Oleh : Rick Joyner
(Diterjemahkan dari buku “The Path: Fire on the Mountain”)
“Engkau sering menggunakan istilah ‘gereja sejati’. Apakah ini menyiratkan bahwa ada gereja palsu?” William bertanya.
“Ada gereja yang benar dan gereja palsu, keduanya dinubuatkan dalam Kitab Suci, dan keduanya ada di sekitar kita,” jawabku. “Ada yang benar (sejati) dan salah (palsu) dalam hampir semua hal: rasul sejati dan palsu, nabi sejati dan palsu. Kita bahkan diperingatkan mengenai ‘saudara-saudara yang palsu’.
Gandum dan lalang berbaur menjadi satu saat ini dan tidak akan dipisahkan sampai saat terakhir. Belajar membedakan antara gandum dan lalang merupakan bagian dari kurikulum (bahan pelajaran) kita. Belajar membedakan antara gereja yang sejati dan gereja yang palsu juga adalah bagian dari kurikulum kita.”
“Bagaimana kita bisa membedakan gereja yang benar dari yang palsu?” tanya William.
“Kau bisa menjawab pertanyaanmu sendiri. Kalian telah memilih, dan kalian mengikuti apa yang benar. Tidak banyak yang bisa membuat perbedaan ini sekarang, sebab jika tidak begitu pasti lebih banyak yang berada di jalan ini,” jawabku.
“Sepertinya kemarin engkau menyiratkan bahwa semua gereja dan institusi dapat terhubung ke jalan ini dan ke gunung Tuhan. Aku jadi agak bingung, ” kata William.
“Benar demikian. Gereja palsu sekarang ini memiliki banyak musafir sejati di dalamnya. Saat ini mereka seperti Daud yang melayani rumah tangga Saul. Mereka akan dianiaya dan diusir, tapi pengalaman ini akan menjadi salah satu peristiwa penting dalam kehidupan mereka yang akan membantu mempersiapkan mereka mengerjakan panggilan mereka.
“Saat ini, gereja palsu lebih matang dalam menjadi apa yang menjadikannya palsu dari pada gereja yang benar dalam menjadi seturut panggilannya. Kepemimpinan yang akan datang masih belum matang seperti Daud ketika dia mulai melayani di rumah Saul. Karena yang sejati masih belum matang maka sulit untuk membedakannya sekarang ini, tetapi kalian akan menemukannya di tempat-tempat seperti yang kalian temukan dalam Komunitas Bonheoffer ini. Meski begitu, gandum dan lalang terlihat serupa sampai keduanya matang. Hanya dengan begitu perbedaan mereka akhirnya benar-benar terlihat.”
“Izinkan aku berbagi dengan kalian beberapa perbedaan lain antara yang sejati dan yang yang palsu. Tujuan utama gereja yang sejati adalah menjadi Bait Suci Tuhan, jadi hal utama yang harus kita cari dalam gereja adalah kehadiran atau hadirat Tuhan. Ketika Tuhan ada di bait-Nya, tidak masalah seperti apa bait itu. Jika Tuhan ada di dalam bait itu, bahkan bait suci yang paling megah pun tidak akan menjadi sesuatu yang menarik perhatian kalian. Jika kemudian bait itu yang menjadi pusat perhatian maka itu hanya karena Tuhan tidak lagi ada di dalamnya. Cara kita menemukan gereja yang sejati bukanlah dengan mencari gerejanya, tetapi mencari Tuhan, apakah Ia ada di dalamnya.
“Tuhan akan memberkati banyak hal yang tidak Dia diami. Mereka yang dewasa rohani telah belajar melihat melampaui apa yang mungkin telah Dia berkati untuk menemukan apa yang Dia diami. Adalah satu hal untuk berada dalam sebuah sidang jemaat di mana ada pengajaran, ibadah, dan pelayanan yang baik, tetapi merupakan hal yang lain ketika kalian merasakan Tuhan bergerak di antara orang-orang, di mana Dia menjadi fokus perhatian yang sesungguhnya.”
“Banyak yang menyembah hal-hal yang dari Tuhan daripada Tuhan dari segala hal itu. Beberapa menyembah kebenaran-Nya lebih dari Dia. Beberapa bahkan menyembah penyembahan itu sendiri. Kadangkala ini hanya merupakan suatu sikap ketidakdewasaan, tetapi ada perbedaan ketika pengajaran, khotbah, penyembahan, dan pelayanan itu sepenuhnya lahir dari hadirat-Nya.”
“Demikian juga, jika pelayananku lebih mendapat perhatian daripada Tuhan sendiri, aku harus menyadari bahwa aku telah menyimpang dari tujuan utamaku. Aku telah belajar mengenai kesia-siaan dengan mencoba membangun sebuah pelayanan atau pengaruh, sekalipun itu untuk alasan yang baik. Saat kita dewasa secara rohani, kita ingin membantu mempersiapkan jalan bagi Tuhan dengan membantu mempersiapkan umat-Nya bagi-Nya. Jika aku hanya meningkatkan perhatian orang kepadaku, maka telah aku gagal dalam misi terpentingku.”
“Aku mengerti apa yang kaukatakan,” jawab William. “Elia adalah contoh dari apa yang kaukatakan. Jika aku membayangkan seperti apa dia, aku yakin aku akan menyangka bahwa dia akan lebih mengesankan dari keadannya sekarang ini. Kau bisa tahu bahwa dia tidak pernah mencoba menarik perhatian pada dirinya sendiri, tapi dia lebih suka menyembunyikan diri daripada terlihat.a Ketika dia muncul, itu hanya untuk membantu kita di sepanjang jalan ini. Kau mengenali itu, bukan?” tanya William.
“Kurasa begitu,” jawabku. “Aku tidak merasa nyaman menjadi fokus perhatian. Aku akan lebih banyak memimpin dengan cara tersembunyi, dengan membantu mengarahkan orang menuju takdir mereka daripada muncul di depan, bahkan dalam kelompok kecil seperti ini. ”
“Mengapa begitu?” William menyelidiki.
“Aku tidak begitu tahu. Kepemimpinan semacam ini membebaniku. Aku melakukan karena alasan kepatuhan, tapi itu tidak nyaman bagiku.”
“Jika engkau tidak keberatan, aku ingin berbicara lebih banyak tentang kepemimpinanmu. Aku tahu kepemimpinan di Kerajaan seharusnya berbeda, tetapi kau lebih berbeda lagi dari yang aku harapkan. Apakah kau keberatan jika aku menanyakan beberapa pertanyaan pribadi, sebagai petunjuk bagi diriku sendiri? ”
“Tidak. Aku akan dengan senang hati menjawabnya, jika itu akan membantumu, tetapi aku tidak akan merasa diriku sendiri sebagai contoh yang baik dalam hal kepemimpinan Kerajaan.”
“Apakah ketidaknyamananmu dengan kepemimpinan karena dirimu tidak merasa cukup layak untuk memimpin sebagaimana kau telah dipanggil? ” tanya William.
“Aku suka caramu bertanya yang langsung itu. Jawabanku atas pertanyaanmu adalah bahwa perasaan tidak layak bisa saja menjadi sebab mengapa aku tidak merasa nyaman dengan peran ini, tetapi menurutku bukan itu. Aku diberitahu bahwa merasa tidak mampu adalah hal yang baik dan jika aku telah mulai merasa mampu maka aku justru akan menjadi berbahaya, jadi aku menerimanya keadaan merasa tidak mampu itu, “jawabku.
“Awalnya, aku menafsirkan kurang nyamannya dirimu dalam posisimu sebagai pemimpin itu karena kau tidak ingin bersama kami atau bahwa dirimu merasa terbebani oleh kami,” komentar William. “Aku pikir beberapa orang dari kelompok mungkin merasakan seperti itu, kecuali mereka kau ajak bicara banyak kemarin. Itu sangat menolong mereka, tidak hanya dengan apa yang kausampaikan pada mereka, tetapi karena kau memang sangat ingin berbicara dengan mereka.”
“Aku minta maaf jika ada yang merasa bahwa aku tidak ingin bersama mereka. Itu benar-benar kebalikan dari
apa yang aku rasakan. Semakin aku mengenal semua orang di grup ini, kalian menjadi semakin menarik bagiku. Aku sangat menikmati bersama kalian dan yang lainnya. Percayalah, jauh lebih menyenangkan melewati hutan belantara ini dengan kalian daripada menjalaninya sendirian.
“Aku tahu, kadangkala, aku bisa menjadi orang yang canggung secara sosial. Aku merasa sedikit terhibur dengan kenyataan bahwa Elia tampaknya lebih lagi seperti itu, tetapi hal itu juga bisa menjadi rahasia kekuatannya. Dia telah belajar untuk bersandar pada Tuhan, menaruh seluruh kepercayaannya kepada-Nya. Aku ingin melakukan hal yang sama. Berada dalam posisi kepemimpinan membuatku bersandar pada-Nya lebih dari pada apapun yang kutahu. Jadi aku menerimanya meskipun aku tidak merasa nyaman dengan itu.”
“Aku telah belajar untuk menerima perasaan tidak mampu ini karena aku tahu itu sebenarnya adalah hasil dari keberadaanku yang memang tidak memadai untuk melakukan tugas ini. Tidak ada orang yang mampu mengerjakan panggilan mereka tanpa pertolongan Tuhan. Itulah mengapa kita diberi Penolong. Merasa terus-menerus tidak mampu membuat dirimu belajar bersandar dan percaya kepada Tuhan, untuk terus mencari Dia. Aku menerima ini sebagai kesempatan, tetapi aku tetap tidak menikmati berada dalam posisi kepemimpinan.”
“Jadi, engkau tidak pernah ingin menjadi pemimpin?”
“Aku pikir aku memang ingin menjadi pemimpin ketika aku masih muda. Aku ingat membayangkan seperti apa rasanya menjadi pemimpin, dan seperti apa jika aku sebagai pemimpin. Ketika itu menjadi kenyataan, aku tidak sebaik seperti yang aku bayangkan. Sebagai seorang pemimpin, kesuksesanmu berlipat ganda, begitu pula halnya dengan kegagalanmu. Aku telah mengalami beberapa keberhasilan yang jelas, tetapi aku juga mengalami beberapa kegagalan yang mencolok dalam kepemimpinan. Beberapa kegagalan dapat membuat dirimu kehilangan kepercayaan, tetapi itu akhirnya membuktikan bahwa merasa yakin pada diri sendiri adalah sesuatu salah dibandingkan kita menaruh percaya kepada Tuhan Tuhan.”
“Jadi bagimu, kepemimpinan adalah beban?
“Ya, tetapi jangan salah paham, aku tahu itu adalah kehormatan dan hak istimewa terbesar yang dapat kita miliki untuk menjadi pemimpin umat Tuhan. Aku sangat berterima kasih atas kesempatan ini, tetapi pada saat yang sama, jangan berpikir kalau aku ini pandai dalam hal ini.”
“Aku telah menjadi pemimpin dari ribuan orang, dan sekarang sepertinya aku telah diturunkan pangkatnya kembali memimpin beberapa lusin orang dari kalian, melewati padang gurun ini. Aku tidak masalah dengan itu. Aku pikir beberapa lusin orang di jalur ini bisa berdampak lebih besar daripada ribuan yang aku pimpin sebelumnya, jadi aku tahu aku benar-benar telah diberi promosi jabatan.”
“Tetapi mengenai kepemimpinan, aku telah berada dalam suatu bentuk kepemimpinan hampir sepanjang kehidupanku sebagai orang dewasa, dan aku tidak pernah merasa lebih tidak nyaman dengan kepemimpinan daripada sekarang ini. Ini adalah salib bagiku dan aku sungguh, terkadang rindu untuk berada dalam situasi dimana aku bisa mengikuti orang lain. Sekarang ini, itu bukan merupakan bagian yang harus kulakukan, jadi aku ingin sedapat mungkin dengan setia tetap melakukan hal ini.”
(Bersambung ke Bagian 28)
SERI THE PATH: FIRE ON THE MOUNTAIN BY RICK JOYNER