Oleh Peter B, MA
“Setiap tindakan, cara bicara, dan pemikiran selalu dapat diubah, dan PERUBAHAN ITU DAPAT DIJADIKAN KEBIASAAN”
~ William Paley (Presiden CBS)
“Cara terbaik untuk meramalkan masa depan adalah dengan menciptakannya”
~ Peter F. Drucker (mahaguru manajemen)
“Bukanlah suatu hal yang baik untuk melakukan perubahan besar di waktu yang sudah tua”
~ Charles H Spurgeon (pengkhotbah Inggris)
Berbicara mengenai perubahan, ternyata mayoritas manusia tidak menyukai perubahan. John Maxwell dalam buku klasiknya Mengembangkan kepemimpinan dalam Diri Anda, menyebutkan bahwa hanya sekitar 2 -5 % orang saja dalam satu kelompok yang antuasias akan perubahan. Bagaimana dengan 95% lainnya? Bagian terbesar dari mereka (sekitar 60%) cenderung untuk menunggu dan melihat perkembangannya, persentase-persentase lainnya bahkan cenderung untuk menolak perubahan.
Merujuk pada Alkitab, pernahkah Anda merenungkan apa artinya menjadi garam dan terang dunia (lihat Matius 5:13-16)? Intinya sebenarnya sederhana saja. Tuhan hendak memakai Anda sebagai sarana perubahan bagi dunia. Benarkah? Ya. Renungkan saja bahwa semula kita ini tidak memiliki rasa apapun karena turut menjadi sama busuk dan menuju kehancuran sebagaimana orang-orang dunia yang meluncur dengan cepat setiap hari ke arah kebinasaan kekal. Dan juga kita ini dahulu sama-sama gelapnya karena kita dikuasai penguasa kegelapan dan turut ambil bagian dalam perbuatan-perbuatan kegelapan. Tetapi setelah berjumpa pribadi dengan Tuhan dan kita menjadi milikNya, hidup kita diubahkan total. Menjadi garam dan menjadi terang. Itupun bukan bagi diri kita sendiri melainkan bagi dunia. Perubahan hidup kita dimaksudkan Tuhan supaya kitapun turut mempengaruhi perubahan atas dunia yang sekarat dan gelap ini. Melalui hidup kita yang memancarkan terang Kristus, dunia yang dikuasai kegelapan ini akan datang kepada Allah dan diselamatkan. Kitalah -atau lebih tepat lagi : gerejaNyalah agen-agen perubahan Allah.
Sayangnya, gereja masa kini -khususnya di Indonesia- masih jauh dari kesadaran akan hal ini. Dari zaman ke zaman, hamba-hambaNya yang merindukan gereja memancarkan kemuliaan Tuhan kepada dunia hanya menemukan kekecewaan demi kekecewaan. Bahkan dengan sedikit menyindir, William Sloan Coffin pernah berkata, “Gereja penuh dengan orang-orang yang mencari apa yang sebenarnya telah mereka temukan dan hanya ingin menjadi sebagaimana adanya mereka sekarang. Dan itu adalah problem-problem terbesar yang kita miliki dalam gereja!” Karena itulah kita akan mendalami sekali lagi mengenai apa sesungguhnya intisari perubahan itu sehingga nantinya kita bukan hanya memahaminya namun menyambut perubahan itu dengan antusias sesuai dengan kerinduan Allah bagi kita.
HAKIKAT PERUBAHAN
Seperti telah kita ketahui, perubahan adalah kemutlakan dalam hidup manusia. Ini berlaku terhadap setiap orang yang hidup di bawah matahari. Sekalipun begitu, ada perbedaan yang besar di dalam perubahan-perubahan yang terjadi secara umum dengan perubahan-perubahan yang terjadi atas hidup orang-orang beriman.
Mereka yang hidup di luar Tuhan mengalami atau merencanakan perubahan-perubahan sebatas dalam pikiran visioner manusiawi mereka. Dunia yang nyata dan kasat mata inilah arena pergulatan mereka menghadapi dan mengantisipasi perubahan-perubahan dalam peradaban manusia. Bagi kita yang hidup di dalam Tuhan, ini baru merupakan sebagian dari keseluruhan kehidupan yang harus dijalani.
Kita yang hidup dalam Tuhan, pada prinsipnya, hidup dalam dua dunia yang berbeda. Pertama, dunia jasmani yaitu dunia dimana tubuh dan seluruh indra fisik kita berinteraksi dengannya. Kedua, dunia rohani-yaitu dunia dimana roh kita berinteraksi dengannya. Mana yang lebih nyata bagi kita? Kedua-duanya harus sama nyatanya -bahkan bisa jadi dunia rohani akan menjadi semakin terang dan jauh lebih nyata dalam pertumbuhan pengenalan rohani kita di dalam Tuhan yang adalah roh. Rasul Paulus di tengah-tengah pergumulan pelayanan yang menderitakan tubuh jasmaninya dengan yakin bersaksi, “Sebab penderitaan ringan yang sekarang ini, mengerjakan bagi kami kemuliaan kekal yang melebihi segaa-galanya, jauh lebih besar dari pada penderitaan kami. Sebab kami tidak memperhatikan yang kelihatan, melainkan yang tak kelihatan, karena yang kelihatan adalah sementara, sedangkan yang tak kelihatan adalah kekal.” (2 Kor. 4:7-8)
Jadi, dari kedua dunia inilah perubahan-perubahan mempengaruhi dan dipengaruhi oleh orang-orang Kristen di dalam Tuhan. Karena itu, agar kita dapat memahami dengan benar tuntutan-tuntutan perubahan maupun arah perubahan yang hendak dituju, kita harus mengerti hakikat perubahan-perubahan yang terjadi dalam hidup kita yang dipanggil menjadi visioner-visioner illahi. Sebagaimana seorang mahasiswa baru harus belajar mengenai kehidupan baru di kampus tempatnya belajar dan seorang karyawan baru harus diberikan penataran untuk mengenal perusahaan baru tempatnya bekerja, maka kita yang memasuki alam kehidupan yang penuh perubahan bahkan menjadi perancang-perancang perubahan itu sendiri perlu mengenal seluk-beluk perubahan dalam hidup kita.
Perubahan itu datangnya dari Allah. Karena banyaknya salah pengertian di antara orang-orang Kristen baru, satu kebenaran ini seringkali dilupakan begitu saja. Kebenaran itu ialah bahwa setiap orang yang telah mengaku Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat hidupnya tidak lagi menjadi milik dirinya sendiri tetapi milik Allah dan sejak hari ia diselamatkan, Allah memegang hidupnya demi kebaikan dan masa depan yang cerah yang telah disiapkanNya bagi setiap orang yang percaya kepadaNya. Kenyataan yang ditemui di antara banyak orang Kristen rupanya masih jauh dari kebenaran ini. Di satu sisi, banyak orang Kristen merasa hidup mereka masih kepunyaan mereka sendiri. Itu sebabnya mereka tetap hidup menurut keinginan dan mengambil jalan hidup mereka sendiri sekalipun mereka mengaku bertuhankan Kristus. Salib dan korban Kristus bagi mereka hanya sekedar penenang batin mereka yang ngeri membayangkan neraka. Didaftarkannya mereka sebagai orang Kristen dianggap tidak lain sebagai prasyarat supaya mereka masuk surga. Pada sisi yang lain, tidak sedikit pula orang-orang Kristen yang merasa bahwa Tuhan tidak peduli kepada mereka. Mereka berpikir bahwa Tuhan telah menyelamatkan mereka dan setelah itu meninggalkan mereka. Tentu saja ini keliru. Sesungguhnya, Ia ingin kita hidup bagi Dia: “Dan Kristus telah mati untuk semua orang, supaya mereka yang hidup, tidak lagi hidup untuk dirinya sendiri, tetapi untuk Dia, yang telah mati dan telah dibangkitkan untuk mereka”(2 Korintus 5:15) agar supaya kita ini “melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau,su-paya kita hidup di dalamnya”(Efesus 2:10) dan karena itulah “Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah” (Roma 8:28).
Sesungguhnya Allah sangat peduli dengan kehidupan kita. Kehidupan kita berharga di mataNya karena Ia bermaksud menjadikan kita alat-alat kebenaran dan kemuliaanNya. Perhatikanlah bangsa Israel. Sebelum kita membaca keluarnya mereka dari Mesir, jawab dan renungkanlah pertanyaan-pertanyaan berikut ini :
– Siapakah yang membawa nenek moyang Israel ke Mesir?
– Untuk maksud apakah Yakub dan 12 anaknya yang kemudian menjadi suku-suku Israel pindah ke Mesir?
– Memang Yusuf anak Yakub yang mengatur kepindahan seluruh keluarganya ke Mesir tetapi bagaimana mungkin Yusuf yang masuk ke Mesir sebagai budak akhirnya dapat memiliki otoritas mengizinkan warga bangsa asing mendapatkan tanah pemukiman permanen di Mesir?
– Siapakah Pribadi yang tak kelihatan yang mengatur kelangsungan hidup Yakub beserta anak cucunya yang kemudian menjadi bangsa pilihan Tuhan, Israel ini?
Yusuf merenungkan seluruh pertanyaan itu dan sampai kepada satu kesimpulan. Yusuf yang hidup dalam perubahan-perubahan yang paling drastis dalam hidup manusia menemukan satu fakta yang tidak terbantahkan.
Inilah pengakuannya : “…Allah telah mereka-rekakannya untuk kebaikan, dengan maksud melakukan seperti yang terjadi sekarang ini, yakni memelihara hidup suatu bangsa yang besar” (Kejadian 50:20) Ya, Allahlah yang bekerja dalam setiap kehidupan orang yang mau menyerahkan hidup bagi Dia dan tujuan-tujuanNya.
Salah satu pemimpin pujian favorit saya adalah Don Moen. Banyak di antara lagu-lagu yang dibawakannya memberkati roh saya. Salah satu yang paling favorit adalah mengenai Tuhan yang terus bekerja mendatangkan kebaikan bagi setiap anak-anakNya. Renungkan syair-syair pujian yang aslinya ber-judul, For All You’ve Done berikut ini :
Atas segala yang telah Kau kerjakan
Dan atas segala yang akan Kau kerjakan dalam hidup kami
Kami bersyukur padaMu
Dan menaikkan pujian kami kepadaMu
Atas segala hal
yang tidak dapat kami mengerti
Dengan iman,
kami menyerahkan semuanya dalam tanganMu
Kami bersyukur,kami memujiMu
Karena kami tahu,
Bahwa segala hal Kau kerjakan bersama-sama
Untuk kebaikan kami
Kami bersyukur,kami memujiMu
Karena melalui iman,
Kami yakin kasih karuniaMu
akan menjadikan kami berhasil
Benar. Allah mengerjakan bagi kita kebaikan. Bersyukurlah dalam keadaan baik atau buruk. Karena Allah bekerja di belakangNya bagi kebaikan dan keuntungan Anda.
Tujuan dari perubahan-perubahan yang diadakan Allah dalam hidup kita adalah supaya kita mengandalkan Dia dan siap menghadapi perubahan terus menerus ke arah masa depan yang lebih baik. Gambaran berikut ini ditulis dengan indah oleh Max Lucado. Judulnya “Di Atas landasan” :
Dengan tangan kuat si pandai besi, dilindungi pakaian kerja, menaruh jepitannya ke dalam api, menjepit logam yang dipanaskan, dan meletakknnya di atas landasan. Matanya yang tajam memeriksa potongan yang menyala-nyala itu. Ia melihat bentuk perkakas itu sekarang dan membayangkan bentuknya yang ia inginkan-lebih tajam, lebih pipih, lebih lebar, lebih panjang. Tangan kirinya masih menggenggam potongan yang panas itu dengan jepitannya, sementara tangan kanan menghantam godamnya seberat satu kilo ke atas logam yang dapat dibentuk itu.
Di atas landasan yang kokoh, besi yang membara itu dibentuk kembali. Si tukang tahu perkakas apa yang diinginkannya. Ia tahu ukurannya. Ia tahu bentuknya. Ia tahu kekuatannya.
Beng! Beng! Godamnya menghantam. Bengkelnya mendengung dengan bunyi itu, udara menjadi penuh dengan asap, dan logam yang sudah lunak berespons.
Tetapi respons itu tidak gampang. Datangnya tidak tanpa rasa tidak enak. Meleburkan yang lama dan membentuk kembali yang baru merupakan proses yang mengacaukan. Namun logam ini tetap di atas landasan dan tukang itu dapat menghilangkan yang lecet, memperbaiki retak-retak, mengisi kekosongan, dan menguras yang tidak sempurna.
Dan setelah beberapa waktu, terjadilah perubahan : Yang dulu tumpul, sekarang menjadi tajam, yang bengkok menjadi lurus, yang lemah menjadi kuat, dan yang tidak berguna menjadi berharga.
Lalu pandai besi berhenti. Ia berhenti menggebuk dan meletakkan godamnya. Dengan tangan kiri yang kuat ia mengangkat logam yang baru saja dibentuk hingga setinggi mata. Dalam kesunyian, ia memeriksa perkakas yang masih keluar asap. Alat yang memijar itu dibalik-balik dan diperiksa kalau-kalau ada kekurangan atau retak. Tetapi ternyata tidak.
Sekarang pandai besi itu sampai pada tingkat akhir tugasnya. Ia mencemplungkan alat yang masih membara ke dalam ember air di dekat situ. Dengan bunyi desis dan uap yang menyemprot keluar, benda logam itu segera mulai menjadi keras. Panas mengalah kepada serbuan air sejuk, dan mineral yang tadinya dapat dibentuk dan lunak, sekarang menjadi alat yang tidak dapat dibengkokkan dan sudah berguna.”
Sesungguhnya kita dibentuk untuk menjadi pribadi yang sesuai dengan hatiNya, untuk tujuan yang telah disiapkanNya, yaitu rencanaNya untuk menyampaikan keselamatan bagi dunia yang dikasihiNya ini.
Pribadi yang aman dan kokoh di dalam Dia adalah yang dicari dan dikerjakanNya dalam hidup kita. Melalui berbagai persoalan dan pasang surut kehidupan, kita diajar, ditempa, dibangun, diolah untuk semakin kuat di dalam Dia. Hanya mereka yang kuat dan tetap berdiri teguh sekalipun kegelapan atau kematian ada di mana -hanya merekalah yang dapat menjadi saksi bahwa Kristus adalah batu karang yang teguh, satu-satunya pengharapan sejati bagi segenap umat manusia.
Di akhir zaman, intensitas atau kekerapan terjadinya gempa bumi akan menjadi salah satu tanda yang penting. Hal ini sesungguhnya merupakan isyarat bahwa mendekati kedatangan Tuhan yang kedua kalinya, seluruh sendi-sendi kehidupan dunia akan digoncangkan oleh Tuhan. Seluruh umat manusia yang berdiam di wilayh-wilayah atau bidang-bidang yang menjadi rasa aman mereka harus menetapkan pilihan tempat bergantung dalam hidup.
Pada waktu itu, manusia akan menyadari bahwa kekuatan mereka terbatas dan mereka tidak berdaya. Mereka yang mengandalkan diri sendiri akan terpaksa mencari pertolongan dari pihak lain. Di sinilah peperangan sengit terjadi karena hanya ada dua pribadi yang menawarkan pertolongan : iblis atau Tuhan. Mereka yang takut akan Dia akan memilih berlari kepada Tuhan yang daripadaNya ada pertolongan dan kelepasan sejati.
Sesungguhnya mereka yang mengandalkan Tuhan tidak perlu kuatir. Mereka yang berpaling kepada Tuhan tidak akan goyah menghadapi perubahan paling dahsyat atau paling mengerikan sekalipun. Tuhan menjadi batu karang yang teguh tempat mereka berpijak. Seperti pelanduk yang membangun rumah di bukit batu (Amsal 30:26), yang paling lemah sekalipun akan menjadi paling kuat. GerejaNya akan tegak bersinar di tengah-tengah keruntuhan segala sistem dunia ini. Bukankah firmanNya berkata, “Waktu itu suara-Nya menggon-cangkan bumi, tetapi sekarang Ia memberikan janji: “Satu kali lagi Aku akan menggon-cangkan bukan hanya bumi saja, melainkan langit juga.” Ungkapan “Satu kali lagi” menunjuk kepada perubahan pada apa yang dapat digoncangkan, karena ia (perubahan itu) dijadikan supaya tinggal tetap apa yang tidak tergoncangkan. Jadi, karena kita menerima kerajaan yang tidak tergoncangkan, marilah kita mengucap syukur dan beribadah kepada Allah menurut cara yang berkenan kepada-Nya, dengan hormat dan takut.” (Ibrani 12:26-28)
Perubahan-perubahan yang dirancangkan Allah terjadi dalam hidup kita sesungguhnya adalah menggoncangkan rasa aman kita. Sesungguhnya Allah yang dikenal Israel adalah Allah yang memproses umatNya. Satu parabel yang digambarkan oleh nyanyian Musa merupakan pesan profetik bagi umat Tuhan di segala zaman. Ulangan 32:11-12 menyebutkan: “Laksana rajawali menggoyangbangkitkan isi sarangnya, melayang-layang di atas anak-anaknya, mengembangkan sayapnya, menampung seekor, dan mendukungnya di atas kepaknya, demikianlah TUHAN sendiri menuntun dia, dan tidak ada allah asing menyertai dia”. Jika kita merenungkannya, ada banyak pengertian penting terkandung dalam nats di atas. Misalnya mengenai pimpinan dan tuntunan Tuhan atas umatNya. Ternyata Tuhan menuntun umatNya bukan dengan cara memanjakannya. Tuhan menuntun umatNya melalui proses yang keras bagaikan rajawali menggoyang bangkitkan isi sarangNya. Sebagai kesayangan Allah, hal-hal yang mudah, kehidupan yang nyaman, atau perjalanan yang santai tidak pernah menjadi prioritas utama. Allah menginginkan umatNya, Anda dan saya, memiliki karakter yang dewasa dan kuat di dalam Dia. Tuhan tidak menghendaki anak-anakNya menjadi kolokan, kekanak-kanakan dan egois. Tuhan mau Anda dan saya menjadi dewasa dan cakap di dalam Dia.
Di sinilah terkandung rahasia penting. Untuk menjadi dewasa, kita harus siap digoncangkan. Supaya kita dapat terbang tinggi mengatasi badai hidup, kita harus dikeluarkan dari rasa aman kita. Agar kita dapat menjadi kuat dan menggapai yang terbaik di masa depan, kita harus rela menghadapi rasa takut kita sendiri. Rasa aman itulah yang merupakan penghalang terbesar untuk kita menjadi kuat di dalam Dia. Selama masih ada hal-hal lain yang menjadi sandaran kita dan membuat kita merasa kuat tanpa Tuhan, selama itu kita harus menerima proses Tuhan. Iman dan pengharapan kita harus kokoh di dalam Dia supaya kita tidak turut lenyap saat dunia mencapai titik akhir usianya. Sebelum rasa aman kita ada pada Tuhan dan hanya pada Dia saja, kita akan mengalami prosesnya berupa perubahan-perubahan yang menggon-cang rasa aman kita di luar Dia. Karena itulah, proses Tuhan melalui perubahan-perubahan yang diadakanNya- sesungguhnya adalah goncangan terhadap rasa aman kita. Semuanya ini bertujuan membawa kita untuk belajar akan jalan-jalanNya dan untuk memiliki karakter-karakter mulia seperti Kristus. Terlebih lagi kehidupan seorang visioner illahi yang haus akan perubahan illahi dari Allah. Adalah sesuatu yang ganjil jika mereka yang mengharapkan perubahan menuju yang terbaik dari Allah ternyata menikmati hidup dalam kemapanan dan kenyamanan hidup selain di dalam kehendak Tuhan. Itulah sebabNya Kristus memberikan teladan yang terbaik mengenai hidup saat Ia berkata, “MakananKu ialah melakukan kehendak Dia yang mengutus Aku dan menyelesaikan pekerjaanNya.” (Yohanes 4:34).Benar. Yang terutama dalam hidup bukan mencari rasa aman demi rasa aman namun seberapa banyak kita menyelesaikan apa yang telah ditugaskanNya atas kita sebagai hamba-hambaNya. Rasa aman sejati kita hanya ada di dalam Tuhan dan dalam melakukan visiNya atas hidup kita.
Seorang visioner tidak pernah mencari rasa aman dalam hidupnya. Terlebih lagi visioner-visioner illahi yang memiliki tujuan tertinggi dan panggi-lan yang sempurna dari Tuhan. Usaha yang terbaik, mengerahkan segala daya upaya yang ada, mengorbankan diri sebagai persembahan yang hidup, kudus dan berkenan hingga tujuan-tujuan Allah digapai, kehendakNya terjadi dan kerajaanNya datang -semuanya itu akan selalu menjadi irama serta gaya hidup seorang visioner. Scott Alexander, pengarang Amerika, mengatakan: “Segala yang baik itu sukar. Segala yang jahat itu mudah. Sekarat, kehilangan, curang, biasa-biasa saja itu mudah. Menjauhlah dari apa yang mudah!” Biarlah setiap rasa aman kita digoncangkan, asalkan kita dapat mencicipi masa depan penuh harapan itu!
Tuhan melatih kita supaya terbiasa hidup dalam perubahan dan memiliki hati yang merindukan apa yang terbaik dari Dia melalui peristiwa-peristiwa sehari-hari yang diijinkanNya terjadi dalam hidup kita. Kita harus mengetahui bahwa sekolah Tuhan adalah sekolah kehidupan. Ruang kelasnya adalah dunia ini. Pelajarannya adalah persoalan-persoalan serta tantangan-tantangan hidup. Sesungguhnya inilah sekolah yang mahal karena gurunya adalah Guru Agung. Hari demi hari la menuntun kita berjalan dan belajar menghadapi kehidupan supaya dijalani bukan dengan cara yang baik saja me-lainkan mengarungi hidup dengan cara yang benar -yaitu caraNya. Inilah beberapa hal yang digunakan oleh Tuhan untuk memproses kita. Di dalam semuanya Tuhan turut campur tangan agar menjadi kebaikan dalam hidup kita:
1.Teguran dan nasihat FirmanNya
2.Pesan-pesan profetik
3. Kejadian-kejadian sehari-hari
4. Tantangan dan kesulitan hidup
5. Masalah-masalah sehari-hari
6. Pencobaan-pencobaan untuk berdosa
7. Kejadian-kejadian yang tidak menyenangkan yang terjadi dalam hidup kita
Pada prinsipnya, hidup orang-orang percaya sepenuhnya ada dalam pengawasan Tuhan. Ini bukan dengan maksud untuk mencari-cari kesalahan dan menghukum kita namun untuk memproses kita menjadi pribadi yang mulia di mataNya dan siap menjadi alat kemuliaanNya. Kerinduan Tuhan ini harus ditanggapi dengan respon yang sama. Kita harus memiliki kerinduan yang sama kuat untuk hidup menyenangkan Tuhan dan memperjuangkan kepentingan KerajaanNya saja. Ingat, hidup kita bukan lagi milik kita sendiri.
Sikap pikiran dan tindakan kita terhadap hal-hal yang kita temui setiap hari menentukan apakah kita mau menjalani proses Tuhan atau tidak. Secuil kisah imajiner dari Max Lucado ini akan menggelitik dan menyadarkan kita betapa pentingnya kita rela diproses dalam hal-hal kecil yang kita hadapi sehari-harinya:
(Adegan-Kebaktian Minggu pagi; doa dalam hati)
Kita :Tuhan, saya ingin berbuat hal-hal yang besar
Tuhan :Oh,ya?
Kita : Tanggung! Saya ingin mengajar jutaan orang! Saya ingin Stadion terbesar negara ini. Saya ingin supaya seluruh dunia mengenal kuasa penyelamatanMu! Saya bermimpi tentang hari —
Tuhan : Itu hebat, Nak. Sebenarnya Aku dapat memakai kamu hari ini – sesudah kebaktian ini.
Kita : Asyik! Bagaimana kalau kita buat acara radio dan TV atau…atau…atau…berbicara di depan para pejabat?
Tuhan : Ya, sebenarnya bukan itu yang Aku maksudkan. Kamu lihat orang yang duduk di sampingmu?
Kita : Ya.
Tuhan : Ia butuh kendaraan pulang.
Kita (pelan): Apa?
Tuhan : Ia ingin menumpang di mobil untuk pulang. Dan kalau kamu toh sudah bantu dia, satu dari ibu-ibu tua yang duduk di dekat kamu perlu bantuan untuk memindahkan kulkasnya. Bagaimana kalau kamu singgah sebentar sore ini dan –
Tuhan (tersenyum): Pikir-pikir saja dulu.
Melalui segala liku-liku pergumulan dan kenyataan sehari-hari, Allah menuntun kita untuk tekun dan terus belajar mengembangkan diri menjadi pribadi yang memiliki karakter Kristus. Setiap hari dalam hidup kita, melalui segala cara, menggunakan segala sarana, Tuhan membentuk hidup kita. Ia yang merindukan untuk mempercayakan perkara-perkara besar kepada kita, Ia pula yang melatih kita menangani dan menyelesaikan masalah-masalah hidup sehari-hari yang seringkali dipandang remeh dan tidak penting. Tidak demikian dengan aturan Kerajaan Allah. Salah satu prinsip dasar di sana adalah : “Barangsiapa setia dalam perkara kecil, kepadanya akan diper-cayakan Tuhan perkara besar” (Matius 25:21;Lukas 16:10). Karena itu, kita tidak akan pernah dapat dipercaya untuk mengemban perkara-perkara besar sebelum kita matang dan setia kepada Tuhan dalam perkara-perkara kecil. Mereka yang melanggar prinsip ini pada akhirnya akan menuai kekecewaan dan kehancuran. Mereka yang tidak menjalani proses Tuhan atau menjalani proses Tuhan tetapi kemudian menolaknya -seperti Saul- akan tergelincir dan sesat. Sebaliknya, proses Tuhan jualah yang menjadikan Daud bertahan setia sampai mati, menjadi hamba yang berkenan di hati Tuannya
Jauh daripada yang dikira banyak orang, kehidupan yang dituntun oleh Tuhan sebenarnya adalah suatu kehidupan yang penuh sukacita. Kehidupan bersama-sama dengan Tuhan justru penuh bimbingan dan arahan menuju suatu hidup yang berkualitas, jasmani dan rohani. Frustrasi, kebobrokan, stress, kebingungan, disorientasi (kehilangan fokus hidup), rasa hampa dan tidak berarti, kesepian, kebosanan dan lain sebagainya pada dasarnya merupakan efek dari jejak langkah manusia yang dikerjakan dengan kekuatannya sendiri -yang sangat terbatas itu. Sebaliknya daripada terjerat oleh semua kemelut hidup yang berkecamuk, orang-orang percaya menaruh segala beban di bawah kaki Tuhan dan dibimbing oleh Roh Kudus untuk mengenali bahwa itu merupakan satu potongan kecil dari suatu gambaran besar rencana Tuhan yang indah dalam kehidupannya. Mengetahui bahwa Tuhan sedang mengerjakan perkara-perkara yang mulia, maka orang-orang yang menujukan pandangan kepada Tuhan akhirnya bangkit dengan pengharapan yang baru disertai kekuatan yang lebih besar yang bersumber dari kasih karunia Tuhan. Mengenai hal ini John C. Maxwell, pakar kepemimpinan, memaparkan penjelasannya yang indah:
“Kita suka terlalu melebih-lebihkan peristiwanya dan meremehkan prosesnya. Setiap impian yang terpenuhi adalah karena kesetiaan kepada proses. Secara alami, manusia cenderung ‘malas’. Itulah sebabnya mengapa pengembangan diri sungguh sulit. Namun itu jugalah sebabnya mengapa kesulitan terletak di pusat setiap sukses. Proses meraih prestasi adalah melalui kegagalan yang berulang-ulang serta perjuangan yang terus menerus untuk mendaki ke tingkatan yang lebih tinggi.
Kebanyakan orang mengakui dengan menggerutu bahwa mereka harus melalui kesulitan agar dapat meraih sukses. Mereka mengakui bahwa mereka harus mengalami kemunduran sesekali untuk meraih kemajuan. Namun saya percaya bahwa sukses datang hanya jika Anda merenungkannya lebih jauh lagi. Untuk mencapai impian Anda, Anda harus merangkul kesulitan dan menjadikan kegagalan bagian hidup Anda. Jika Anda tidak gagal, Anda tidak mungkin sungguh-sungguh maju.”
Itulah sebabnya, kita harus memiliki hati seorang pembelajar. Hati seorang murid. Terlalu banyak yang tidak kita ketahui dan pahami. Rencana Tuhan terlalu besar dan berada di luar jangkauan otak manusia yang kecil ini. Hanya hikmat dan pengertian yang dari ataslah yang sanggup menembus kegelapan di ruang pemikiran kita sehingga kita dapat menerima dengan hati penuh syukur atas segala hal yang terjadi dalam hidup kita setiap hari -baik yang menyenangkan ataupun yang menyakitkan sekalipun. Bersama-sama Musa baiklah kita berdoa, “Ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian sehingga kami beroleh hati yang bijaksana” (Mazmur 90:12). Luangkanlah waktu Anda merenungkan kalimat-kalimat lagu pujian yang indah ini:
Bapa Surgawi
Ajarku mengenal
Betapa dalamnya kasihMu
Bapa surgawi
Buatku mengerti
Betapa kasihMu padaKu
Semua yang terjadi di dalam hidupku
Ajar kumenyadari Kau selalu sertaku
Beri hatiku selalu bersyukur padaMu
Karena rencanaMu indah bagiku