Arsip Bulanan: Oktober 2020

DOA SEORANG PENYEMBAH SEJATI

Oleh; Peter B
(untuk dapat mengambil atau memperoleh manfaat sebesar-besarnya dari membaca artikel ini, penulis menyarankan membaca tulisan ini dengan Alkitab terbuka – khususnya di Mazmur 86 – yang dibaca bergantian sebagai referensi dari berbagai poin dalam tulisan ini)

Doa Daud
~ Mazmur 86:1
Mazmur 86 dibuka dengan penjelasan bahwa ini adalah Doa Daud. Dan memang demikianlah isinya. Sebuah doa dari seorang kekasih Tuhan yang bernama Daud, yang sekaligus seorang pahlawan iman, orang yang disebut sebagai orang yang berkenan di hati Tuhan. Melalui garis keturunan Daud, Juruselamat datang ke dunia dalam rupa manusia – suatu penggenapan perjanjian antara Yahweh dengan Daud sendiri. Dengan kata lain, Daud adalah seorang yang dekat dengan Tuhan dan memiliki tempat istimewa di hati Tuhan. Kehidupan Daud, jika dipelajari, mengajarkan kita suatu pelajaran dan teladan akan kehidupan seseorang yang membuat Tuhan jatuh hati dan berkenan atasnya. Mazmur 86 ini merupakan salah satu contoh akan apa yang membuat Tuhan menyatakan kasih-Nya begitu besar kepada Daud.
Membaca Mazmur 86, ayat demi ayat, kita dapat melihat sikap hati Daud dalam banyak hal, khususnya terhadap Tuhannya. Dan jika ini doa, meskipun telah dicatat dan dijadikan bagian dari Mazmur yang kemudian dinyanyikan di berbagai kesempatan ibadah orang Israel, namun pada mulanya, ini pasti merupakan doa pribadi -suatu sikap hati Daud saat ia datang menghampiri TUHAN, Allahnya. Dan apa yang dinaikkan Daud di ruang-ruang doanya, merupakan refleksi dari apa yang ada di dalam hatinya yang tulus mencari dan menjumpai Tuhan. Doa Daud adalah pernyataan tulus sebagaimana adanya dia di hadapan Tuhan, yang telah dikonfirmasi Tuhan sendiri sehingga dituliskan sebagai bagian dari kitab suci. Layaklah ini menjadi teladan bagi kita, umat Tuhan yang bahkan hidup ribuan tahun setelah Daud. 
Apa sesungguhnya yang dapat kita pelajari dari doa Daud dalam satu pasal ini?
Banyak sekali. Kita dapat menilainya dari berbagai sisi atau sudut pandang. Saya tidak akan membahasnya secara detail dalam penjelasan yang panjang. Akan ada waktu yang lain lagi untuk itu. Namun sekarang, saya akan menunjukkan betapa luar biasa teladan dari Daud. Dalam hal berdoa dan dalam hal menyembah Tuhan.
SIAPA TUHAN BAGI SEORANG PENYEMBAH
Dari doa Daud, terlihat nyata apa, siapa dan bagaimana Tuhan dalam pandangannya. Tampak sekali begitu memuja Tuhan dan telah merasakan banyak pengalaman bersama Allahnya.  
Inilah yang disebutkan sorang penyembah tentang Tuhan dalam doanya : 
1- Tuhan itu baik (ayat 5)
2- Tuhan itu suka mengampuni (5)
3- Tuhan itu berlimpah kasih setia bagi semua orang yang berseru kepada-Nya (5)
4- Tuhan itu pendengar dan penjawab doa (1,6-7)
5- Tuhan itu tiada taranya dan tiada bandingannya terhadap apapun yang disebut besar dan hebat, bahkan yang disembah manusia dan bangsa-bangsa. Dialah satu-satunya Allah sejati (8,10b)
6- Tuhan itu besar dan agung (10)
7- Dialah Sang Pembuat Keajaban-keajaiban, yang mengadakan banyak mujizat dan perbuatan-perbuatan yang mengherankan (10)
8- Dia yang telah menyatakan kasih-Nya kepada sang penyembah dan yang telah menyelamatkan hidupnya dari kebinasaan (13)
9- Tuhan itu penyayang dan pengasih, panjang sabar serta limpah kasih dan setia (15)
10- Dia adalah yang telah menolong dan menghibur sang penyembah (17)
Perhatikanlah. Dari semua pernyataan Daud tentang Tuhan, semuanya menyatakan kekaguman serta penghormatan yang besar bagi Tuhan. Tidak ada prasangka. Tidak ada pikiran negatif. Tidak ada keraguan atau penilaian yang buruk tentang Tuhan. Benar,ada saat-saat dimana Daud “menggugat” Tuhan tetapi dalam keseharian dan doa-doa pribadi yang teratur ia naikkan di hadapan Tuhan, pandangan dan pengakuan inilah yang ia hadirkan di hadapan Sang Kekasih Agung, sahabat dalam hidupnya. 
Perenungan bagi kita ialah :
Apa yang sering, selalu dan selama ini kita pikirkan tentang Dia? Apa yang hati kita refleksikan tentang Dia saat kita datang ke hadapan-Nya? Apakah pikiran negatif, kekecewaan, keraguan, ketidakpercayaan, sakit hati atau gambaran-gambaran negatif tentang Tuhan atau suatu sikap penghormatan, salut, pemujaan, kekaguman, penghargaan, serta kenangan-kenangan yang baik akan setiap karya dan perbuatan Tuhan, baik bagi semesta maupun bagi kita secara pribadi? Siapakah Tuhan bagi kita? Sungguh-sungguhkah Dia itu Tuhan kita dan kita ini penyembah-Nya?
Doa seorang penyembah menyatakan kecintaan dan keterpesonaan yang besar akan pribadi Tuhan, yang mengasihi dan dikasihinya itu. 
Sudahkah doa-doa Anda demikian adanya? 
CARA PANDANG PENYEMBAH TERHADAP DIRINYA DI HADAPAN TUHAN
Doa Daud, jika ditelisik, juga berisi cara pandang Daud tentang siapa dirinya di hadapan Tuhan, yang juga merupakan sikapnya dalam membawa diri di hadapan Tuhan. 
Mengetahui rahasia di balik ini akan menolong kita menempatkan diri kita pada posisi doa yang membuat hati Tuhan terpikat dan mengarahkan diri pada doa-doa kita. 
Kita harus datang dalam ketulusan, bukan sekedar mengulangi ucapan-ucapan indah seperti diucapkan Daud saja. 
Dan seperti inilah seorang penyembah memandang dirinya saat ia berdoa, ia datang sebagai : 
1- Orang yang sengsara dan miskin (ayat 1)
2- Orang yang Tuhan kasihi (2)
3- Orang yang berseru-seru kepada Tuhan sepanjang hari dan pada saat kesesakan (3,7)
4- Orang yang mengangkat jiwanya kepada Tuhan (4)
5- Orang yang telah memperoleh kebaikan, pertolongan, penghiburan dan penyelamatan dari Tuhan (12-13)
6- Seorang hamba di hadapan Tuhan, dan anak dari hamba perempuan Tuhan (2,16)
Perhatikanlah lagi. Pada bagian ini kita dapat melihat dengan jelas bagaimana Daud memandang dirinya di hadapan Tuhan. Di satu sisi, ia memandang dirinya begitu rendah, sampai-sampai merasa tidak layak di hadapan Tuhan (dengan menyebut dirinya ini miskin, hamba dan sengsara) tetapi di sisi lain, Daud juga tahu bahwa meskipun keadaannya demikian rendah, ia orang yang dikasihi Tuhan, yang karena kasih itu, Sang Pencipta, Penolong dan Juruselamat manusia telah mengulurkan tangan, melakukan banyak perbuatan ajaib di luar jangkauan akal pikirannya, serta menyatakan diri sebagai penghibur, penolong, juruselamat dan Tuhan atas hidupnya. 
Perenungan bagi kita :
Bagaimana kita memandang diri kita serta membawa diri kita di hadapan Tuhan setiap kali menghadap-Nya? Adakah kita sering memandang diri kita terlalu tinggi  sehingga terlalu lancang mengajukan tuntutan bahkan ancaman kepada Dia ataukah kita merasa secara manusia, kita tidak pernah layak untuk menghampiri Tuhan di takhta-Nya? Adakah kita mengakui bahwa hanya oleh kasih karunia Tuhan saja kita boleh menghadap Dia?
Di sisi lain…apakah kita merasa dikasihi oleh Tuhan?Adakah kita merasa bahwa kita ini telah menerima banyak pertolongan, penghiburan, jamahan, penguatan dan pemulihan dari Tuhan? Adakah kita menghampiri Tuhan dengan lebih disertai rasa takut yang enggan mendekat dan ingin cepat-cepat pergi dari hadirat-Nya atau bahwa sekalipun ada kegentaran dan rasa tidak layak di hati, namun karena kasih karunia-Nya yang besar, kita mengangkat jiwa kita dalam suatu keberanian iman dan keyakinan bahwa Ia pasti menerima dan bersedia bercakap-cakap dengan kita?
Sikap hati Daud harus menjadi sikap kita jika kita ingin diterima di hadirat Tuhan. Berkebalikan dari kebanyakan dari mereka yang mengaku pendoa atau penyembah yang kerap membanggakan betapa saleh dan banyaknya jasa yang telah mereka lakukan di hadapan Tuhan sehingga merasa berhak mengklaim dan lancang berdeklarasi tanpa suatu posisi rohani yang jelas di hadapan Tuhan – sudah seharusnya kita menghampiri Tuhan seperti Daud, seorang yang tahu merendahkan dirinya di hadapan Tuhan dan yang tahu meninggikan Tuhannya mengatasi segala sesuatu. Inilah sikap doa dan penyembahan sejati di hadapan Tuhan.
BAGAIMANA SEORANG PENYEMBAH MEMANDANG SESAMANYA DAN DUNIA DI SEKELILINGNYA
Doa Daud dalam Mazmur 86, juga menyinggung sudut pandang Daud terhadap dunia di luar dirinya, meski sekilas saja. Ini juga menjadi suatu contoh yang penting bagi kita karena ini menunjukkan pikiran, perasaan kerinduan serta karakter para penyembah sejati. 
Terhadap dunia dan isinya serta terhadap mereka yang belum mengenal Tuhan, sang penyembah memandang : 
1- Ada kelompok-kelompok manusia yang angkuh dan sombong, yang ingin berbuat jahat kepada orang-orang benar dan kekasih-kekasih Tuhan, orang-orang yang tidak mempedulikan Tuhan (ayat 14,17). Suatu kesadaran akan dunia yang jahat dan tidak mengenal Allah, yang sewaktu-waktu dapat mencelakakan hidupnya (yang oleh karenanya ia perlu selalu bergantung kepada Tuhan)
2- Segala bangsa itu dijadikan Tuhan (ayat 9). Suatu pernyataan bahwa seluruh dunia ada dalam kendali ilahi dan dalam lingkup kedaulatan Tuhan.
3- Suatu kali kelak segala bangsa itu akan datang, sujud menyembah di hadapan Tuhan, bahkan memuliakan nama Tuhan (9). Suatu kerinduan bahwa Tuhan akan dikenal dan disembah oleh bangsa-bangsa di muka bumi yang sekaligus suatu pernyataan keyakinan bahwa Tuhan akan menyatakan diri kepada seluruh umat manusia sebagai Penguasa Tunggal dan Satu-satunya sehingga tidak ada manusia yang tidak bertekuk lutut di hadapan-Nya.
Mari merenungkan semua ini. Seorang penyembah tidak melulu memikirkan dirinya sendiri. Ia bukan orang yang mengunci diri kamar-kamar doa tanpa mengetahui keadaan yang terjadi di sekelilingnya. Alih-alih asyik sendiri dalam doa dan penyembahan yang penuh sensasi, para pendoa dan penyembah sejati merindukan kemuliaan Tuhan nyata atas dunia yang jahat dan rusak di sekelilingnya. Ia rindu hadirat yang dirasakannya, boleh hadir menjangkau dan menjamah dunia yang tidak peduli kepada Tuhan ini. Inilah visi akan suatu kebangunan rohani, akan suatu lawatan yang besar, yang juga Tuhan rindukan terjadi atas muka bumi. Daud telah mendoakannya ribuan tahun yang lalu, bagaimana mungkin kita menyebut diri kita pendoa dan penyembah tanpa merindukan kebangunan rohani sejati itu terjadi? 
Sudahkah doa kita menjadi ungkapan kerinduan yang sama dari apa yang ada di hati Tuhan, yaitu supaya segala bangsa menjadi murid Kristus dan supaya kemuliaan-Nya memenuhi seluruh bumi?
APA YANG DIMINTA SEORANG PENYEMBAH PADA TUHAN DALAM DOANYA
Daud yang disebut sebagai seorang yang berkenan di hati Tuhan mengesankan Tuhan karena apa yang dilihat Tuhan dalam hatinya. Dan itu tampak dalam permohonan-permohonan dalam doanya. Permintaan seperti Daud inilah yang seharusnya menjadi perhatian dan bahan pendalaman kita mengenai bagaimana berdoa yang mendatangkan kesukaan di hati Tuhan itu. 
Seorang penyembah berdoa : 
1- Dengan harapan supaya Tuhan peduli dan menjawab doa-doanya (ayat 1,6-7)
2- Dengan mengandalkan Tuhan, yaitu supaya kiranya hanya Tuhan menjadi pertolongan dan keselamatan baginya (2) 
3- Dengan mengharap beroleh penghiburan dan sukacita dari Tuhan saja karena itulah yang terbaik baginya (4)
4- Supaya kepadanya ditunjukkan jalan-jalan Tuhan (11)
5- Agar ia boleh menjalani dan memiliki hidup yang menuruti kebenaran yang Tuhan tetapkan (11)
6- Agar ia dibulatkan hati supaya mempunyai hidup dalam takut akan Tuhan (11)
7- Dengan menetapkan hati untuk selalu menaikkan syukur dan memuliakan nama Tuhan, alih-alih mengeluh, bersungut-sungut atau memperkatakan yang buruk tentang Tuhan (12)
8- Dengan keyakinan Tuhan memperhatikan dan mengasihaninya, memberinya kekuatan dan keselamatan (16)
9- Meminta suatu tanda kebaikan dari Tuhan, suatu pembelaan dari Tuhan terhadap orang-orang yang merendahkan dirinya (17)
10- Supaya hidupnya menjadi suatu kesaksian bagi orang-orang yang tidak mengenal Tuhan, menunjukkan kepada orang-orang itu bahwa Tuhan yang ia sembah itu baik, dahsyat dan mengasihi umat-Nya (18)
Patut kita renungkan :
Mari mengingat-ingat kembali, apakah isi doa-doa kita? Adakah terutama kita meminta berkat-berkat bersifat materi untuk tujuan-tujuan yang bersifat duniawi demi kepentingan (kedagingan atau hawa nafsu) kita ataukah kita mencari persekutuan dan berkat rohani dari Tuhan, supaya kita boleh hidup makin berkenan di hadapan Tuhan, boleh mengenal Dia lebih lagi supaya kita dapat berjalan seumur hidup dalam takut akan Dia? 
Apakah sesungguhnya tujuan permohonan-permohanan kita : untuk memperoleh kelancaran, kenyamanan dan kesuksesan duniawi atau demi merasakan pengalaman yang lebih dalam lagi dengan Tuhan?
Sudahkah doa-doa kita menyiratkan suatu kerinduan agar, bersama-sama dengan Tuhan, hidup kita menjadi saluran berkat dan pernyataan akan kemuliaan-Nya sehingga bangsa-bangsa boleh mengetahui dan akhirnya beroleh jamahan Tuhan serta menyembah di hadapan-Nya?
KESIMPULAN DAN PENUTUP
Doa-doa kita di hadapan Tuhan, jika kita mau memeriksanya dengan jujur, menunjukkan cara pandang kita tentang banyak hal : cara kita memandang siapa Tuhan, siapa kita, siapa orang-orang di sekitar kita dan apa keinginan dan hasrat terdalam di hati kita. 
Doa-doa kita menyingkapkan apakah kita seorang penyembah sejati dari Tuha atau kita hanya sekedar manusia agamawi atau seorang kerdil rohani menjadikan Tuhan pelayan dan pesuruh kita yang kita hendak manfaatkan demi tujuan-tujuan kita sendiri. 
Ingatlah selalu, semua pandangan dan pemikiran tentang Tuhan di benak dan hati kita itu Tuhan ketahui semuanya. Saat kita datang melalui doa pribadi atau di tengah suatu ibadah berjemaat, apa yang ada dalam hati kita itu yang akan keluar menjadi perkataan permohonan kita di hadapan Tuhan.
Seperti Daud, seharusnya doa dan penyembahan kita menjadi sesuatu perbuatan yang berkenan di hati Tuhan -yang karenanya Tuhan akan mencurahkan kasih, belas kasihan, bahkan berkat-berkat terbaik-Nya, jauh dari yang dapat kita pikirkan dan bayangkan, dilimpahkan kepada kita. 
Ubahlah doa-doa Anda mulai hari ini. Belajarlah dari teladan kekasih Tuhan yang bernama Daud ini. Jadikanlah doa-doa Daud sebagai panduan dan penuntun doa pribadi Anda,yang disesuaikan dengan kondisi kehidupan pribadi Anda sendiri. Yang terutama, ingatlah selalu bahwa kita membutuhkan Tuhan dan tak mungkin melangkah sendiri tanpa-Nya. Datanglah dalam takut dan gentar, juga dalam kekaguman dan ketakjuban akan segala yang ada pada-Nya. Meskipun begitu, yakinlah selalu bahwa Allah yang besar itu peduli kepada Anda yang kecil dan lemah. Dalam penyerahan dan permohonan yang tulus akan betapa kita memerlukan kasih karunia-Nya, doa-doa kita akan menjadi suatu penyembahan yang menyenangkan hati-Nya.
Sekarang, jika Anda tahu apa yang berkenan di hadapan Tuhan, maukah mulai hari ini Anda menaikkan doa yang akan diterima dan dijawab-Nya itu?
Salam revival
Tuhan Yesus memberkati kita semua

TUJUAN HIDUP ADALAH KEHIDUPAN

Oleh : Rick Joyner
 Seperti yang telah kita bahas dalam pelajaran kita, tujuan kita bukan hanya memperoleh pengetahuan atau kuasa, tetapi kehidupan.  Dalam pengejaran hidup, kita akan mencari pengetahuan dan kuasa untuk meneguhkan pesan kita, tetapi ini hanyalah alat untuk mencapai tujuan akhir (yaitu kehidupan).  Kehidupan yang kita cari adalah pribadi Yesus — Dia adalah Hidup.
 Kehidupan Tuhan pertama-tama ditemukan dalam sifat-Nya, dan kemudian dalam pekerjaan-Nya. Kita tidak melayani Dia karena apa yang Dia lakukan, tetapi karena siapa Dia.  Demikian juga, panggilan kita bukan hanya untuk melakukan, tetapi untuk menjadi (apa yang Tuhan tetapkan dan rancangkan).  Panggilan kita adalah untuk memanifestasikan atau mewujudnyatakan kehidupan yang ada di dalam Kristus Yesus, yang  Dia ingin berikan kepada dunia yang telah binasa dalam dosa-dosanya.
 Pada dasarnya ada tiga tahap dalam proses memperoleh kehidupan  (dalam Tuhan) secara utuh:
 1) Tahap pertama adalah penyingkappan atau pewahyuan. Ini adalah pewahyuan tentang apa yang Yesus capai di kayu salib bagi kita.  Itu mencakup kemuliaan pengentasan kita dari sifat lama kita, dan kemuliaan akan panggilan dan warisan kita di dalam Dia.
 2) Tahap kedua adalah kerja. Ini adalah karya nyata dari mengerjakan keselamatan dengan memperbarui pikiran kita — yaitu sifat alami kita dengan cara praktis yang membawa pembebasan dari sifat lama kita dan yang mewujudkan sifat baru-Nya di dalam diri kita.
 3) Tahap ketiga dan terakhir adalah menyatakan.  Ini adalah penyataan melalui kita akan kemuliaan keselamatan Allah, akan sifat ciptaan baru, dan akan warisan yang telah diberikan kepada kita sebagai anggota keluarga-Nya sendiri — putra dan putri Allah.
 Kita dapat melihat tiga tahap dasar kedewasaan ini berulang-ulang di dalam Alkitab.  Itu terlihat dalam keluarnya Israel dari Mesir, padang gurun, dan menuju Tanah Perjanjian.  Kita melihatnya di tiga bagian Kemah Musa, bait yang dibangun oleh Salomo, dan bait yang dibangun oleh sisa-sisa Israel yang kembali dari Babilonia.  Semua ini adalah garis besar profetik yang mengarahkan kita untuk mengenal Yesus sebagai Jalan, Kebenaran, dan Hidup.
 Tahap pertama pada dasarnya bersifat mementingkan diri sendiri karena kita mempelajari semua yang dapat kita peroleh melalui Kristus.  Keegoisan tidak salah untuk yang belum dewasa, dan ketidakdewasaan tidak salah saat kita masih muda.  Bayi hampir sepenuhnya mementingkan diri sendiri karena mereka berada dalam kondisi tidak berdaya.  Seperti anak-anak, kita juga harus belajar siapa kita dan apa yang dapat kita lakukan sebelum kita dapat mulai berhubungan dengan orang lain secara dewasa.
  Salah satu tanda kedewasaan rohani yang sebenarnya adalah bahwa kita menjadi kurang mementingkan diri sendiri dan lebih berpusat pada Kristus dan mengabdikan diri untuk membantu orang lain.
 Meskipun transisi antara tahap-tahap ini dalam kehidupan alami kita biasanya bertahap, transisi tersebut mewakili periode waktu tertentu dalam kehidupan spiritual kita.  
Tahap pertama, pewahyuan, bersifat segar dan mengasyikkan, tetapi biasanya cukup singkat.  Tahap kedua, kerja, itu tahap sulit, tetapi juga sangat menyenangkan dan memuaskan, dan di situ kita belajar, bertumbuh, dan melihat kemuliaan Tuhan dengan cara yang mulai mengubah kita menjadi gambar-Nya.  Kita harus melewati padang belantara untuk sampai ke Tanah Perjanjian.  Di sinilah pencobaan dan godaan terbesar datang kepada kita untuk menguji kehidupan yang telah diberikan kepada kita, dan untuk mempersiapkan kita bagi otoritas yang akan diberikan pada kita di tahap ketiga, yaitu menyatakan.
 Tahap kedua bisa tampak seperti tempat dimana kita mengenali sebagian besar kekalahan dan kegagalan kita, tapi itu merupakan perspektif yang salah.  Kita jarang lulus satu saja ujian dari Tuhan dengan nilai sempurna.  
Seringkali kita harus dinilai “dalam bentuk kurva” dengan tambahan kasih karunia dari Tuhan agar kita bisa benar-benar lulus.  Ini bisa menjadi tahap perkembangan kita yang sulit dan seringkali menyedihkan, yang pada umumnya disebabkan oleh cara pandang kita (yang keliru).  Kita bertumbuh, dan meskipun kita kadang-kadang berputar-putar untuk mengulangi ujian yang gagal kita lakukan, di padang belantaralah kemah Allah dibangun, dan dalam tahap pertumbuhan kita inilah Tuhan membangun tempat tinggal-Nya  dalam hidup kita.  Melalui kegagalan, kita juga belajar dengan pasti bahwa Dia adalah keselamatan dan kemenangan kita.  Di sini iman kita kepada diri kita sendiri berkurang dan iman kita kepada-Nya bertumbuh.  Ini adalah tingkatan dari kebenaran (level of truth).
 Tahap ketiga adalah ketika segala hal yang kita jalin dengan Tuhan diterapkan dalam praktek kehidupan kita dan kita mulai menghidupi warisan kita — yaitu hidup dengan kuasa kebangkitan hidup Kristus.  Di sinilah kemuliaan Tuhan tidak hanya disingkapkan kepada kita, tetapi dinyatakan melalui kita.  Ini adalah tempat dimana kita mulai memenuhi panggilan dan takdir kita di dalam Dia.
 Mayoritas orang Israel hanya bisa masuk ke pelataran luar Kemah Suci, beberapa orang saja yang bisa masuk ke Ruang Kudus, tapi hanya satu yang bisa masuk ke Ruang Mahakudus.  Demikian juga tampaknya sangat sedikit orang Kristen yang berhasil melewati tahap pertama kedewasaan.  Banyak yang mundur dari tahap berurusan dengan Allah yang akan membawa mereka ke tempat yang serupa dengan Kristus.  Inilah orang-orang Kristen yang imannya hanya merupakan pelengkap bagi hidup mereka.  Mereka mungkin setia pergi ke kebaktian, tetapi pemahaman mereka jarang melampaui pengetahuan tentang keselamatan.  Banyak dari hidup mereka sebenarnya masih di Mesir, terikat dengan dunia sekarang ini.
 Beberapa yang lain melanjutkan perjalanan padang gurun dan memulai kehidupan yang bersemangat dengan benar-benar berjalan dengan Tuhan hari demi hari.  Generasi pertama orang Israel mati mengembara di padang gurun karena kurangnya iman mereka.  Demikian pula, saat ini tampaknya sebagian besar orang Kristen masih belum melangkah lebih jauh dari tahap ini.  Banyak yang menghabiskan hidup mereka berputar-putar, menanggung pencobaan padang gurun yang sama berulang kali karena kurangnya iman yang mendasar kepada Tuhan.  Meski begitu, mereka yang sampai sejauh ini biasanya mencapai cukup banyak hal bagi Tuhan dan tujuan-Nya.  Mereka membangun bait-Nya, dan membantu membangkitkan generasi yang akan menyeberang dan memiliki janji-janji Tuhan.
 Sama seperti hanya Imam Besar yang bisa memasuki Ruang Mahakudus, hanya Satu yang masih bisa memasuki tahap tertinggi (yaitu Kristus).  Oleh karena itu, agar kita bisa masuk kita harus tinggal di dalam Dia. Artinya Galatia 2:19b-20 harus menjadi kenyataan dalam hidup kita sehingga kita juga dapat berkata dalam kebenaran, 
“Aku telah disalibkan dengan Kristus, namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku. Dan hidupku yang kuhidupi sekarang di dalam daging, adalah hidup oleh iman dalam Anak Allah yang telah mengasihi aku dan menyerahkan diri-Nya untuk aku.”
Ini adalah tujuan puncak kita, dan di sinilah kita melangkah melampaui sekedar memandang karya-karya Tuhan menjadi memandang pada kemuliaan-Nya.
 Sekali lagi, tujuan kita adalah kehidupan.  Kita harus tahu jalan dan kebenarannya, tapi hidup adalah tujuan kita.  Jika kita tidak memiliki hidup-Nya, kita juga tidak benar-benar tahu jalan atau kebenaran.  Kita tidak hanya ingin tahu tentang keselamatan, tetapi bagaimana keselamatan-Nya bekerja dalam hidup kita.  Kita tidak mencari kebenaran demi memiliki pengetahuan, tetapi supaya kita memiliki kebenaran yang membebaskan kita dari kodrat lama kita sehingga kita bisa berjalan dalam hidup yang baru.  Tujuan kebenaran juga kehidupan.  Tujuan kita bukan hanya untuk mengetahui tentang warisan kita dan kemuliaan zaman yang akan datang — kita dipanggil untuk hidup di dalam warisan dan kemuliaan itu.
Diterjemahkan secara bebas dari :