Oleh: Ruth Yanti Tampinongkol
Dunia kekristenan sedang mengalami krisis kepemimpinan. Banyak anak-anak muda yang lahir tanpa kehadiran seorang pemimpin sejati (mentor/pembimbing/penasihat) akibatnya banyak yang terhalang untuk menjadi alat Tuhan karena mereka hanya diajar untuk mengejar prestasi dan bukan kualitas hati. Faktor lainnya adalah karena banyak para orang tua yang lebih membanggakan prestasi dari pada menekankan hidup dalam kualitas iman sejati pada anak-anaknya.
Baru-baru ini mencuat sebuah pembahasan yang cukup memprihatinkan dari seorang artis rohani Kristen bernama Lauren Daigle. Seorang wanita muda berusia 27 tahun yang telah mencapai kesuksesan besar di dunia musik. Lagu-lagunya sangat memberkati banyak orang, saya adalah salah satu pengagum beberapa lagu yang dinyanyikannya. Bukan hanya rohani tapi dari dunia sekuler turut memberikan penghargaan kepadanya atas segala pencapaiannya.
Sayangnya prestasi yang besar tidak diimbangi oleh kualitas iman yang benar sehingga menimbulkan kekecewaan bagi banyak orang percaya lainnya. Penyebabnya adalah karena ia salah memberikan pernyataan (jawaban) dalam sebuah wawancara yang menanyakan apakah homoseksual itu dosa (sebab sebelumnya ia menghadiri acara Ellen Show yang adalah seorang LGBT) dan ia menjawab bahwa ia tidak bisa menjawab dengan jujur karena ia bukan Tuhan. Ia mempunyai banyak teman homoseksual dan ingin mencintai mereka dengan cara yang berbeda (tidak menghakiminya). Menurutnya jika ia menjawab bahwa itu dosa ia menilai bahwa pernyataan itu hanya untuk menyenangkan banyak manusia dan mengabaikan mereka (para homoseksual) yang tersisih.
Mungkin saja ia memiliki beban tersendiri untuk menjangkau mereka tetapi jika dilakukan dengan cara yang salah maka ia sendiri akan terhilang karena terkikis dari kebenaran sejati. Atau mungkin juga ia takut kehilangan pengakuan dunia akan nama besarnya sehingga rela mengabaikan kebenaran yang semestinya harus ia sampaikan. Banyak teguran yang mengingatkan dirinya supaya berani berkata benar namun tampaknya ia hanya merasa heran mengapa begitu banyak orang mengkritiknya. Meski demikian tidak sedikit pula yang mendoakan supaya ia beroleh kasih karunia menjadi pengikut Kristus sejati.
Merenungkan hal ini betapa Tuhan ingin mengajarkan kepada kita bahwa betapa berbahayanya sebuah prestasi jika hati kita tidak dipersiapkan sebelumnya untuk dapat menerima sebuah keberhasilan sebagai tanggungjawab yang Tuhan percayakan. Bahkan jika semua keberhasilan itu pada akhirnya tidak membuat kita menemukan tujuan Tuhan. Sebab ada banyak artis Kristen yang terjebak untuk mengejar popularitas sehingga perlahan-lahan kehidupan mereka menjadi sama seperti orang-orang dunia yang tidak menyembah Tuhan. Bukankah iblis selalu menawarkan ketenaran karena inilah satu-satunya cara yang cukup berhasil untuk menjauhkan kita dari Tuhan?
Berapa banyak anak-anak Tuhan yang terhilang karena mengejar prestasi (membangun kenyamanan dan kerajaannya sendiri). Mereka menjadi buta bahwa ada kebutuhan umat Tuhan dan jiwa-jiwa yang perlu diperjuangkan dimana ini membutuhkan pengorbanan dengan cara-cara yang benar.
Setiap pintu kesempatan yang Tuhan bukakan seharusnya menjadi sarana untuk kita hidup dan bekerja bagi kerajaan Allah bukan untuk memanjakan diri, dimana hal ini pun berlaku bukan hanya di dunia rohani tetapi juga sekuler.
Sebab tidak ada keberhasilan sejati tanpa campur tangan Tuhan, Dialah yang telah memberi pekerjaan, posisi, sumber daya, pendidikan, dan lainnya. Tuhanlah yang telah membuka kesempatan untuk tujuan kerajaan-Nya semata bukan supaya kita hidup menikmati kesenangan pribadi.
Ketika saya membaca kitab Ester, saya menemukan ada sesuatu yang Tuhan sedang bukakan. Sebuah teladan hidup dari seorang muda yang bukan hanya hebat dan berprestasi tetapi memiliki kualitas hati yang benar-benar teruji. Tidak banyak anak-anak muda yang tertarik untuk belajar terlebih meneladani kisah hidupnya.
Ester adalah gadis muda yang beruntung, keberhasilannya dalam menggenapi takdir hidupnya demi membangun kerajaan Allah di bidang sekuler tidak terlepas dari arahan seorang pembimbing rohani yang juga menjadi pengasuhnya (Ayah angkat) bernama Mordekhai. Ia beruntung karena memiliki mentor yang mengarahkan hatinya untuk selalu hidup dalam takut dan hormat akan Tuhan yang menuntun hatinya menemukan hikmat dan pengertian sejati dari Tuhan sehingga menjadikannya sangat bijaksana. Ketika Ester membutuhkan dukungan spiritual sebelum menghadap raja, ia merendahkan diri untuk meminta semua orang berdoa dan berpuasa bersama-sama dengannya demi memohon belas kasihan dan pertolongan Tuhan karena menyadari betapa terbatasnya kekuatannya untuk menghadapi peperangan besar di hadapannya.
Kualitas cinta dan kesetiaan yang mendalam di hati Ester terhadap bangsanya ditanamkan sejak kecil oleh Mordekhai.
Bahkan ketika Ester mencapai puncak kesuksesannya (namun bangsanya dalam ancaman bahaya), Mordekhai tidak segan menegur Ester untuk mengingatkan bahwa ia hidup bukan untuk dirinya sendiri tetapi untuk tujuan Tuhan. Ester dimarahi demi menyelamatkannya dari pola pikir yang memanjakan diri dan mempertahankan diri. Melalui perkataan itu, Mordekhai mengingatkan Ester bahwa dia telah dipilih untuk mengesampingkan kepentingannya sendiri, melepaskan ambisinya sendiri dan menghadapi musuh sepenuhnya.
Mordekhai mengingatkan Ester bahwa kepatuhannya itu sangat diperlukan, bukan hanya untuk kelangsungan hidupnya sendiri tetapi untuk rakyatnya. Tidak peduli dengan resiko harus kehilangan kesuksesan dan segala fasilitas kemewahan yang sedang ia nikmati dari kerajaan bahkan nyawanya sendiri demi menyelamatkan bangsanya. Sebab untuk situasi seperti itulah Ester dipersiapkan sebelumnya oleh Tuhan.
maka Mordekhai menyuruh menyampaikan jawab ini kepada Ester: “Jangan kira, karena engkau di dalam istana raja, hanya engkau yang akan terluput dari antara semua orang Yahudi.
Sebab sekalipun engkau pada saat ini berdiam diri saja, bagi orang Yahudi akan timbul juga pertolongan dan kelepasan dari pihak lain, dan engkau dengan kaum keluargamu akan binasa. Siapa tahu, mungkin justru untuk saat yang seperti ini engkau beroleh kedudukan sebagai ratu.”
~ Ester 4:13-14 (TB)
Sebagai orang muda Ester memiliki kualitas hati yang benar dan tulus, ia terbiasa merespon dengan membuka diri untuk setiap arahan dari Mordekhai (bahkan ia memperhatikan dengan baik setiap saran dan nasihat orang lain, yaitu para pemimpin sida-sida di istana). Kerendahan hati dan sikap hati seorang murid seperti inilah yang memimpin seluruh langkah serta keputusannya sampai kepada sebuah keberhasilan dalam mengerjakan kehendak Tuhan.
Seluruh bangsa berterima kasih atas tanggapan Ester terhadap teguran Mordekhai. Hidup mereka selamat.
Pada akhirnya, keberhasilan seseorang akan selalu melibatkan siapakah orang-orang yang berdiri dibalik kesuksesannya demikian pula sebaliknya mereka yang gagal juga bergantung siapakah orang-orang yang berada disekelilingnya. Dan keberhasilan sejati bukan hanya dilihat (diukur) yang nampak secara jasmani tetapi bagaimana kualitas hati seseorang dalam mempertahankan diri untuk hidup berdampak dalam seluruh kebenaran serta penundukkan diri terhadap seluruh kehendak Tuhan.
Mordekhai adalah gambaran keteladanan seorang pemimpin (bapa rohani) yang tidak menyukai kenyamanan, ia sangat peduli terhadap bangsanya khususnya umat Tuhan yang ada bersamanya dalam pembuangan. Ia dihormati oleh bangsanya karena telah berbuat banyak bagi mereka dengan memperjuangkan mereka dan menjadi sahabat bagi mereka. Pada jaman sekarang ini jujur saja kita melihat hampir tidak ada pemimpin rohani ataupun orang-orang Kristen yang memiliki posisi, jabatan, prestasi tinggi di dunia sekuler yang memiliki hati seperti Mordekhai yang bersedia menginvestasikan seluruh hidupnya bagi keselamatan bangsanya sehingga kita dapat melihat dengan jelas bagaimana kualitas generasi muda di gereja-gereja, kota-kota dan bangsa kita hari ini.
Mordekhai hanya memuridkan satu orang tetapi menghasilkan dampak yang begitu besar bagi seluruh bangsanya.
Keduanya baik Ester maupun Mordekhai mendapatkan jabatan kepercayaan dalam lingkup kekuasaan yang besar, namun mereka menggunakannya dengan benar yaitu untuk membangun kerajaan Allah.
Sebagai pembimbing rohani, Mordekhai memeliki nama besar yang tidak kalah jauh dengan Yusuf ketika di Mesir. Mordekhai menjadi perdana menteri (orang kedua) dibawah wewenang raja Media dan Persia Ahasyweros.
Mordekhai, orang Yahudi itu, menjadi Perdana Menteri, dengan wewenang di bawah Raja Ahasyweros sendiri. Tentu saja ia sangat masyhur di antara orang Yahudi, dan dihormati oleh bangsanya karena ia telah berbuat banyak bagi mereka, dan menjadi sahabat yang selalu membela kepentingan mereka.
~ Ester 10:3 (FAYH)
Melalui kekuasaan yang raja percayakan kepada Ester dan Mordekhai, orang-orang Yahudi mendapatkan keamanan dari musuh-musuhnya. Mereka sangat ditakuti oleh para pembencinya dimana sebelumnya telah merencanakan untuk membinasakan mereka. Semua orang-orang Yahudi yang tinggal di daerah kerajaan berkumpul, bersehati dan bangkit dalam keberanian sebagai pahlawan untuk membela nyawanya dan atas seijin raja mereka membunuh tujuh puluh lima ribu orang diantara pembenci-pembenci mereka. (Ester 9:16).
Tetapi jabatan kepemimpinan itu tidak diperolehnya begitu saja karena sama seperti Yusuf yang pernah dilupakan jasanya Mordekhai pun juga mengalaminya. Namun Tuhan memperhitungkan ketulusan hatinya sehingga dengan cara-Nya sendiri, Ia menggerakkan hati raja Ahasyweros untuk mengingat akan namanya. (Ester 6:1-2).
Melalui Tuhan sendirilah Mordekhai mendapatkan kemuliaan. Ia menerima sebuah penghormatan dari raja dengan mengenakan pakaian raja, kuda dan mahkota kerajaan. Tidak bisa dipungkiri bahwa Tuhan tidak pernah melupakan hamba-hamba-Nya sebab Tuhan adalah baik bagi mereka yang tulus hatinya. (Mazmur 73:1).
Sebagai putera puteri kerajaan-Nya kita ditempatkan ditengah-tengah konflik dan peperangan, sehebat dan setinggi apapun prestasi yang kita capai jika kita kehilangan tugas kerajaan Allah karena terjebak dalam kerajaan pribadi kita sendiri, maka ini adalah sebuah tragedi terbesar yang pernah kita hadapi.
Prestasi tidak akan pernah berguna jika kita mengabaikan tujuan utama dalam kerajaan sorga. Prestasi juga tidak akan berarti jika pada akhirnya kita mengabaikan kebenaran Allah sendiri.
Prestasi akan berarti hanya jika kita menjalaninya bagi kepentingan kerajaan Allah dan bebas dari maksud-maksud pribadi yang tersembunyi.
Kita dipanggil untuk membawa keharuman, membuat perbedaan dan perubahan.
Jika kita tidak tanggap terhadap kebutuhan orang-orang di sekitar kita dan tidak berani membuat keputusan untuk mempertaruhkan nyawa dan menyatakan kebenaran demi kebaikan orang lain, masih layakkah kita disebut sebagai orang-orang beriman?
Sebab bagi Allah kami adalah bau yang harum dari Kristus di tengah-tengah mereka yang diselamatkan dan di antara mereka yang binasa.
Bagi yang terakhir kami adalah bau kematian yang mematikan dan bagi yang pertama bau kehidupan yang menghidupkan. Tetapi siapakah yang sanggup menunaikan tugas yang demikian?
Sebab kami tidak sama dengan banyak orang lain yang mencari keuntungan dari firman Allah. Sebaliknya DALAM KRISTUS KAMI BERBICARA SEBAGAIMANA MESTINYA DENGAN MAKSUD-MAKSUD MURNI atas perintah Allah dan di hadapan-Nya.
~ 2 Korintus 2:15-17 (TB)
Hanya setiap pribadi yang selalu memberi diri untuk dibentuk menjadi murid-murid dan hamba-hamba sejati yang mengutamakan kualitas serta ketulusan hati yang siap memenuhi tugas dan panggilan hidupnya untuk menjadi alat Tuhan, bahkan jika itu melibatkan sebuah pengorbanan.
Tuhan Yesus memberkati.