia dan hati mereka yang
bodoh menjadi gelap. Mereka berbuat seolah-olah mereka penuh hikmat, tetapi
mereka telah menjadi bodoh…. Karena itu Allah menyerahkan mereka kepada keinginan hati
mereka akan kecemaran, 
sehingga mereka saling mencemarkan tubuh
mereka” (Roma 1:21-22, 24). Bagi kita yang hidup di zaman ini, mau tidak mau
kita harus mengakui dan mengaminkan perkataan sang rasul itu. Mengapa? Karena
tidak pernah ada suatu zaman yang sedemikian sesat dan jahat seperti zaman
dimana kita hidup sekarang ini.

Amerika Serikat adalah suatu bangsa dimana Tuhan memiliki
hamba-hambaNya yang terbaik saat ini. Roh Kudus bekerja dengan kuat kuasa yang
besar di sana dan kebangunan rohani (revival) masih sering terjadi dengan
lawatan yang sangat dahsyat. Pada sisi lain, bangsa itu juga memiliki sisi
gelap yang paling buruk. Kejahatan-kejahatan yang paling keji,
perbuatan-perbuatan paling busuk, orang-orang paling gila dan sepenuhnya
dikendalikan oleh kuasa gelap juga hidup di sana. Kejatuhan Amerika Serikat
dalam beberapa bidang demikian parahnya sehingga banyak hamba Tuhan juga setuju
bahwa Sodom dan Gomora zaman ini ada di sana. Karena tidak pernah ada satu
tempat di dunia ini yang tanpa malu dan tak tercegahkan lagi memperagakan
kehidupan manusia dalam tingkatnya yang paling rendah dimana mereka dikuasai
oleh pengajaran hawa nafsu, kecemaran, kebobrokan moral, serta kebejatan yang
seperti tiada batasnya. Dari kota-kota di Amerikalah keluar pengajaran,
lawatan, kekuatan rohani dan pekerjaan Tuhan sampai ke seluruh bumi, tetapi
dari sana pula tersebar segala pengaruh buruk yang menghancurkan kehidupan
bangsa-bangsa lain di dunia, termasuk Indonesia.

Perkataan Rasul Paulus itu mungkin sangat tepat dengan
kondisi Amerika, dan kurang mengena dengan kondisi bangsa kita sendiri. Tetapi
itu beberapa tahun lalu. Hari-hari ini kita tidak dapat menyangkal lagi bahwa
di tengah-tengah bangsa kita ada sangat banyak orang yang dikuasai oleh
keinginan hati mereka akan kecemaran. Penelitian yang baru-baru ini diadakan
orang lain, membunuh, merampas, memeras dan sebagainya. Kemudahan atau kuasa
yang diberikan pada kita, apakah yang kita akan lakukan dengan itu? Keinginan
apakah yang hendak kita wujudkan?

Kedua, yang diucapkan oleh Yesus mengajarkan pada kita
bahwa keinginanNya
adalah kudus yaitu memuliakan BapaNya yang di Surga.
 Yesus
memerintahkan si kusta yang telah sembuh itu untuk menghadap imam dan
mempersembahkan korban sebagaimana hukum Musa telah mengaturnya. Seorang kusta
yang telah sembuh memang harus melakukan itu karena itu merupakan bentuk
pengucapan syukurnya atas mujizat yang telah diadakan Tuhan dalam hidupnya.
Kesembuhan dari kusta adalah mujizat pada zaman itu. Dengan kata lain, Yesus
memerintahkan orang yang telah disembuhkan tadi untuk memuliakan Allah yang
telah menyembuhkannya. Dalam rupa sebagai manusia hamba, keinginan terdalam
Yesus adalah memuliakan Bapa (Yohanes 5:19; 8:28; 12:49). Itulah keinginan
kudus yang seharusnya dimiliki setiap manusia di muka bumi. Namun lebih
daripada itu, itulah keinginan penyembah sejati. Bukan keinginan akan
perkara-perkara yang jahat dan kecemaran, yang keluar dari hati yang dikuasai
hawa nafsu tetapi suatu gairah untuk memuliakan Bapa. Keinginan manusiawi, duniawi,
dan setani mengarahkan diri pada pribadi atau hal-hal yang lain selain Tuhan.
Hasrat yang dari surga itu kudus karena itu menuntun pada kemuliaan bagi yang
Mahakudus Tuhan.

Pertanyaan yang penting sekarang adalah bagaimana dengan
keinginan kita? Adakah ketulusan di sana? Apakah yang mewarnainya? Kekudusan
atau kecemaran? Di sini masing-masing kita akan mengukur tingkat penyembahan
kita pada Tuhan. Amin.

(Diambil dari warta Worship Center edisi 35 – 3 September
2002)

PERSPEKTIF PROFETIK: GEMPA DI LOMBOK, NUSA TENGGARA BARAT DAN SEKITARNYA SEBAGAI TANDA SERUAN TUHAN KEPADA UMAT TUHAN DI INDONESIA.

Keprihatinan dalam hati saya tiada henti untuk saudara kita di Lombok dan sekitarnya. BMKG menyampaikan bahwa gempa masih terjadi sampai sekarang dalam skala yang berbeda. Dan media asing seperti New York Times, CNN dan Reutes menyoroti gempa dan korban di pulau Lombok yang terus bertambah. Mendengar dan melihat saudara kita di Lombok terkena musibah kita perlu terus berdoa untuk keluarga korban serta penduduk sekitanya supaya Tuhan berikan kekuatan, perlindungan dan kiranya melalui peristiwa ini, umat Tuhan di seluruh Indonesia (khususnya di Lombok dan sekitarnya) terus mencari apa yang menjadi kehendak Tuhan dibalik peristiwa gempa ini.

Pulau Lombok, Bali dan disekitarnya menjadi salah satu simbol keindahan dan kekayaan alam bangsa ini. Saat saya mempergumulkan dalam doa mengapa Tuhan mengijinkan gempa ini terjadi beberapa kali di pulau yang terkenal eksotis, alami dan menarik wisatawan lokal maupun dari manca negara tersebut adalah suatu simbol profetik supaya kita melihat:

1. Respon dan kualitas kepemimpinan para pejabat pemerintah, negarawan, tokoh politik, pemuka agama di bangsa ini. Melalui peristiwa ini kita akan melihat lebih jelas bagaimana usaha mereka? Apakah mereka berusaha menolong dan memberikan solusi bagi korban gempa atau justru menggunakan peristiwa gempa di Lombok ini tersebut sebagai kesempatan untuk membuat panggung politik yang bertujuan menjatuhkan lawan politik atau bahkan tidak peduli dengan korban gempa tersebut

Gempa Lombok: Tarik ulur status bencana nasional, mendesak atau mainan politik

Korban Gempa Lombok Keluhkan Bantuan Tertimbun

Gempa Lombok Jadi Sorotan Dunia Internasional

2. Gempa di Lombok adalah suatu tanda dari kegoncangan dalam berbagai masalah yang terjadi di Indonesia yang akan menunjukkan ketidakkompakan pejabat pemerintah dalam menyelesaikan masalah sehingga menimbulkan perselisihan dan kekacauan dan ini akan terus terjadi hingga pilpres 2019 bahkan pada masa pemerintahan presiden baru yang memenangkan pilpres 2019. Dimana para elit politik akan berusaha memanfaatkan kebijakan pemerintah untuk dibenturkan dengan undang-undang, antar pejabat dan lembaga negara. Semuanya ini terjadi karena belum ada pemimpin yang benar-benar mampu menyelesaikan masalah utama di bangsa ini hingga sampai ke akar-akarnya.

DPR Dorong Pemerintah Tetapkan Gempa Lombok sebagai Bencana Nasional

BNPB Sebut Gempa Lombok Tak Perlu Status Bencana Nasional, Ini Alasannya

Fahri Hamza dan Suryo Prabowo Komentar Soal Mendagri yang Minta Sumbangan Gempa ke Kepala Daerah

3. Para pengamat dan elit politik bangsa ini akan membuat pernyatan yang mempermalukan Indonesia hingga di kalangan manca negara. Oleh karena pemikiran yang disampaikan pejabat pemerintah baru-baru ini terkait gempa di Lombok dan sekitarnya di media sosial menyingkapkan kualitas kepemimpinan yang buruk dari para pejabat pemerintah tersebut. Mereka mengajukan saran dan kurang mempertimbangkan para koruptor yang ingin mendapatkan proyek dan keuntungan dari negara ini. Sebab mereka memberikan saran dengan menyelipkan agenda politiknya. Jika pemerintah tidak menghentikan maka cepat atau lambat pernyataan para intelektual dan pejabat pemerintah tersebut dapat memecah belah bangsa ini dan mempermalukan Indonesia di kalangan internasional.

Fadli Zon Sebut Jokowi Perlu Belajar dari SBY Tangani Bencana

Fahri Hamzah: Pemerintah Harusnya Prioritaskan Korban Gempa Lombok, Bukan Pariwisata

Soal Gempa Lombok, Fahri: Berat Kalau Statusnya Mau Naik

Ketiga poin di atas menyingkapkan bahwa Indonesia mengalami krisis kepemimpinan, Indonesia krisis akan pemimpin yang nasionalis, jujur, tulus, berhikmat dan berani memperjuangkan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Artinya tidak banyak orang yang memperjuangkan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Semuanya ini menjadi refleksi kondisi rohani di bangsa ini dimana TIDAK BANYAK JUMLAH MURID KRISTUS DAN PEMIMPIN ROHANI YANG MEMPERJUANGKAN KEHENDAK TUHAN DI BANGSA INI. Sebab kita telah menetapkan kebanggaan, kenyamanan dan tujuan-tujuan yang tidak lagi sesuai dengan kehendak Tuhan. Gempa menjadi tanda bahwa Tuhan akan menggoncang pemerintahan dan umatNya di Indonesia. Dan semua kegoncangan ini dimaksudkan supaya kita selalu mencari perlindungan, pertolongan dan petunjuk dari Tuhan.
Tuhan akan menggoncang bangsa ini melalui orang-orang agamawi — pernyataan, sikap, dan tindakan dari orang-orang agamawi yang menekan dan merugikan pemerintah khususnya minoritas — untuk menyingkapkan berbagai penghalang hidup kita dalam mencapai tujuan serta visi yang telah Tuhan tetapkan dalam hidup kita. Orang yang suka membenarkan diri akan menjadi semakin sombong tetapi orang yang suka introspeksi dan mengubah diri akan menjadi semakin rendah hati. Kemudian Tuhan memperlihatkan kepada saya tulisan Maleakhi 3:18 yang menyatakan, “Maka kamu akan melihat kembali perbedaan antara orang benar dan orang fasik, antara orang yang beribadah kepada Allah dan orang yang tidak beribadah kepada-Nya.” Tuhan akan mengadakan pemisahan antara orang-orang fasik dan orang-orang benar di bangsa ini. Mengapa Tuhan mengijinkan semuanya ini? Jawabannya karena pembenaran dan kesombongan kita telah sampai dihadapan Tuhan. Ya Tuhan tidak berkenan dengan cara kita yang suka membenarkan diri dan kurang introspeksi dimana umat Tuhan cenderung meletakkan pengaharapannya untuk pemulihan bangsa ini kepada figur manusia ketimbang berharap pada Tuhan dan mencari apa yang menjadi kehendakNya. Sekalipun kita mengadakan doa puasa sebagaimana himbauan dari seorang hamba Tuhan terkenal dari Amerika yang mengajak orang-orang untuk berdoa puasa jika itu dilakukan tanpa pimpinan Tuhan, Tuhan tidak berkenan. Sebab setelah saya mempergumulkan dalam doa seruan dan program doa puasa tersebut, tanpa mengurangi pentingnya pelayanan doa dan puasa, Tuhan menyampaikan bahwa, “Aku tidak ingin doa dan puasa mereka, tetapi aku menginginkan pertobatan dan telinga yang mendengarkan kehendakKU!.” YANG TERUTAMA TUHAN CARI IALAH HATI YANG HANCUR DAN MAU MENCARI KEHENDAK-NYA. Setiap doa, puasa dan segala pelayanan yang dilakukan tanpa mencari kehendak Tuhan merupakan persembahan asing dihadapan Tuhan. Jika kita mau melakukan kehendak Tuhan maka lakukanlah dengan cara dan waktu Tuhan, bukan cara kita sendiri.

Semua goncangan yang Tuhan ijinkan atas Indonesia di masa yang akan datang, sesungguhnya Tuhan merindukan munculnya umat Tuhan yang visioner. Sebab umat Tuhan yang visioner mengetahui waktu, tujuan dan cara kerja Tuhan sehingga setiap pernyataan dan tindakan mereka akan menggoncang, menyingkapkan dan mengubah berbagai sistem ibadah/pelayanan, pengajaran dan visi yang menghambat kegerakan Tuhan dengan sistem ibadah/pelayanan, pengajaran dan visi yang baru, alkitabiah dan sesuai dengan hati Tuhan. Mereka adalah orang-orang yang berani membayar harga dengan hidup dalam tujuan Tuhan.

Dan perubahan yang terjadi di alam rohani tentu akan berdampak dalam pemerintahan. Sekalipun para pemimpin agamawi yang munafik, dan diktator bangkit untuk menghalangi langkah para pemimpin nasionalis yang berusaha menegakkan keadilan di bangsa ini. Namun kita akan melihat orang-orang nasionalis yang jujur, tulus, berhikmat dan berani, bangkit untuk menegakkan keadilan di bangsa ini. Mereka akan mengungkap segala bentuk kompromi dan ketidakadilan di bangsa ini. Dan Tuhan akan menyertai serta membela umatNya yang hendak menegakkan kejujuran dan keadilan di bangsa ini sesuai dengan kehendak dan pimpinanNya.

Bagian penting yang kita perlu lakukan adalah merendahkan diri, bertobat dan mencari kehendak Tuhan. Jauhkan sikap hati yang kurang ajar dan berbantah-bantahan dengan Tuhan tetapi milikilah sikap hati yang remuk, mohon belas kasihan Tuhan dan mintalah Tuhan menyingkapkan maksud hatiNya. Sesungguhnya orang-orang yang tulus mencari kehendak Tuhan hidupnya akan dipulihkan dan dibangkitkan menjadi umat Tuhan yang bergerak secara apostolik dan profetik, tetapi orang-orang yang tidak tulus mencari Tuhan akan menjadi kumpulan orang-orang yang bodoh dan bebal. Oleh karena itu kita perlu memperbaiki kebiasaan hidup kita untuk selalu mencari kehendak Tuhan supaya iman, pengharapan dan kasih kita makin teguh di dalam Kristus.

Doa saya kiranya Tuhan menjadikan kita golongan umat Tuhan yang mengetahui waktu, tujuan dan cara kerja Tuhan sehingga hidup kita menjadi berkat bagi bangsa ini. Tuhan memberkati Indonesia.

TINDAKAN BELAS KASIHAN (3)

Oleh: Peter B,

“Melihat orang banyak itu, tergeraklah hati Yesus oleh
belas kasihan kepada mereka, karena mereka lelah dan terlantar seperti domba yang
tidak bergembala. Maka kata-Nya kepada murid-murid-Nya: “Tuaian memang banyak, tetapi
pekerja sedikit. Karena itu mintalah kepada tuan yang empunya tuaian, supaya Ia
mengirimkan pekerja-pekerja untuk tuaian itu.” (Matius 9:36-38)

Dalam menyatakan belas kasihan, terpenting dari semuanya
adalah bentuk kasih yang menjadi pendorong tindakan tersebut. Tindakan sehebat
atau semulia apapun tanpa kasih yang sempurna, kasih tak bersyarat itu,
semuanya adalah sia-sia. Kasih agape harus
menjadi motif penggerak kita untuk menyatakan belas kasihan. Hal kedua yang
terpenting setelah agape adalah
mengetahui dengan cara apa kita menyatakan belas kasihan itu, mewujudkan agape itu.

Bagian sebelumnya telah memberikan pengantar kepada kita
dengan mengamati bagaimana Kristus menyatakan belas kasihanNya. Dan ternyata
Kristus menyatakan belas kasihan itu dalam berbagai-bagai tindakan yang pada
dasarnya berbeda-beda. Yesus tidak menyatakan belas kasihanNya melalui cara
yang sama setiap waktu. Ia mempraktekkan kasih itu melalui memberi makan yang
lapar, mengasihi mereka yang menderita tetapi Ia juga melakukannya dalam bentuk
memberikan mereka pengajaran, mengadakan mujizat kebangkitan dan lain
sebagainya. Pelajaran apakah yang dapat kita ambil dari semua contoh-contoh di
atas?

Rasul Paulus pernah berkata dalam ilham Roh, “Ada rupa-rupa
karunia, tetapi satu Roh. Dan ada rupa-rupa pelayanan, tetapi satu Tuhan. Dan
ada berbagai-bagai perbuatan ajaib, tetapi Allah adalah satu yang mengerjakan
semuanya dalam semua orang” (1Korintus 12:4-6). Dalam hubungannya dengan apa
yang kita pelajari, kita dapat juga mengatakan bahwa ada rupa-rupa karunia,
rupa-rupa pelayanan, dan berbagai-bagai perbuatan ajaib tetapi semua berasal
dari satu sumber yaitu Roh Allah yang mencurahkan kasih itu dalam hidup kita.
Salah satu wujud buah Roh adalah kasih. Dalam persekutuan dengan Roh Kudus kita
akan merasakan kasih, menerima kasih, dialiri kasih, dan dipenuhi kasih itu
sehingga kemudian kita tidak tertahankan lagi untuk menyatakan kasih itu kepada
semua orang. Satu Roh yang mengerjakan kasih itu dan Roh itu pula yang
menyatakan diri dalam berbagai-bagai tindakan melalui rupa-rupa karunia dan
pelayanan.

Di sini kita melihat satu prinsip yang penting yaitu bahwa
Roh Kudus yang diam dan bekerja di dalam kita tidak pernah menyatakan diri
dalam sejenis atau satu bentuk pelayanan saja. Keseragaman bukan gaya Tuhan. Ia
menyukai keberagaman, berbeda namun satu, keharmonisan dalam ketidaksamaan
bentuk. Itulah inti dari persatuan tubuh Kristus. Seperti anggota-anggota tubuh
yang berbeda-beda tetapi saling membutuhkan dan saling melengkapi, demikianlah
setiap anggota-anggota tubuh Kristus saling melengkapi, bahu membahu, bekerja
sama dalam persatuan dan keselarasan menyatakan belas kasihan kepada dunia yang
terhilang, menjangkau mereka bagi kemuliaan Tuhan. Jadi pada dasarnya, tindakan
belas kasihan tidak pernah dinyatakan dalam bentuk yang selalu sama. Dan kita
mendapatkan pokok penting kedua dalam menyatakan tindakan belas kasihan. Yang
pertama, didorong oleh agape. Yang
kedua, itu harus dinyatakan sesuai dengan karunia-karunia kita dan mengambil
wujud nyata dalam rupa-rupa pelayanan.

Untuk lebih memperjelas pembahasan ini, kita akan melihat
dalam Matius 9:35-38: “Demikianlah Yesus
berkeliling ke semua kota dan desa; Ia mengajar dalam rumah-rumah ibadat dan
memberitakan Injil Kerajaan Sorga serta melenyapkan segala penyakit dan kelemahan.
Melihat orang banyak itu, tergeraklah hati Yesus oleh belas kasihan kepada
mereka, karena mereka lelah dan terlantar seperti domba yang tidak bergembala.
Maka kata-Nya kepada murid-murid-Nya: “Tuaian memang banyak, tetapi pekerja
sedikit. Karena itu mintalah kepada tuan yang empunya tuaian, supaya Ia
mengirimkan pekerja-pekerja untuk tuaian itu.”
 Kebutuhan dunia yang
terhilang ini begitu besar. Dunia ini telah lelah dan terlantar seperti domba
yang tidak bergembala. Domba yang tidak bergembala berarti domba yang amat
sangat menderita, tidak ada satu kebutuhan pokoknya terpenuhi. Domba yang tak
bergembala tidak mendapat makan atau minum yang baik, ia jauh dari
perlindungan, tidak memperoleh pimpinan, tanpa penghiburan, tak mengetahui arah
dan tujuan, dekat dengan sakit penyakit serta kematian. Kebutuhan domba itu
banyak dan domba-domba itupun banyak jumlahnya. Tidak mungkin satu orang dapat
melayani semuanya dan juga sangat tidak mungkin satu macam pelayanan melayani
bermacam-macam kebutuhan mereka yang lelah dan terlantar ini. Oleh karena itu
jelaslah bagi kita bahwa untuk menyatakan belas kasihan kepada orang lain, kita
tidak hanya harus dipenuhi dan digerakkan oleh agape tetapi
juga harus mengetahui karunia-karunia roh sehingga kita tahu pelayanan apakah
yang dapat kita lakukan sebagai pernyataan tertinggi dari belas kasihan Bapa
yang ada dalam hati kita. Itulah sebabnya kita diperintahkan untuk meminta
kepada Bapa, pekerja-pekerja untuk tuaian yang sangat besar itu.

Yesus adalah teladan manusia dalam kesempurnaan. Semua
karunia Roh ada padaNya. Maka Yesuspun menggunakan setiap karunia-karunia itu
sebagai saluran untuk menyatakan belas kasihan Bapa. Itulah yang memang
sebenarnya menjadi tujuan dari karunia-karunia Roh yang diberikan Allah kepada
kita yaitu untuk menjadi alat bagi kita dapat menyalurkan kasih Allah kepada
dunia. Dalam kasus Ibu Theresa, karunia Roh yang ada padanya yaitu karunia
kemurahan menyatakan diri dalam perbuatan melayani mereka yang sakit kusta,
menderita, dan miskin. Karunia yang lain mungkin tidak menyatakan diri melalui
tindakan-tindakan yang demikian tetapi bukan berarti mereka yang tidak melayani
dengan cara sedemikian tidak memiliki belas kasihan, Ingatlah: belas kasihan
itu pertama-tama ada di hati. Baru kemudian melalui karunia-karunia Roh
dinyatakan dalam tindakan untuk melayani kebutuhan dunia yang hilang ini.

Saudaraku, sekarang bagaimana dengan kita? Pada bagian
akhir dari renungan mengenai belas kasihan ini, kita akan menyatukan semua yang
telah kita pelajari selama ini. Setiap penyembah yang sejati pasti memiliki dan
menyatakan belas kasihan. Adalah dusta jika mereka mengaku pengikut Kristus dan
menjadi penyembah-penyembahNya tetapi tidak memiliki belas kasihan sama sekali.
Belas kasihan itu dari kasih yang tulus dan tanpa syarat, kasih Allah sendiri.
Perwujudannya melalui berbagai tindakan pelayanan sesuai dengan karunia-karunia
berbeda dari Roh Kudus yang telah dibagikan Tuhan kepada kita. Pertanyaannya
bagi kita sekarang adalah: Sudahkah kita memiliki kasih bagi sesama? Adakah
kepedulian kita kepada sesama manusia di dunia, khususnya mereka yang lelah dan
terlantar, mereka yang sedang meluncur ke neraka atau mereka hidupnya
diporak-porandakan oleh kuasa-kuasa kegelapan? Sudahkah kita melayani dengan
kasih tanpa syarat, tanpa mengharapkan imbalan apapun, semata-mata karena
Allah? Apakah kita telah menyatakan belas kasihan itu melalui karunia-karunia
rohani yang ada pada kita?

Hingga hari ini, kenyataan yang kita jumpai di lading Tuhan
sungguh jauh berbeda. Banyak kali tidak ada yang peduli kepada mereka yang
terhilang, lelah dan telantar. Orang-orang Kristen kebanyakan bersikap cuek,
tidak mau ambil pusing, hanya peduli dengan hidup pribadi mereka sendiri. Yang
lainnya berusaha menyatakan kasih tetapi kasih itu bermotif duniawi, tidak
tulus, mengharapkan keuntungan. Sisanya juga menyedihkan: giat melayani dengan
tulus namun TIDAK TEPAT SESUAI KARUNIA DAN TUJUAN HIDUP MEREKA padahal
pelayanan tanpa karunia rohani dan visi yang jelas akan menghasilkan apa saja
kecuali hasil yang benar dan dikehendaki Allah. Apabila kita melayani dengan
menurut kehendak kita sendiri, bukan saja kita tidak dapat secara penuh
menyatakan kasih Allah dalam setiap pelayanan kita, tetapi kita sendiri juga
akan mengalami perasaan frustrasi karena pengingkaran terhadap hati kita maupun
karena hasil yang tidak seperti yang kita harapkan. Oleh karena itu, hai
penyembah-penyembah sejati, nyatakanlah belas kasihan itu dengan cara Allah.
Amin.

(Diambil dari warta Worship Center edisi 33 – 23 Agustus
2002)

TINDAKAN BELAS KASIHAN (2)

Oleh: Peter B,

 “Dan sekalipun aku membagi-bagikan segala sesuatu yang ada
padaku, bahkan menyerahkan tubuhku untuk dibakar, tetapi jika aku tidak
mempunyai kasih, sedikit pun tidak ada Faedahnya bagiku.” (1 Korintus 13:3)

Jika kita ingin mengetahui tindakan bagaimanakah yang
termasuk dalam tindakan belas kasihan yang dikenan oleh Allah, maka
pertama-tama kita harus mendasari tindakan itu dengan agape. Seperti
apa yang telah kita pelajari bersama mengenai “agape” yaitu
kasih yang tanpa syarat dan pamrih, kasih dalam ukuran yang tertinggi, kasih
yang memberi dan berkorban bagi siapa saja, dengan kasih yang demikianlah kita
mulai menunjukkan belas kasihan kepada orang lain. Setiap tindakan yang
dilandasi oleh agape adalah
tindakan belas kasihan. Sebaliknya tindakan sehebat apapun. Sedermawan apapun,
semulia apapun di pandang orang banyak tetapi tidak didorong oleh agape, sama
sekali bukan merupakan tindakan belas kasihan. Itulah yang diungkap oleh Rasul
Paulus di awal penjelasannya mengenai agape ini:

Sekalipun aku dapat
berkata-kata dengan semua bahasa manusia dan bahasa malaikat, tetapi jika aku
tidak mempunyai kasih, aku sama dengan gong yang berkumandang dan canang yang
gemerincing. Sekalipun aku mempunyai karunia untuk bernubuat dan aku mengetahui
segala rahasia dan memiliki seluruh pengetahuan; dan sekalipun aku memiliki
iman yang sempurna untuk memindahkan gunung, tetapi jika aku tidak mempunyai
kasih, aku sama sekali tidak berguna. Dan sekalipun aku membagi-bagikan segala
sesuatu yang ada padaku, bahkan menyerahkan tubuhku untuk dibakar, tetapi jika
aku tidak mempunyai kasih, sedikitpun tidak ada faedahnya bagiku” (1Korintus
13:1-3)

Inti dari tindakan belas kasihan bukan merupakan tindakan
itu sendiri melainkan apa yang mendorong atau menyebabkan dilakukannya tindakan
itu. Setiap penyembah sejati mempraktekkan tindakan belas kasihan dalam
hidupnya dan itu disebabkan karena kasih Allah, yang adalah agape, itu telah
mengalir dan terus mengalir dalam kehidupan mereka. Kasih itu sendiri yang
menguasai mereka, mendorong, menggerakkan, memotivasi mereka untuk membagikan
kasih itu kepada semua orang.

Perbuatan-perbuatan baik itu mulia. Namun itu baru akan
berharga di mata Allah apabila didasari oleh kasih yang benar, yang tulus bagi
semua orang karena ia sungguh-sungguh mengasihi Allah dan semua orang bukan
karena ia mengasihi dirinya, mengharapkan pahala, bermaksud mendapat pujian,
ingin memperoleh penghormatan, atau karena ia ingin menebus dosa kesalahannya
di masa lalu. Jika tindakan itu dimotivasi kasih yang mengharapkan upah untuk
diri sendiri, kasih itu tidak murni lagi. Itu bukan kasih agape karena
pada dasarnya ia tidak mengasihi orang lain. Belas kasihan tidak ada padanya
untuk orang lain, melainkan untuk kepentingan-kepentingannya sendiri.

Bentuk-bentuk Nyata Tindakan Belas Kasihan

Apabila kasih sempurna Allah itu telah memenuhi hati kita,
itu akan mengekspresikan diri dalam berbagai ragam bentuk. Tidak setiap orang
melakukan seperti yang dilakukan oleh Ibu Theresa dalam menyatakan tindakan
belas kasihan. Mengapa demikian? Apakah orang yang lain, yang tidak menyatakan
belas kasihan seperti Ibu Theresa, tidak memiliki belas kasihan atau tidak
mampu menyatakan belas kasihan itu dalam tindakan mereka? Tentu saja tidak,
Jawabannya adalah karena setiap orang adalah unik. Setiap orang memiliki ciri
khas, panggilan, karunia, tujuan hidup, rencana Tuhan yang khusus bagi setiap
mereka. Berbelas kasihan kepada orang lain tidak harus ditunjukkan melalui
suatu cara yang khusus. Ini akan menjadi suatu penekanan yang ekstrim terhadap
suatu karunia yang sesungguhnya tidak semua orang yang memilikinya. Mereka yang
rindu menyatakan belas kasihan namun tidak dapat menyatakannya seperti Ibu
Theresa akan merasa sangat bersalah dan frustrasi yang seumur hidupnya akan
dihantui rasa bersalah.

Yesus pun tidak mengajarkan pernyataan tindakan belas
kasihan dalam satu cara yang khusus. Mari kita lihat beberapa kilas kehidupan
serta pengajaran Kristus:

1.      Dalam Matius 25:37-40: “Maka orang-orang
benar itu akan menjawab Dia, katanya: Tuhan, bilamanakah kami melihat Engkau
lapar dan kami memberi Engkau makan, atau haus dan kami memberi Engkau minum?
Bilamanakah kami melihat Engkau sebagai orang asing, dan kami memberi Engkau
tumpangan, atau telanjang dan kami memberi Engkau pakaian? Bilamanakah kami
melihat Engkau sakit atau dalam penjara dan kami mengunjungi Engkau? Dan Raja
itu akan menjawab mereka: Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu
yang kamu lalukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini,
kamu telah melakukannya untuk Aku”
 Dalam pengajaran Yesus melalui
perumpamaan ini, kita mengetahui bahwa tindakan belas kasihan memang harus
dinyatakan di dalam menolong mereka yang menderita, tertekan, kekurangan, dalam
keadaan terjepit. Ini pulalah yang dilakukan oleh Ibu Theresa. Ini juga yang
seringkali ditafsirkan sebagai satu-satunya tindakan belas kasihan yang dikenan
oleh Tuhan. Sayangnya, kita tidak boleh menekankan satu atau dua bagian penting
dalam Alkitab untuk menjadikannya suatu ukuran yang baku. Kita harus melihat
seluruh Alkitab jika hendak mengetahui seluruh standard Allah.

2.      Dalam Markus 6:34: “Ketika Yesus
mendarat, Ia melihat sejumlah besar orang banyak, maka tergeraklah hati-Nya
oleh belas kasihan kepada mereka, karena mereka seperti domba yang tidak
mempunyai gembala. Lalu mulailah Ia mengajarkan banyak hal kepada mereka”
 Dalam
nast ini kita mengetahui bahwa Yesus, didorong oleh belas kasihan, melayani
orang banyak. Dalam ayat-ayat selanjutnya, Yesus memang memberikan makan kepada
lima ribu orang itu, tetapi perhatikanlah bahwa itu bukan hal pertama yang
dilakukan Yesus terhadap orang banyak itu. Yang Yesus lakukan dalam peristiwa
itu, pertama-tama, saat hatiNya digerakkan oleh belas kasihan adalah memberikan
pengajaran. Jelas sekali ini merupakan hal yang berbeda dengan Matius 25:37-40
di atas, meskipun pada dasarnya didorong oleh belas kasihan yang sama.

3.      Satu contoh lagi, dalam Lukas 7:13-14: “Dan ketika Tuhan
melihat janda itu, tergeraklah hati-Nya oleh belas kasihan, lalu Ia berkata
kepadanya: “Jangan menangis!” Sambil menghampiri usungan itu Ia menyentuhnya,
dan sedang para pengusung berhenti, Ia berkata: “Hal anak muda, Aku berkata
kepadamu, bangkitlah!”
 Ini adalah peristiwa Yesus membangkitkan anak
janda dari kota Nain. Yesus mengatakan kepada ibu janda itu supaya jangan
menangis. Tetapi perhatikan, bukannya Yesus memberikan kata-kata penghiburan,
pelayanan konseling, memberikan makanan atau pakaian, membiayai pemakaman anak
itu, atau memberikan pengajaran mengenai kebangkitan orang mati kepada janda
itu. Uniknya adalah Yesus membangkitkan anak janda itu! Digerakkan oleh belas
kasihan yang sama, Yesus melakukan tindakan yang berbeda.

Apa maksud dari ketiga contoh tadi? Bagaimanakah tindakan
belas kasihan itu sesungguhnya? Kita akan segera mempelajari lebih jauh. Amin.

(Diambil dari warta Worship Center edisi 32 – 16 Agustus
2002)

TINDAKAN BELAS KASIHAN (1)

Oleh:
Peter B,


“DAN HUKUM YANG KEDUA, YANG SAMA DENGAN ITU, IALAH:
KASIHILAH SESAMAMU MANUSIA SEPERTI DIRIMU SENDIRI.” (MATIUS 22:39)
Salah satu keunikan
dari iman kepercayaan kita adalah pengajaran mengenai dua hukum Tuhan yang
seringkali disebut sebagai Hukum kasih. Umat Kristen di dunia terkenal karena
hukum ini sehingga banyak kali orang di dunia mendengar mengenai kekristenan,
mereka diingatkan mengenai umat yang diajar dan berciri khaskan kasih. Hukum
kasih yang pertama adalah perintah untuk mengasihi Allah dengan segenap hati,
segenap jiwa, segenap kekuatan, dan segenap akal budi. Hukum kasih yang kedua
memerintahkan kita untuk mengasihi sesama kita (sesama manusia, siapapun itu)
seperti mengasihi diri kita sendiri. Betapa luar biasa kedua hukum ini! Begitu
singkat, sangat ringkas tetapi memiliki makna yang sangat dalam. Sesungguhnya
telah jelas bagi kita, para pengikut Kristus. Inti dari iman serta penyembahan
kita adalah kasih. Iman adalah dasar hubungan kita dengan Tuhan tetapi iman
diwujudnyatakan, dipraktekkan, dibuktikan, terlihat keluar melalui tindakan
kasih.
Di sini menjadi
semakin jelas untuk kita memahami prinsip-prinsip belas kasihan. Setiap
penyembahan sejati pasti hidup dalam belas kasihan karena tidak mungkin tidak
demikian. Penyembah-penyembah sejati adalah para pemuja Allah di dalam Kristus.
Mereka merelakan segalanya dari hidup mereka untuk diberikan, dipersembahkan,
dan dikorbankan sebagai bukti komitmen penyembahan mereka kepada Sang
Juruselamat dan Tuhan mereka, Yesus Kristus. Para penyembah sejati hidup hanya
bagi Tuhan, bukan untuk dirinya sendiri atau perkara-perkara yang lain. Untuk
itu mereka mendedikasikan diri serta hidup mereka hanya untuk taat kepada
Tuhan, melaksanakan setiap apa yang menjadi perintahNya demi menyenangkan
hatiNya. Oleh sebab itu, para penyembah sejati dengan sukacita menyambut kedua
perintah Hukum Kasih itu. Mereka dengan penuh kesungguhan memilih untuk
senantiasa mengasihi Tuhan di atas segala perkara. Tidak hanya itu, merekapun
dengan penuh kerelaan setelah dimampukan oleh Roh Kudus dan kasih Allah yang
sempurna menerapkan kasih itu kepada sesama manusia. Setiap mereka yang mengaku
penyembah sejati tetapi tidak mengasihi sesamanya adalah pendusta-pendusta
karena Tuhan yang mereka sembah memerintahkan untuk mengasihi, mengasihi, dan
mengasihi.
Sekarang
bagaimanakah kita menunjukkan belas kasihan itu? Bagaimana sesungguhnya yang
dimaksud dengan “mengasihi sesamamu manusia seperti dirimu sendiri itu”?
Tindakan-tindakan apakah yang dapat kita sebut sebagai tindakan belas kasihan,
sebagaimana yang dimaksud oleh Allah? Benarkah tindakan-tindakan belas kasihan
itu terbatas seperti apa yang dilakukan oleh Ibu Theresa di Calcutta? Inilah
yang akan kita pelajari lebih lanjut pada tulisan ini dan tulisan-tulisan
berikutnya. Namun sebelum kita melangkah lebih jauh, kita perlu mengingat,
sebagaimana telah kita pelajari dari tulisan yang lalu mengenai ukuran belas
kasihan, belas kasihan sejati dinyatakan melampaui batas-batas status atau atas
kenyataan-kenyataan lain. Ini artinya adalah belas kasihan tidak terbatasi oleh
persyaratan-persyaratan tertentu: siapa saja yang menderita maupun patut
mendapatkan pertolongan, layak mendapatkan pertolongan kita. Seperti mengasihi
diri kita sendiri demikianlah kita harus mengasihi sesama kita. sekarang mari
kita meneliti lebih jauh.
Kembali pada Hukum Kasih,
kata pokok di sana adalah “mengasihi”. Dari kata ini, seringkali masalah yang
timbul adalah masalah penafsiran. Setiap orang, baik kalangan Kristen atau
non-Kristen seringkali menggunakan kata yang sama : kasih, untuk menyebut
setiap perbuatan ibadah mereka, amal mereka, sedekah mereka, atau
perbuatan-perbuatan lain yang dianggap terpuji di mata orang lain. Karena
itulah kita harus tahu benar apa yang dimaksud oleh Tuhan mengenal perintah
untuk “mengasihi” ini. Kata “mengasihi” dalam bahasa asli Alkitab perjanjian
Baru adalah agape. Dengan mengenal
arti kata ini, kita akan mengetahui bagaimanakah kasih yang dicari dan dikenan
Allah itu. Agape adalah kasih dalam bentuknya yang tertinggi. Banyak kali kasih
sayang yang berbeda-beda diwakili dengan satu kata yang sama “cinta” atau “kasih”.
Tetapi menurut bahasa Yunani, “kasih” memiliki nama yang berlainan sesuai
tingkatannya. Tingkatan kasih antara pria dan wanita suatu ketertarikan dan
cinta kepada lawan jenis disebut eros.
Cinta yang timbul antara anggota-anggota keluarga yaitu mereka yang terkait
hubungan darah dinamakan storge. Kasih yang sedikit lebih tinggi tingkatannya dari
dua jenis sebelumnya adalah philla yaitu
kasih yang kuat di antara seorang sahabat. Kasih yang sempurna disebut agape.
Kasih agape adalah kasih yang dimiliki dan
dinyatakan sendiri oleh Tuhan dalam setiap perbuatan-perbuatanNya. Agape itu
pulalah yang Tuhan inginkan untuk diterapkan dalam hidup kita baik itu bagi
Tuhan ataupun kepada sesama manusia. Kasih yang bagaimanakah yang disebut agape itu? Rasul Paulus pernah
memberikan penjelasan yang cukup panjang lebar mengenai agape ini. Demikian uraian sang rasul dalam salah satu suratnya:
“Kasih itu sabar;
kasih itu murah hati; ia tidk cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak
sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri
sendiri.
Ia tidak pemarah dan
tidak menyimpan kesalahan orang lain. Ia tidak bersukacita karena
ketidakadilan, tetapi karena kebenaran.
Ia menutupi segala
sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung
segala sesuatu. Kasih tidak berkesudahan” (1Korintus 13:4-8).
Agape adalah
kasih yang tanpa pamrih, tanpa harapkan imbalan atau keuntungan apapun, bahkan
imbalan pujian atau penghormatan sekalipun! Ini adalah kasih yang keluar dari
hati yang tulus dan murni tanpa maksud-maksud yang lain kecuali hanya ingin
menyatakan kasih yang meluap-luap dari hati yang dibanjiri dengan kasih. Kasih
dalam level agape menyatakan diri
dalam sikap yang tidak ingin merugikan, mencelakakan orang lain atau membuat
orang lain menderita. Kasih sedemikian rindu memberikan yang terbaik bagi orang
lain. Kasih yang suka untuk berkorban dan memberi daripada memerima atau bahkan
mengambil bagi diri sendiri. Hanya Tuhan yang memiliki kasih ini, manusia dalam
kebobrokannya mustahil memilikinya. Bagaimana kita melakukannya jika kita tidak
mampu melakukannya? Amin.
(Diambil dari warta
Worship Center edisi 31 – 9 Agustus 2002)

UKURAN BELAS KASIHAN

Oleh:
Peter B,


“LALU DATANG SEORANG SAMARIA, YANG SEDANG DALAM
PERJALANAN, KE TEMPAT ITU; DAN KETIKA IA MELIHAT ORANG ITU, TERGERAKLAH HATINYA
OLEH BELAS KASIHAN. IA PERGI KEPADANYA LALU MEMBALUT LUKA-LUKANYA, SESUDAH IA
MENYIRAMINYA DENGAN MINYAK DAN ANGGUR. KEMUDIAN IA MENAIKKAN ORANG ITU KE ATAS
KELEDAI TUNGGAGANNYA SENDIRI LALU MEMBAWANYA KE TEMPAT PENGINAPAN DAN
MERAWATNYA” (LUKAS 10:33-34)
Yohanes menyebut
Mereka, “Allah adalah kasih” (1 Yohanes 4:8). KepribadianNya diliputi oleh
kasih dan kasih adalah sifat dasar dari keberadaanNya. Itulah sebabnya Tuhan
sangat menentang dengan tanpa kompromi mereka yang hidup dalam kebencian dan
sikap yang tidak mau mengampuni. FirmanNya jelas bagi kita, “Karena jikalau
kamu mengampuni kesalahan orang, Bapamu di sorga akan mengampuni kamu juga.
Tetapi jikalau kamu tidak mengampuni orang, Bapamu juga tidak akan mengampuni
kesalahanmu” (Matius 6:14-15). Sesungguhnya Ia adalah Allah yang suka akan
pengampunan. Ia rindu serta memastikan untuk memberikan jaminan pengampunan
kepada setiap orang yang bertobat dan berbalik kepadaNya. Namun untuk mereka
yang berhati kejam, penuh dengan maksud pembalasan dendam, niat menyakiti dan
membunuh sesamanya Tuhan tidak memberikan dispensasi. Adalah mustahil Ia mengizinkan
mereka yang bertentangan sifat denganNya menginjakkan kaki di surga yang kudus.
Tuhan tidak dapat bertoleransi kepada mereka yang bengis lagi kejam hatinya.
Hal ini merupakan
suatu kontras (perbedaan) yang menyolok dengan pribadi musuh kita. kasih itu
tidak sombong, ia tidak memegahkan diri, demikian firman Tuhan. Tetapi Iblis
adalah pribadi yang sombong, sangat angkuh. Sedemikian angkuhnya sehingga tidak
ada sedikitpun kasih padanya. Ia adalah bapa pendusta, sumber segala kekerasan
dan kejahatan di bumi ini. Ia datang bukan untuk menjamah, menghibur,
menyembuhkan, mengobati, merawat, atau menolong. Iblis datang untuk mencuri,
membunuh dan membinasakan. Tidak mengherankan apabila Rasul Yohanes menuliskan
bahwa perbedaan utama antara mereka yang berasal dari Allah atau berasal dari
roh lain (roh dunia atau Iblis) tercemin dalam ada atau tidaknya kasih dalam
kehidupan mereka (lihat 1Yohanes 3:10-19; 1Yohanes 4:7-13). Nah, Saudaraku,
adakah belas kasihan di dalam hatimu?
Dalam Alkitab banyak
kali disebutkan mengenai betapa setiap orang yang percaya serta hidup beribadah
kepada Tuhan harus memiliki belas kasihan. Sekali lagi, hal itu merupakan tanda
bahkan ukuran apakah seseorang mengenal Tuhan atau tidak, mengetahui hukum
ibadah yang sejati atau belum, beribadah dalam kenyataan dan perbuatan atau
hanya sekedar lip service (manis di
bibir) belaka. Ketahuilah, beberapa pengajaran Yesus yang paling terkenal
berkenaan dengan topik ini. Tegok saja misalnya kisah mengenai orang samaria
yang murah hati seperti tertulis dalam Lukas 10:25-37. Pada saat itu, Yesus
sedang menceritakan suatu perumpamaan untuk menjelaskan mengenai hukum yang
terutama kepada seorang ahli Taurat yang bertanya kepadaNya. Ini merupakan
suatu perumpamaan yang sangat menarik sekaligus mengandung arti yang amat
dalam: suatu pelajaran mengenai mengasihi sesama manusia seperti diri kita
sendiri; suatu pelajaran mengenai belas kasihan.
Secara singkat
perumpamaan itu sebagai berikut: Ada seorang Yahudi mengadakan dari Yerusalem
ke Yerikho tetapi di tengah perjalanan kawanan penyamun merampok, memukul dan
menghajarnya hingga ia hampir mati. Tidak berapa lama lewatlah seorang imam di
jalan dimana orang yang dirampok tadi tergeletak. Imam tadi tidak menolongnya.
Ia melewati orang itu tanpa peduli. Hal yang sama dilakukan oleh orang lewi.
Orang lewi itu bersikap tak acuh dan lewat begitu saja. Akhirnya, lewatlah
orang ketiga, seorang Samaria. Ia menolong orang itu. Dihampirinya orang yang
tergeletak itu, dibalutnya luka-lukanya. Tidak hanya itu, bahkan orang itu
dibawanya ke tempat penginapan yang terdekat dan membiayai seluruh biaya
perawatan orang itu hingga sembuh. Sungguh suatu kisah yang luar biasa, yang
terbit dari hikmah Allah yang tiada tandingannya!
Mengapa cerita itu
luar biasa? Karena Yesus menggunakan perumpamaan dengan tokoh-tokoh yang sangat
jelas, menunjukkan pada tindakan-tindakan yang nyata serta masuk akal,
menyindir dengan tajam setiap kesalahan-kesalahan yang seringkali tidak
disadari oleh banyak orang. Lebih jelasnya, mari kita meneliti ketiga tipe
orang yang melewati orang korban perampokan tadi. Pertama, Yesus menyebutnya
seorang imam. Seorang imam menggambarkan seorang dengan posisi kerohanian yang
tinggi. Pada masa kini, orang tersebut dapat dipanggil sebagai hamba Tuhan. Orang kedua, seorang Lewi.
Seorang Lewi melukiskan seorang dari suku pilihan Tuhan. Suku Lewi adalah suku terpilih
yang dipanggil untuk melayani serta beribadah kepada Tuhan. Pada kehidupan
sekarang, seorang Lewi dapat disejajarkan dengan seorang aktivis gereja, yang
rutin menjalankan ibadah maupun pelayanan di gereja. Orang ketiga adalah
seorang Samaria. Ia tidak memiliki status apa-apa. Ia orang biasa atau orang
kebanyakan. Yang menarik, ia adalah seorang Samaria. Korban yang tergeletak
adalah orang Yahudi yang secara budaya turun temurun dilarang berhubungan
dengan orang Samaria. Tetapi justru orang Samaria inilah yang akhirnya menolong
orang itu.
Pesan yang hendak
disampaikan oleh Yesus adalah:
(1) Ukuran ada tidaknya belas kasihan seseorang
tidak ditentukan oleh status kerohaniannya.
Seorang hamba Tuhan bisa jadi
dikagumi, kelihatan saleh, memiliki gelar pendidikan theologia, memimpin umat
di gereja dan sebagainya tetapi sekaligus menjadi orang yang sangat kejam. Atau
bisa juga seorang aktivis pelayanan gejera, suka membahas masalah rohani,
menjadi pengurus departemen gereja dan sebagainya tetapi sesungguhnya merupakan
serigala berbulu domba. Kedudukan rohani atau banyaknya kegiatan acara-acara
ibadah yang dilakukan seseorang tidak menjamin seseorang memiliki belas
kasihan. Hal itu menjadi begitu nyata saat sekelompok orang yang mengaku mengenal
Allah serta hukum-hukumNya tetapi juga sekaligus membuat banyak orang
menderita, tertipu, menelan rumah janda-janda bahkan mencapai puncaknya dengan
menuduh Seseorang Paling Benar yang pernah ada di bumi dengan tuduhan palsu dan
menyalibkanNya! Tahukah Anda siapa mereka? Orang-orang Farisi. Masihkah kita
heran apabila justru orang-orang yang kelihatannya paling rohani ternyata juga
adalah orang yang paling jahat? Waspadalah, roh Farisi dan Ahli-ahli Taurat
masih giat bekerja di tengah-tengah orang-orang percaya!
(2) Ukuran ada tidaknya belas kasihan dalam diri
kita diukur oleh tindakan kita terhadap orang yang menderita siapapun orangnya,
bahkan orang yang mungkin sangat memusuhi kita sekalipun!
Inilah Orang
Samaria yang Murah Hati. Tentang dia, Alkitab menulis dengan luar biasa indah:
“Lalu datang seorang Samaria, yang sedang dalam perjalanan, ke tempat itu; dan
ketika ia melihat orang itu, tergeraklah
hatinya oleh belas kasihan”
(Lukas 10:33). Itu adalah kalimat yang sama yang
seringkali dipakai untuk menggambarkan hati Yesus pada saat melihat orang-orang
yang menderita! Itulah belas kasihan yang sesungguhnya. Bukan hanya dengan
perkataan-perkataan yang terlihat rohani. Bukan dengan gaya-gaya rohani pada
saat beribadah di gereja. Bukan hanya retorika (gembar-gembor) tetapi tindakan
nyata. Bukan kepada orang-orang yang kita sukai. Tidak hanya terhadap
orang-orang kelompok yang sama dengan kita. Melainkan orang-orang yang
berseberangan, tidak sepaham, tidak sepandangan, yang bersikap memusuhi kita.
Belas kasihan juga tidak dilakukan di depan banyak orang untuk mendapatkan
penghargaan sebesar-besarnya. Itu dilakukan di jalan yang sepi, dikerjakan
sendiri, tanpa promosi.
Sekarang bagaimana
dengan kita? Izinkan saya bertanya sekali lagi. Adakah Anda memiliki belas
kasihan? Belas kasihan yang bagaimanakah itu? Apakah itu belas kasihan yang
sama dengan yang dimiliki oleh Tuhan dan dicari oleh Tuhan dalam hidup kita?
Belas kasihan itu harus nyata dalam tindakan. Belas kasihan itu semestinya akan
mendorong kita bergerak dan melakukan sesuatu bagi Tuhan dan sesama. Tidak sama
persis dengan Ibu Theresa, namun sama nyatanya. Tidak selalu dengan menerjunkan
diri di tengah-tengah orang-orang paling menderita di bumi ini, tetapi setiap
orang dapat melihat atau merasakan belas kasihan itu keluar dari hidup kita.
Demikianlah kita akan layak disebut sebagai penyembah sejati. Amin.
(Diambil dari warta
Worship Center edisi 30 – 2 Agustus 2002)

HATI YANG PENUH BELAS KASIHAN

Oleh:
Peter B,


“SEORANG YANG SAKIT KUSTA DATANG KEPADA YESUS, DAN
SAMBIL BERLUTUT DI HADAPAN-NYA IA MEMOHON BANTUAN-NYA, KATANYA: “KALAU ENGKAU
MAU, ENGKAU DAPAT MENTAHIRKAN AKU.” MAKA TERGERAKLAH HATI-NYA OLEH BELAS
KASIHAN, LALU IA MENGULURKAN TANGAN-NYA, MENJAMAH ORANG ITU…” (MARKUS 1:40-41)
Salah satu tokoh
dunia yang paling dikenal dalam bidang pelayanan sosial adalah almarhum Ibu
Theresa dari Calcutta. Selama hidup hingga hari terakhirnya di dunia (1997). Ia
habiskan di tengah-tengah orang-orang miskin, cacat penyakitan, kelaparan.
Melalui pelayanan yang didirikannya di Calcutta, Ibu Theresa menjangkau
orang-orang dari kota paling miskin dan paling menderita di dunia itu. Belas
kasihannya begitu nyata saat melihat beliau berada di tengah-tengah mereka yang
dirawat atau ditampungnya di Missionaries of Charity, nama pusat pelayanannya.
Usahanya yang tidak kenal lelah bertahun-tahun lamanya akhirnya diakui oleh
dunia. Pada tahun 1979, Ibu Theresa menerima hadiah Nobel Perdamaian, suatu
penghargaan yang diberikan setiap tahun kepada orang-orang yang dianggap paling
berjasa bagi kehidupan umat manusia di dunia.
Apa yang dilakukan
oleh Ibu Theresa adalah luar biasa. Luar biasa apabila diukur dengan kebanyakan
orang yang ada di dunia pada umumnya. Di tengah-tengah kehidupan yang semakin
materialis Individualistis sekarang ini, sangat sukar ditemukan orang-orang
yang rela mengorbankan waktu, tenaga, harta, apabila hidup pribadinya demi
menolong orang-orang yang menderita. Sungguh pengorbanan Ibu Theresa di atas
rata-rata. Akan tetapi, jika kita melihat lebih dalam akan kehidupannya, kita
akan tahu darimana wanita tua bertumbuh kecil ini mendapatkan visi, memperoleh
beban, digerakkan hatinya oleh belas kasihan, terilhami untuk mengorbankan diri
demi melayani mereka yang menderita.
Dari keterangan
ensiklopedia terkenal, tercatat bahwa ordo (cabang) pelayanan yang dipimpin
oleh Ibu Theresa mensyaratkan empat hal terhadap mereka yang hendak turut
melayani di sana. Tiga syarat pertama adalah syarat umum yang bersifat wajib
sebagaimana ordo-ordo pelayanan Katolik Roma di dunia yaitu, hidup miskin
secara sukarela, membujang seumur hidup, taat sepenuhnya pada aturan yang
berlaku. Namun di samping ketiga syarat tadi, organisasi pelayanan Ibu Theresa
memberikan syarat keempat yang harus di penuhi yaitu, berjanji dengan sukarela
melayani orang-orang miskin. Syarat ini didasari oleh keyakinan Ibu Theresa
yang menjadi dasar pelayanannya bahwa pelayanan terhadap orang miskin adalah
salah satu perwujudan pribadi Kristus. Dari sini kita mengetahui bahwa Kristus
jualan yang menjadi dasar dan tujuan pelayanan Ibu Theresa.
Apa yang dilakukan
oleh Ibu Theresa adalah pelayanan dengan karunia kemuraahan. Karunia kemurahan memampukan
setiap orang yang memiliki karunia tersebut untuk dengan pertolongan Roh Kudus
melayani atau memberikan dukungan orang-orang yang menderita secara jasmani
(orang cacat, miskin, terbelakang, menderita penyakit parah dsb.). Orang-orang percaya
dengan karunia kemurahan memiliki kesanggupan dan kesempatan yang lebih besar
daripada orang-orang yang percaya yang lain untuk menunjukkan belas kasihan
mereka kepada orang banyak. Hati mereka dengan mudah tergerak oleh belas
kasihan khususnya kepada mereka yang menderita. Akhirnya dengan penuh
kesabaran, mereka tidak segan-segan mengorbankan kehidupan pribadi mereka demi
menjangkau orang-orang yang menderita tersebut. Kuncinya di sini adalah belas
kasihan.
Mungkin sebagian besar
di antara kita tidak memiliki karunia kemurahan seperti Ibu Theresa. Tetapi itu
tidak membuat hidup kita terbebas dari tanggung jawab atas peran kita sebagai
pengikut Kristus terlebih lagi sebagai seorang penyembah yang sejati. Sekali lagi
perlu kita ingat kembali di sini bahwa teladan Kristus. Setiap penyembah sejati
harus memandang kepada Kristus, bukan kepada manusia lain yang memiliki karunia
menonjol di bidang tertentu. Apa yang dilakukan oleh Kristus harus selalu
menjadi acuan kita dalam bertindak, berperilaku, menjalani kehidupan dan
berhubungan dengan Tuhan. Dan teladan Kristus adalah Ia memiliki hati yang
penuh dengan belas kasihan. Belas kasihan seringkali menggerakan hatiNya
sehingga Ia akhirnya melakukan sesuatu untuk menolong atau membebaskan orang
lain. Hati Tuhan adalah hati yang berbelas kasihan. Belas kasihan itu juga yang
seharusnya memenuhi hati kita. Itulah peran kita sebagai penyembah sejati.
Mengamati kehidupan
Kristus, bukan sesuatu yang jarang ditemukan apabila Yesus digerakan hatiNya
oleh belas kasihan. Perhatikanlah beberapa ayat di bawah ini,
Melihat orang banyak itu, tergeraklah hati Yesus oleh
belas kasihan kepada mereka, Karena mereka lelah dan terlantar seperti domba
yang tidak bergembala. (Matius 9:36)
Ketika Yesus mendarat, Ia melihat orang banyak yang
besar jumlahnya, Maka tergeraklah hati-Nya oleh belas kasihan kepada mereka dan
Ia menyembuhkan mereka yang sakit. (Matius 14:14)
Maka tergeraklah hati Yesus oleh belas kasihan, lalu
Ia menjamah mata mereka dan seketika itu juga mereka melihat lalu mengikuti
Dia. (Matius 20:34)
Maka tergeraklah hati-Nya oleh belas kasihan, lalu Ia
mengulurkan tangan-Nya. Menjamah orang itu dan berkata kepadanya, “Aku mau,
jadilah engkau tahir.” (Markus 1:41)
Ketika Yesus mendarat, Ia melihat sejumlah besar orang
banyak, maka tergeraklah hati-Nya oleh belas kasihan kepada mereka, Karena
mereka seperti domba yang tidak mempunyai gembala. Lalu mulailah Ia mengajarkan
banyak hal kepada mereka. (Markus 6:34)
Dan ketika Tuhan melihat janda itu, tergeraklah
hati-Nya oleh belas kasihan, lalu Ia berkata kepadanya: “Jangan menangis!”
(Lukas 7:13)
Hati seorang
penyembah senantiasa berbelas kasihan. Belas kasihan adalah karakter dari Allah
kita. Bapa kita di Surga adalah Bapa yang penuh dengan belas kasihan. Ia Bapa
yang sayang dengan anak-anakNya. Bacalah dan renungkanlah ayat-ayat ini secara
pribadi, Mazmur 103, 8-18 dan Lukas 15, 11-22 (khususnya ayat ke – 20). Setelah
membacanya, berhentilah sejenak untuk merasakan kasih Bapa itu. Bukankah Dia
sungguh Bapa yang penuh kasih dan penyayang? Sekarang pribadi Allah Anak, Tuhan
Yesus Kristus. Telah jelas digambarkan dalam ayat-ayat di atas betapa Ia adalah
pribadi yang dipenuhi bahkan digerakkan oleh belas kasihan. Bagaimana dengan
Roh Kudus? Tentu saja sama. Roh Kudus memiliki sifat dasar yang lemah lembut
dan tidak pernah memaksa. Bukan kebetulan Ia dipanggil Penghibur atau Penolong
yang lain. Dan bukankah dari Roh Kudus setiap karunia–karunia Roh itu. dimana
termasuk di dalamnya karunia kemurahan?
(lihat 1Korintus 12:7). Dan tahukah Anda hasil persekutuan kita dengan Roh
Kudus?  Hasilnya adalah buah Roh, yang di
dalamnya terdapat “kasih dan kemurahan” (lihat Galatia 5:22-23).
Jadi, sangat jelas
bagi kita bahwa Allah yang kita sembah. Tritunggal yang Kudus, adalah Pribadi
yang sarat dengan belas kasihan. Amin.
(Diambil dari warta
Worship Center edisi 29 – 26 Juli 2002)

KUNCI MEMPEROLEH PENGURAPAN

Oleh: Peter B,

“PAGI-PAGI BENAR, WAKTU HARI MASIH GELAP, IA BANGUN DAN PERGI KE LUAR.
IA PERGI KE TEMPAT YANG SUNYI DAN BERDOA DI SANA.” (MARKUS 1:35)
“LALU PERGILAH IA KE SELURUH
GALILEA DAN MEMBERITAKAN INJIL DALAM RUMAH-RUMAH IBADAT MEREKA DAN MENGUSIR
SETAN-SETAN” (MARKUS 1:35)
Pada artikel minggu yang lalu,
kita telah membaca kisah mengenai Benny Hinn, seorang pemuda Kanada yang
mendapatkan pengetahuan mengenai rencana Allah dalam hidupnya melalui
persekutuan intim dengan Tuhan. Dalam bukunya yang berjudul urapan, Benny Hinn
menjelaskan lebih jauh mengenai pengalaman pelayanannya yaitu bagaimana dia
bekerja sama dengan Roh Kudus serta menerima pengurapan yang kuat selama
ibadah-ibadah kesembuhan yang diadakannya. Perhatikanlah pernyataan berikut
ini:
Alkitab sering menyamakan urapan
Roh Kudus seperti minyak. Kedua hal itu dapat dirasakan dan dialami. Dan
beberapa pengamatan tentang keadaan dan sifat minyak dapat sesungguhnya
membantu Anda memahami cara kerja Roh.
Sebagai contoh minyak menguap jika
tidak diisi kembali secara teratur; itu pada akhirnya akan lenyap. Anda mungkin
mau mencobanya suatu ketika. Tuangkanlah minyak ke dalam suatu wadah dan berikanlah
untuk waktu yang lama maka Anda akan mendapati sebagian dari minyak itu
menguap. Jika cukup lama waktunya berlalu, Anda akan mendapati wadah penampung
minyak itu kosong, dengan sedikit saja bukti bahwa itu pernah menyimpan minyak.
Roh akan menguap, tetapi Anda
mungkin menyangka Ia telah menguap jika Anda mengabaikanNya demikian. Anda
harus secara terus menerus mengijinkan minyak Toh itu mengalir atas hidup Anda,
menyegarkan kehidupan rohani Anda. Anda melakukan hati melalui doa, persekutuan
dengan Allah dan pembacaan Firman Allah. …
Seperti Anda ketahui, pentinglah
untuk Anda mengganti minyak di mobil Anda secara teratur sedemikian pentingnya
sehingga sebagian besar pabrik mobil menganjurkan untuk mengganti minyak
pelumas setiap tiga sampai lima ribu mil untuk mendapat keuntungan maksimum.
Kalau tidak, selain menjadi kotor, minyak pelumas itu menjadi encer dan berubah
warna dan dapat merusak daripada melindungi mesin itu.
Demikian pula urapan Anda akan
menjadi encer akibat panasnya peperangan rohani. Itulah sebabnya Anda harus
memberikan perhatian setiap hari pada doa dan pelajaran Alkitab. Itulah
satu-satunya cara untuk membina dan memelihara kekentalan dan kekuatan rohani
Anda.
Demikianlah sekilas pendapat Benny
Hinn mengenai pengurapan. Dan itu tidak salah. Salah satu fungsi  doa atau menyediakan waktu-waktu pribadi
bersama Allah adalah untuk memperoleh kuasa dari tempat yang Mahatinggi bagi
pelaksanaan pekerjaan Tuhan di muka bumi. Perjumpaan dengan Allah yang penuh
kuasa akan memenuhi kita dengan kuasaNya. Smith Wigglesworth, salah satu orang
yang paling banyak mengadakan mujizat di dalam Tuhan seumur hidupnya dikenal
sebagai seorang yang berjalan dengan Allah. Persekutuan Wigglesworth begitu
intim dan kuatnya sehingga sepertinya ia telah menyatu dengan Tuhan dalam
setiap dimensi kehidupannya. Di samping itu, Smith pernah berkata, “Saya tidak
pernah berdoa selama lebih dari 30 menit. Tetapi saya tidak pernah melewati 30
menit tanpa doa.” pernyataannya menunjukkan bahwa Smith Wigglesworth hidup
dalam doa. Itulah rahasia kuasanya.
Sebenarnya apa yang dilakukan oleh
Smith Wigglesworth bukanlah sesuatu yang baru. Dia bukanlah orang pertama yang
hidup dalam doa sehingga dipenuhi kuasa. Wigglesworth sebetulnya meniru orang
lain. Dia meniru Gurunya yang juga adalah Tuhan yang disembah dan sangat
dicintainya. Yesuslah yang menjadi acuan sirasul iman itu. Perhatikanlah nats
di bawah judul artikel ini. Mengertikah apa maksud nast itu? Mari kita urutkan
kembali supaya lebih jelas. Yesus, pagi-pagi buta bangun dari tidurnya dan
mengambil waktu untuk berdoa di tempat yang sunyi. Saat hari menjelang siang,
murid-murid berdatangan mencari Yesus. Mereka berkata, “Guru, jemaat sudah
berkumpul.” Yesus pun menyelesaikan doanya dan berangkat melayani. Nah,
sekarang perhatikanlah ayat 39. itulah yang dikerjakan Yesus setelah berdoa.
Apakah itu? Yesus pergi ke seluruh Galilea dan memberitakan Injil dalam
rumah-rumah ibadat mereka dan …mengusir setan-setan. Tidak hanya itu,
ayat-ayat selanjutnya adalah kisah-kisah kesembuhan mujizat yang dilakukan
Yesus. Perlu diketahui di sini bahwa penyembuhan seorang sakit kusta pada waktu
itu dapat disamakan kini dengan penyembuhan seseorang dari kanker atau penyakit
AIDS karena di zaman Yesus, penyakit kusta adalah  penyakit mematikan yang tidak ada obatnya.
Dalam Kisah Rasul 10:38 memang
disebutkan bahwa kunci kuasa Yesus adalah urapan Roh Kudus. Tetapi sebenarnya
darimanakan Yesus memperoleh  kuat kuas
yang sangat besar setiap harinya? Dengan mengingat kembali pernyataan Benny
Hinn di atas dan juga meneliti urutan ayat dalam injil Markus dimana Yesus
setelah berdoa melayani dengan penuh urapan dan kuasa maka saya berpendapat ada
hubungan antara doa dengan urapan. Ada kaitan erat antara persekutuan intim
dengan Tuhan dan pelayanan yang berhasil dan limpah kuasa Allah. Urapan
diperoleh bukan karena suatu kebetulan. Kuasa didapatkan tidak dengan duduk
santiai menanti durian runtuh. Otoritas atas setan-setan tidak begitu saja
turun atas sembarang orang yang terlihat aktif melayani di gereja. Kekuatan
untuk melayani dengan penyertaan Tuhan yang luar biasa harus diterima terlebih
dahulu. Kita menerima itu di dalam doa.
Beberapa orang tidak bisa di
yakinkan dengan penjelasan di atas. Orang- orang ini adalah mereka yang tidak percaya
kuasa doa dan menganggap bahwa doa adalah suatu pekerjaan yang sia-sia. Apakah
Anda termasuk orang yang demikian? Apakah Anda masih tidak percaya? Sekarang
pertimbangkanlah ayat ini: “Ketika Yesus sudah di rumah, dan murid-murid-Nya
sendirian dengan Dia, bertanyalah mereka: “Mengapa kami tidak dapat mengusir
roh itu?” Jawab-Nya kepada mereka: “Jenis ini tidak dapat diusir kecuali dengan
berdoa” (Markus 9:29-30). Saudaraku, Efesus 6 menjelaskan pada kita bahwa musuh
terbesar kita, penghalang kemajuan rohani kita, pengacau ibadah kita, perusak
setiap pelayanan kita adalah pasukan-pasukan iblis. Oleh sebsb itu, sebenarnya
kita tidak punya pilihan untuk menentukan sendiri bagaimana kita akan menang
melawan kuasa-kuasa gelap tak kasat mata itu. Terlebih lagi tingkatan mereka
yang lebih tinggi. Yesus menjelaskan bahwa mereka hanya dapat diusir dengan
berdoa. Betapa dahsyat kuasa doa! Sebaliknya, betapa lemahnya orang-orang
Kristen yang tidak berdoa! Betapa hampanya pelayanan tanpa kuasa doa! Betapa
mudahnya pengikut Kristus akan dijatuhkan oleh Iblis!
Stuart Robinson dalam bukunya Mendapatkan
Kuasa
berkomentar mengenai pentingnya doa bagi gereja masa kini demikian:
“Saat ini ada tekanan yang sangat kuat dari berbagai arah dalam masyarakat kita
untuk bekerja lebih keras menjadi lebih pintar, lebih produktif, atau
tersingkir. Gereja pun ada dalam keadaan bahaya bila menerapkan mentalitas
seperti itu dalam sikap dan tindakannya sehingga melupakan bahwa keberhasilan
bukan datang dari keperkasaan maupun kekuatan, melainkan oleh anugerah dari
Allah Roh Kudus (Zakaria 4:6).. Banyak gereja di seluruh dunia saat ini
memiliki teknologi yang canggih, dari perkembangan yang paling mutakhir,
sebagai sarana memberitakan Injil. Namun seringkali, bila dibandingkan tampaknya
hanya sedikit yang terjadi di begi banyak negara.”
“Dalam hal pertumbuhan dan misi
gereja,” Stuart menambahkan, “dapatkah dikatakan bahwa selagi dunia telah
belajar untuk berkomunikasi dengan robot di Mars, gereja telah lupa
berkomunikasi dengan Tuhan penguasa alam semesta ini?” saya sangat setuju
dengan Stuart Robinson. Gereja seringkali menjadi terlalu malas sehingga gereja
menghibur diri dengan hal-hal yang palsu. Pertumbuhan gereja maupun kebangunan
rohani banyak kali disempitkan artinya sebagai keadaan dimana jemaat bertambah
banyak memenuhi gedung gereja, bangunan gereja mengalami pembaharuan atau
perluasan, fasilitas-fasilitas pelayanan yang lengkap, dan juga keuangan dalam
jumlah yang besar. Itu semua ukuran dari yang jasmani. Untuk mengetahui pekerjaan
Allah, kita perlu mengukurnya dengan ukuran-ukuran rohani. Apa yang jasmani
tidak dapat menggantikan yang rohani. Dan yang rohani: urapan, kuasa, kekuatan
untuk mengalir bersama Roh Kudus, kebangunan rohani yang besar, semuanya hanya
dapat kita peroleh melalui doa. So, Don’t forget to pray. Always. Amin
(Diambil dari warta Worship Center
edisi 28 – 19 Juli 2002)